8

35.3K 1.6K 151
                                    

"Kenapa kalian malah diem?" Itu yang dikatakan Mas Bayu pada kami berdua.

"Errrrr."

"Hehe."

Kami berdua malah sama-sama kikuk. Untungnya Tessa keburu badmood dan memaksa Mas Bayu untuk segera pergi dari sini.

"Kamu pulang aja ya, Tessa? Saya ada urusan sama temen lama saya," ucap Mas Bayu.

"Nggak bisa! Aku tuh udah janji sama temen, Mas. Kita kan rencananya mau double date gitu, habis dari sini kita ngopi di Braga. Apa susahnya sih ngeluangin waktu buat aku padahal cuma sebentar? Biasanya juga kamu sibuk terus." Tuh nenek lampir malah menggelanyut manja di tangan kekar Mas Bayu.

Helaan napas Mas Bayu terdengar lelah dan frustasi. "Ji, kamu pulang duluan ya sama Farid? Nih kuncinya. Mas kayaknya bakal pulang malem. Dan untuk kamu, Farid, jaga Panji ya. Soal kerjaan nanti kita bahas pas saya pulang ke rumah."

"Eh serius?" kataku dan juga Bang Farid barengan.

"Iya."

"Ah nggak ah. Nanti kalo ada barang hilang saya yang disalahin," kata Bang Farid cepat.

"Aku juga, Mas. Kita berdua main aja di mall selagi Mas Bayu sibuk pacaran," sahutku agak sinis.

"Nih kuncinya." Mas Bayu melempar kunci di tangannya kepadaku. "Tenang saja, Ji. Mas percaya sama kamu." Eh? Dadaku langsung sesak mendengarnya.

"Bay?" Mas Bayu nengok ke arah Bang Farid. "Pa-Panji mahasiswa jurusan apa?"

"Mahasiswa? Dia masih SMA, kok." Jawaban Mas Bayu membuat Bang Farid syok entah kenapa.

Setelah kepergian Mas Bayu, senyumku langsung mengembang. Langsung kutarik Bang Farid keluar, karena angkot di malam hari sudah nggak ada, aku pun memesan taxi.

"Kenapa diem?" kataku.

"Ji, saya mau ngomong sama kamu."

"Ngomong aja."

"Gak di sini, nanti di rumah saya."

"Emang kenapa kalo di sini?"

"Kalo ada yang denger bahaya."

Aku jadi deg-degan. Apa Bang Farid ingin membahas soal yang tadi? Kalo iya, eugh, sungguh aku tak sabar ingin mengganyang pantatnya.

Di dunia pelangi ini aku tidak polos-polos amat kok. Maksudku, aku tahu istilah bottom, top, bahkan vers. Sejujurnya aku masih belum tahu ke mana arah roleplay sex-ku dalam bercinta, namun saat aku memandang pantat Mas Bayu maupun Bang Farid, napasku selalu memburu. Apa itu artinya aku seorang top? Apa sih syaratnya? Kurasa aku sudah mempunyainya. Ya, penisku besar, bahkan kurasa sangat besar. Penis tebal Bang Farid aja kalah ukuran kalo dibandingin denganku. Tentu aku bangga. Ternyata aku bukan laki-laki serba biasa. Ternyata ada batang atau kejantanan yang bisa kusombongkan pada semua orang.

Tadi aku bilang gak polos-polos amat, itu karena aku belum pernah berhubungan sex. Karena tadi akhirnya aku berhubungan badan dengan seorang laki-laki, kurasa kata polos tak lagi pantas disematkan padaku.

Sip, aku sudah dewasa.

Ketika sampai di rumah, sayangnya pas aku mengajak Bang Farid ke kamar, dia langsung menepis tanganku. "Bang, aku mau nagih janji ngentotin Abang."

"Gak ada," katanya tajam.

"Hah? Kok gitu?"

"Astagfirullah. Apa yang baru saja saya lakukan?" katanya sambil memandang langit-langit kamar.

Kuremas-remas pantat Bang Farid. Sial, kenyal banget ternyata. Nafsuku kembali menggebu-gebu. "Aku masukin ya, Bang. Bentar aku ludahin du—"

Plak!

Bang Farid malah menamparku dengan punggung tangannya. Aku melongo. Meski suaranya kecil, aku bisa merasakan rasa panas mulai menjalari pipiku. "Kenapa lo gak bilang kalo lo masih di bawah umur, hah!? Bangsat lo, Ji! Gue habis ngentot sama bocah SMA!? Anjing! Kalo ketauan orang bisa dipenjarakan gue!"

Aku tersinggung. "Salah siapa Bang Farid gak nanya!"

"Apa!? Lo mau ngelawan sama gue!? Denger ya, Ji. Awas saja kalo Bayu sampe tahu apa yang sudah gue lakuin sama lo di toilet mall, bisa mati gue diulek sama dia! Aaarghh goblok! Mana gue bakal tinggal lama di sini lagi, mana gue udah ngerasa enak ngentotin elo lagi dan gue ngerasa pengen lagi, sekarang gue tanya gue harus gimana!?"

"Yaudah apa masalahnya? Tinggal lakuin aja, Bang. Tapi kita gantian."

"ELO MASIH DI BAWAH UMUR!!!" sentaknya.

"Gue udah 18 tahun! Asal lo tau, Bang. Gue pernah gak naik kelas dulu pas SD kelas 3 karena saat itu gue belum bisa baca. Intinya, gue bukan anak kecil lagi. Gue udah dewasa. Nih buktinya kontol gue lebih gede daripada punya lo," sahutku ikut-ikutan bilang lo-gue.

Bang Farid mondar-mandir sambil mengacak-acak rambutnya. "Gak bisa! Gue tetep gak bisa. Mana berani gue ngerusak elo, Ji. Bisa mati gue kalo ketahuan sama si Bayu. Lagian, gue menaruh hormat sama dia. Mulai sekarang gue minta lupain kejadian tadi dan jangan pernah bahas soal masalah itu di rumah ini. Sedikit pun jangan pernah! Ngerti?"

Aku menggeleng. "Gue juga penasaran, Bang. Lo harus tanggung jawab, kan lo yang mulai."

"Gak bisa."

"Bentaran aja, Bang. Seriusan, pas liat ekspresi lo tadi di toilet malah bikin gue ingin menyetubuhi elo. Gue mohon."

"Lupain aja soal kejadian tadi ya, Ji. Mulai sekarang kita temen aja. Lo boleh nganggep gue Abang lo, kalo ada apa-apa lo bisa minta tolong sama gue." Bang Farid tersenyum lebar ketika mengatakan itu. Jelas aku murka. Aku gak ingin sosok Abang lagi. Bagiku, Mas Bayu sudah cukup.

Kuabaikan perkataan Bang Farid dan sebaliknya aku menggesek-gesek penisku ke belahan pantat sekalnya. Plak! Sekali lagi dia menamparku, namun kali ini dengan bunyi yang sangat keras. Saking kerasnya aku sampai terhuyung ke samping dan terjatuh di atas lantai. "Sakit, Bang. Aw," rintihku sambil memegang pipi kananku.

"Ji, coba bayangin gimana perasaan Bayu kalo tahu kelakuan lo kayak gini, hah!? Dia pasti kecewa sama lo, dia pasti sedih. Lo gak ada pikiran ke sana hah? Kita berdua sama-sama ikut numpang di rumah ini. Meski saya barbar, meski saya doyan ngentot, tapi saya tau tatakrama! Sekarang dengerin apa kata gue, lo lupain kejadian tadi, dan gue juga bakal ngelupain fakta gue baru saja habis ngentot cowok. Ngerti?"

Perkataan Bang Farid langsung menohok hatiku. Dia benar, di sini aku cuma numpang. Aku harus menjaga sikap. Tolol juga sebenernya. Gara-gara nafsu sama pantat Bang Farid, aku sampai melupakan hal penting soal tatakrama.

"Maaf."

Aku menunduk. Malu menghadapi laki-laki dewasa di depanku yang ternyata pemikirannya sangat dewasa daripada tampilan urakannya.

"Jangan sedih atuh." Bang Farid duduk di atas kasur sambil menarikku ke pangkuannya. Sekarang dia benar-benar memperlakukanku sebagai adiknya.

Kenapa? Fakta soal Mas Bayu menganggapku sebagai adiknya saja membuatku syok. Aku gak ingin status seperti itu. Yang kuinginkan adalah pacar! Apaan adik, gak bisa ciuman, gak bisa pelukan, gak bisa sayang-sayangan.

"Aku cuma nagih janji kamu, Bang. Tapi ya sudahlah, aku ngikut aja," kataku sembari menghela napas panjang.

Bang Farid memelukku erat. "Lo masih SMA. Belum saatnya lo mengalami dunia panas yang bisa bikin masa depan lo suram. Terus, bahasanya ganti ya. Biar deket pake lo-gue aja. Jangan aku-kamu. Kayak tadi."

Aku sudah 18 tahun! Tapi, sekali lagi, ya sudahlah. Tapi anehnya, kenapa aku merasakan benda keras yang perlahan bergerak di belahan pantatku ya?

Kucoba menggerakkan pantatku sedikit ke belakang. Samar-samar aku mendengar suara desahan, "Ahhhh."

"Bang? Itu apa yang keras?" tanyaku polos.

Wajah Bang Farid langsung memerah. "Gu-gue mau ke toilet sebentar," sahutnya gagap sambil mendorongku dari pangkuannya.

Mungkinkah?

Segini dulu, kalo banyak antusiasmenya saya update lagi. Jangan lupa vote :)

Guru Seksi [MxM] [Re-make]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang