Bab 28 : Pundak Panji

18K 1.1K 164
                                    

Cerita ini mulai memasuki konflik ya, harap fokus bacanya haha.

#Panji

Wangi tubuh Mas Bayu benar-benar enak kuhirup, padahal jarak hidungku dari tubuhnya cukup jauh, apalagi jika kutempelkan dari kulit ke kulit? Pasti jauh lebih enak.

Sekarang aku sedang berduaan dengan Mas Bayu di depan tenda. Memandang kota yang nampak seperti kumpulan berlian jika dilihat dari atas sini. "Kamu lihat ke sana, Ji. Cahaya paling terang warna putih dekat jalan raya. Di sana rumah kamu berada, Ji," kata Mas Bayu, memecah kesunyian.

"Hehe Panji gak punya rumah, Mas."

"Hush. Itu rumah kamu, Ji. Rumah Mas juga. Kamu jangan merasa asing tinggal di sana, ya? Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga Mas. Fokus kamu belajar aja, habis bangun jangan cuci piring, apalagi ngepel lantai. Itu tugas si Mbok, bukan tugas kamu." Hmmm sudah kuduga Mas Bayu menyadari kebiasaanku di rumah setelah bangun tidur. Memang kalo kondisi rumah lagi sepi, aku diam-diam pergi ke dapur buat cuci piring. Gak enak juga kalo aku tinggal di sana tanpa melakukan apa-apa. Istilahnya kurang ajar banget, udah dikasih hati, eh nerima gitu aja tanpa berterima kasih.

"Cuma cuci piring sama ngepel tho, Mas. Gak akan mengganggu sekolah Panji."

Mas Bayu menekan hidungku menggunakan kedua jarinya hingga aku pun kesulitan buuat bernapas. "Kamu anak baik ya, Ji. Kamu hebat. Ada banyak pelajaran yang bisa Mas ambil dari kamu."

"Haish Mas Bayu sakit! Panji susah napas nih! Aw!" Setelah tangannya terkepas dari hidungku, aku bilang, "Panji gak hebat, Mas. Di kelas aja aku gak rangking pertama."

"Kehebatan seseorang gak diukur dari kepintaran aja, Ji. Gak juga dari urusan pertama rangking di kelas. Kehebatan bisa dilihat dari sikap. Mas suka sama sifat baik kamu, sifat optimis kamu dalam memandang sesuatu meski jeleknya kamu sering gak enakan sama orang. Maaf, Ji, bukan bermaksud mengungkit-ngungkit soal keadaan kamu, tapi kamu hebat bisa sejauh ini tanpa dukungan orang tua, sodara, meski begitu kamu tetap bisa berdiri teguh dengan sosok diri kamu yang sekarang ini. Orang lain belum tentu mampu," kata Mas Bayu. Hatiku menghangat. Bukan berarti aku hebat selalu bisa mengatasi masa-masa sulit di masa lalu, aku hanya berusaha menerima apapun keadaannya dengan ikhlas. Karena aku pernah ada di fase terpuruk seraya mempertanyakan pada Tuhan kenapa aku tidak memiliki orang tua, hasilnya, aku semakin terpuruk dalam kesedihan tak bertepi. Lalu aku pun mencoba mengikhlaskan diri. Hasilnya begitulah, aku tak pernah menyalahi lagi takdir.

"Aku gak sehebat itu, Mas. Ada banyak sisi negatif dalam diriku yang tentu saja kalo dibandingkan Mas Bayu aku gak ada apa-apanya."

Terdengar helaan napas Mas Bayu dari belakangku. "Mas juga punya sisi buruk yang sejujurnya gak ingin Mas perlihatkan ke kamu, Ji. Tapi kamu sudah terlanjur melihatnya. Maafin Mas ya, Ji, karena Mas gak bisa jadi contoh figur yang baik buat kamu. Harusnya Mas bercermin pada kamu."

Aku tertawa. "Mungkin Mas Bayu gak ingin denger ini dari aku yang esensinya aku adalah murid Mas Bayu sendiri di sekolah. Tapi ..., izinin aku buat bilang, jika pundak Panji gak selalu ada di saat Mas Bayu bersedih bahkan menangis, yang Mas Bayu harus ingat, doa Panji akan selalu menyertai di mana pun Mas Bayu berada."

Kalimatku barusan membuat Mas Bayu terkekeh sambil mengusap rambutku. "Harusnya kalimat itu kamu berikan pada orang yang kamu cinta, Ji. Pada pacar kamu, bukan sama Mas."

Tak apa, karena memang kamu orang yang sangat kucinta, Mas. Kalimat itu tulus aku ucapkan padamu.

Aku berbalik, dengan senyum lebar dan kemantapan hati. "Tapi ingat juga jika bahu Panji selalu ada di saat Mas sedang bersusah hati, jangan sungkan buat bersandar di bahu Panji ya, Mas! Bahu Panji kuat kok buat menahan beban masalah Mas Bayu."

Guru Seksi [MxM] [Re-make]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang