Bab ini belum diedit karena file yang sudah dieditnya hilang.
#Farid
Sudah 5 hari berlalu sejak gak adanya Panji di rumah ini. Kuat juga pertahanan si Bayu. Dia sosoan gak khawatir soal hilangnya Panji, padahal aslinya dia uring-uringan di kamarnya sendiri. Bolak-balik tiap aku ngintip kerjaan Bayu adalah menunggu telepon dari Ardi, apa lagi kalo bukan untuk membahas perkembangan ditemukannya Panji atau tidak.
Termasuk sekarang, aku sedang berdiri di balik pintu kamar Bayu setelah sebelumnya aku lihat dia jalan mondar-mandir di kamarnya seakan sedang menunggu sesuatu. Nyaris saja aku hampir mendorong pintu untuk masuk ke dalam namun urung setelah ponselnya berdering nyaring.
"Halo, Ar. Ya gimana-gimana ada dia di rumah Cio? Oh gak ada ya. Berarti semua temen-temen Panji dah kamu tanyain? Apa ada kemungkinan dia tinggal di rumah adik kelasnya? Soalnya dulu Bapak pernah lihat Panji ngobrol sama Ryan di DPR. Nah iya, tolong ya. Ryan anak basket, hari ini ada ekskul sampe sore jadi mending sebagian ke sekolah buat nanya ke Ryan sisanya mending pulang aja," ucap Bayu lalu duduk di tepi kasur.
Benar kan dugaanku. Sejak pertama kali aku ke rumah ini, aku sudah merasa hubungan Panji sama Bayu tuh bukan sekadar karena dia anak yatim piatu yang gak punya rumah kemudian diterima di rumah ini untuk tinggal sementara. Bukan, tapi lebih dari itu. Saat melihat Panji, tatapan Bayu selalu berbeda. Seakan-akan tuh anak menjadi sumber ketenangan bagi emosi Bayu yang sering meledak kapan pun dan di mana pun.
Dah terbukti, kok.
Selama Panji ada di rumah ini apa pernah emosi Bayu meledak kayak kemarin malam? Nggak. Selama Panji ada di sini, selama itu pula Bayu bisa menekan emosinya. Malah pas ada Panji, satu-satunya hal yang membuat Bayu kembali meledak itu karena kedatangan Rendi, orang yang paling dia benci seumur hidupnya.
Di mataku tuh bocah adalah penenang.
Lo hebat, Ji. Bisa bikin sahabat gue gak lepas kendali.
Agak iri sebenarnya. Aku juga penenang bagi si Bayu, kok. Cuma bedanya, aku penenang kalo Bayu sudah meluap emosinya, kalo Bayu sudah ngamuk-ngamuk sambil mukulin dinding toilet dengan tangan kekarnya. Kalo dibandingin sama tuh anak, dia pencegah. Jelas pencegah lebih hebat. Makanya gue iri, Ji. Karena menurut gue di mata si Bayu lo sedikit lebih hebat dari gue.
"Ya sudah kalo ada perkembangan lagi jangan lupa kasih tahu saya ya, Ar. Kemarin saya sudah ke pihak yayasan buat nanya soal kemungkinan adanya Panji di suatu tempat tapi hasilnya nihil. Asal-usulnya gak jelas. Dia beneran anak yang ditelantarkan."
Bip.
Telepon tertutup.
Kulihat tangan Bayu mengepal diiringi getaran hebat yang perlahan merambat ke bahunya. 3 detik berikutnya Bayu bangkit dengan wajah bengis kemudian berjalan mendekati pintu kamar mandi. Karena aku tahu apa yang akan dia lakukan, aku mendesah lelah kemudian duduk di tepi kasur setelah Bayu menutup pintu.
Dug dug.
Lagi-lagi dia memukul tembok dengan tangan kosong. Apa gak sakit, Bay? Apa lo gak ngerasa capek begitu terus?
Setelah waktu berjalan cukup lama, aku pun bangkit. "Bay? Bay kamu ada di mana?" Ini kulakukan supaya Bayu gak curiga dan gak marah karena aku sudah menguping pembicaraan tadi. "Bay ada di kamar mandi? Saya masuk ya."
Dugaanku selalu benar. Sekarang Bayu sedang mengguyur tubuhnya dengan air shower sementara tangannya konstan memukul dinding di depannya dengan wajah menyeramkan.
Kupeluk Bayu dari belakang. "Rid buat kali ini saja, tolong kamu menjauh dari saya."
"Saya gak bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Seksi [MxM] [Re-make]
Romance[21+] Kisah Pak Bayu dan Panji :) Bab 58 ke atas saya ubah total. Jadi, kalian bisa baca ulang karena alurnya, konfliknya, semuanya bakal baru belum kalian baca.