Komen kalian bikin saya senyum-senyum sendiri. So, jangan lupa komen :p
#Panji
Perasaan ini baru kualami. Perasaan naik angkutan kota ditemani pengamen anak jalanan yang rambutnya jamet kayak bule. Sebelum lagu dimulai ada anak kecil mendatangi semua penumpang angkot sambil memberikan kertas yang bisa kita selipkan uang. Sejujurnya aku ingin memberi sedikit uangku untuk mereka tapi ... ah, ini ada seribu. Maaf ya Cuma bisa kasih dikit, semoga bisa bermanfaat. Lalu saat anak kecil itu mengambil lagi kertas yang sebelumnya dia berikan, membuatku tersenyum tipis, merasa bangga karena sudah bisa berbagi hari ini.
Tujuanku ke kota kali ini tak lain untuk mencari pekerjaan.
Cuma masalahnya, bukankah aku harus bikin surat lamaran, beli map cokelat, fotocopy ijazah dan persyaratan lainnya? Sementara uangku setelah naik angkot pasti bakal kurang jadi 10 ribu. Ah, bodo amat. Ijazah SMP-ku yang jelas gak akan terpakai. Makanya, mending aku melamar langsung aja ke pihak HRD-nya.
Tak buang-buang waktu, sesampainya di kota aku langsung masuk ke dalam kafe yang dari segi tampilan tidak mahal. Kafe biasa aja. Tidak besar, mahal sengaja aku masuk ke kafe kecil. Sejujurnya sedikit merasa malu. Tapi jika tidak memaksakan diri, aku gak akan bisa survive bertahan hidup.
"Selamat datang. Mau pesan apa, Kak?"
Nah harus kujawab apa. "Anu ... saya mau bertemu dengan ...," siapa? HRD benar kan? Atau supervisor? Soalnya seniorku di panti kalo gak salah sudah ada yang jadi pimpinan gitu di kafe, "ketemu pimpinan di sini." Haish! Malu malu malu. Tapi aku harus mau! Bagaimanapun, ini langkah awalku untuk menempuh fase dewasa.
"Baik, silakan tunggu di kursi tunggu," kata waitris catik yang badannya ramping sekali.
Tak lama setelah aku menunggu di kursi tunggu, datang seorang laki-laki berkameja merah maroon dengan tatapan sinis tidak bersahabat.
"Ya, Mas? Ada keperluan apa ya?"
"Anu, Pak, saya mau lamar pekerjaan di sini," kataku dengan senyum ramah.
"Sudah disiapkan lamaran pekerjaannya?"
"Hmmm belum, Pak."
"Lho gimana maksudnya? Masnya kan mau kerja? Tapi gak bawa lamaran?"
"Iya. Sa-saya cuma lulusan SMP, Pak. Apa bisa?"
Laki-laki ini langsung bangkit, lagi, sambil tersenyum sinis. "Maaf saya sibuk, Mas. Restoran ini ketat dalam memilih karyawannya. Kalo cuma lulusan SMP bisa Mas coba daftar jadi tukang cuci piring di warung nasi goreng pinggir jalan. Tapi jangan lupa bikin surat lamarannya ya, soalnya gak sopan melamar tapi gak ada berkasnya. Permisi."
"Maaf sudah mengganggu waktu Bapak. Saya juga permisi."
Sabar ... ini baru permulaan. Mungkin nanti aku bakal ketemu orang yang lebih menghinadinakan diriku. Jika yang mereka hinakan soal kemiskinanku aku gak akan sakit hati, tapi jika sudah menyangkut soal orientasi seksku mungkin saja aku gak akan tahan.
Sayangnya, hampir semua restoran yang aku datangi, kebanyakan dari mereka menyuruhku untuk membuat surat lamaran pekerjaan, dimasukkan ke dalam amplot cokelat dan lampirkan beberapa surat pendukung lainnya seperti ijazah dan surat kesehatan.
Kata orang jangan pernah menyerah, karena di situ pasti ada jalan. Nahas, sudah 6 jam aku pantang menyerah hasilnya tetap nihil. Udah belasan restoran aku datangi. Belasan kali pula aku ditolak, bahkan yang terakhir aku dimaki-maki karena disuruh menunggu di pojok ruangan, tapi aku malah duduk di kursi tamu yang sebenarnya kursinya masih dipakai tapi tamunya sedang pergi ke toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Seksi [MxM] [Re-make]
Romance[21+] Kisah Pak Bayu dan Panji :) Bab 58 ke atas saya ubah total. Jadi, kalian bisa baca ulang karena alurnya, konfliknya, semuanya bakal baru belum kalian baca.