20 - Tawuran?

23.6K 1.3K 122
                                    

Kalian pasti setuju, kalo masa SMA itu masa transisi dari remaja menuju dewasa. Tindakan kami itu kebanyakan berdasarkan emosi yang muncul ketika disentil hatinya. Termasuk tindakan Kang Ardi sekarang. Bukan berarti aku mewajarkan tindakan Kang Ardi, itu lumrah kok, bahkan aku pernah mendengar kasus di koran tentang bentrokan antar pelajar dan pemicunya itu karena menggerung-gerungkan knalpot yang dilakukan sekolah lain kepada sekolah di sekotanya.

"Kenapa lo diem aja, Ji? Takut berdarah-darah karena sekarang kita akan baku hantam dengan sekolah lain?" Randi bertanya.

"Gue gak masalah soal itu, cuma ...," kataku kalut. Gimana kalo Mas Bayu murka? Kemarin malam aja saat aku ditatap dingin olehnya aku gak mampu berkata-kata.

"Cuma?"

"Entahlah. Itu lagian mereka kenapa bawa tongkat bisbol. Ini udah masuk ke kriminal tahu, apalagi kalo ada yang meninggal."

"Eh? Itu tongkat softball, Panji hahahaha. Aduh aduh, dan itu gak dibawa, bakal disimpen. Lo gak tau kalo anak-anak di sini suka main softball? Itu sebabnya, Pak Bayu selaku guru olahraga diem-diem suka ngedeketin Kang Ardi," sahut Randi membuat rasa kalut di dalam hatiku raib seketika. Syukurlah. Kirain tingkat itu buat baku hantam.

Tunggu. Apa katanya? "Pak Bayu diem-diem suka ngedeketin Kang Ardi? Buat apa?"

"Gak mau sombong sih. Tapi kami jago banget main softball hehe. Terutama Kang Ardi. Dia picher-nya kan tuh. Kecepatan lemparannya edan banget, lah! Malahan lawan anak kuliahan kami sering menang. Jadi sudah jelas, kan? Alasan Pak Bayu mendekati si Kang Ardi itu supaya tim softball miliknya mau berjuang atas nama sekolah. Selain itu, Pak Bayu berencana membuat ekskul softball gitu di sekolah."

"Hmmm terus?"

"Cuma masalahnya, Kang Ardi gak mau tuh. Dia gak mau ada ikatan apapun yang mengikat dirinya dalam beraktivitas. Ekskul kan sering ada kumpulan, sering ada rapat, ada kumpul wajib seminggu dua kali. Kang Ardi, atau lebih tepatnya kami, gak pengen diatur. Kami main buat senang-senang, buat hiburan. Walaupun bagi diri gue sendiri sayang banget, sih. Serius, skill mereka di atas rata-rata." Entah kenapa mendengar penjelasan Randi membuat bibirku tersenyum lebar.

"Emang sayang banget, tapi gue ngerti kok apa yang dirasain Kang Ardi. Gue juga setuju soal mereka yang gak mau diatur. Kita semua memang dikekang oleh peraturan negara, tapi bukan berarti kita gak bisa bebas melakukan apapun yang kita mau. Kita bebas. Manusia itu punya kebebasan. Gue dukung."

Randi tertawa. "Gaya bahasa lo kayak bukan anak SMA aja."

"Terus soal tawuran itu apa?"

"Kayaknya lo doang deh yang menyimpulkan sendiri kita akan tawuran. Kita cuma mau berdiskusi aja kok. Antar sekolah. Di kavling sepi dekat kolam ikan. Tapi biasanya kalo kelewat emosi, ya, ujung-ujungnya baku hantam juga sih. Cuma bukan berarti kita gak bisa damai. Lihat aja deh ntar jadinya bakal gimana."

Kang Ardi menghampiriku. "Pake jaket, Ji."

"Buat apa?"

"Yaelah. Kalo ada orang liat kita berkeliaran di luar bisa aja dilaporin ke polisi."

"Tapi jaket gue di jelas, Kang. Gimana nih?"

"Terserah elo asalkan tanda almamater sekolah kita tutupin."

Randi tiba-tiba melepas jaketnya. "Nih pake punya gue aja, Ji." Kok Randi akhir-akhir ini romantis ya. Hatiku jadi sedikit tersentuh.

"Terus lo gimana?" tanyaku pada Randi.

"Gue lepas seragam gue."

Randi melepas seragamnya. Kalian tahu? Randi memakai kaos dalam pria warna putih, kaus oblong yang tampak membuatnya seksi dua kali lipat dari yang aku kira. Untungnya hatiku biasa aja tuh. Gak ada getaran-getaran cinta seperti yang kurasakan pada guruku sendiri. Tapi aku nafsu! Aku nafsu liat Randi dengan baju seperti itu.

Guru Seksi [MxM] [Re-make]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang