Selain sering kali mual, Damayanti cepat sekali merasa lelah. Biasanya ia tidak akan bisa diam, tetapi sudah beberapa hari ini kerjaannya di kantor pun kebanyakan merebahkan kepala di mejanya jika tidak sedang rapat atau dipanggil bosnya atau timnya sedang perlu berdiskusi.
Ia sudah merebahkan tubuh di sofa berwarna krem ruang tengahnya. Bantalan sofa yang berwarna-warni dan block-printed sudah tergeletak di karpet berwarna cerah yang melapisi lantai kayunya.
Kepalanya terasa ditusuk oleh berpuluh-puluh jarum dan ketika membuka mata, segalanya terasa berputar. Jika ia tidak sedang pusing seperti sekarang, maka ia pasti akan duduk di hammock yang berada di dekat jendela sambil memandang matahari yang terbenam. Jarang-jarang ia memiliki kesempatan seperti ini, tapi yang dilakukannya adalah terbaring lemah di sofa.
Bel unitnya berbunyi, seharusnya masih dua jam lagi hingga sahabat-sahabatnya tiba. Dia menyeret langkahnya ke pintu dan melihat Aksa yang sedang menyengir lebar ketika pintunya terbuka.
"Tante!" Teriak Aksa dengan lantang dan langsung menerjangnya. Kakinya yang lemah serta tenaganya yang terkuras habis setelah seharian ini pusing dan mual tidak kuat menerima terjangan Aksa hingga kedua tangannya ditarik oleh seseorang.
"Aksa! Jangan main tabrak orang gitu dong, kalau jatuh bahaya!" tegur pria dengan suara berat yang berada tepat di belakang Aksa yang terkekeh tanpa dosa, "Gak sengaja, Om Wira. Aku terlalu bersemangat lihat Tante Dam-dam."
"Gak apa-apa?" pria itu terlihat khawatir terutama ketika melihat wajahnya, "Kamu pucat lho, Dam."
"Iya, Bang. Lagi gak enak badan aja." Damayanti melepaskan pegangan Mahawira, abang dari Rhea, saat kakinya sudah stabil dan kuat untuk berpijak setelah Aksa melepaskan pelukan eratnya. Mereka berjalan masuk dengan Aksa yang berteriak girang mengenai tempat barunya.
"Woah! Ada hammock!" Bocah itu langsung menaikinya dan mengayunkan dirinya sendiri dengan kaki sementara Damayanti memilih untuk duduk dan mengistirahatkan kakinya di pouf yang berwarna senada dengan sofa.
"Rhea tadi kasih kabar kalau kamu pindah sini dan minta tolong bawa Aksa ke sini karena bocah itu gak bawa kunci. Lagi." kekehnya di akhir kalimat, menyadari betapa selebornya keponakan yang dimilikinya itu. Matanya melihat ke segala penjuru ruangan, "Kenapa akhirnya pindah dari rumah orang tua kamu? Bukannya kamu gak boleh keluar sebelum menikah ya?"
Damayanti mengembuskan napas panjang, bersahabat dengan Rhea berarti tidak hanya dekat dengannya. Mereka mau tidak mau juga dekat dengan Wira yang sering kali mengantar jemput mereka karena dia melarang adik satu-satunya untuk pergi seorang diri. Apa lagi Wira sangat mengetahui perangai Farras. Begitu salah satu di antara mereka memiliki Surat Izin Mengemudi, mau tidak mau Wira merelakan kegiatan utamanya dan harus berusaha sendiri untuk mendekati Nadira.
Dan karena Wira yang lebih dewasa dan mengemong mereka yang liar, jadi, mereka semua dekat dengan pria itu. Jika dipikir-pikir mungkin itu karena mereka bertiga tidak memiliki sosok abang yang hadir di hidup mereka.
Damayanti sendiri memiliki dua kakak perempuan yang sudah menikah dan sibuk dengan keluarganya masing-masing. Sebelum itu pun mereka lebih banyak bersaing dibandingkan menunjukkan kasih sayang seperti Wira dan Rhea.
"Aku sudah ketuaan buat tinggal sama orang tua, Bang." jawabnya. Hanya separuh dari jawaban yang sesungguhnya.
"Kamu sudah uzur, Dam, bukan tua lagi." candanya diikuti dengan tawa renyah.
"Bang Wira apaan dong kalau gitu? Siap masuk liang lahat?" balasnya sadis dan tawa Wira mengudara dengan kencang kali ini.
"Kamu lagi pucat masih bisa sadis ya." ujarnya setelah tawanya mereda. "Kamu gak mau tidur? Aku aja yang nungguin Rhea, Nadi dan Farras sambil jagain Aksa supaya tidak merusak isian rumah barumu." tawar Wira yang langsung disetujuinya.
Mau menolak juga tidak mungkin, ia paham betul Wira sedang mencoba kesempatan keduanya dengan Nadi.
12/1/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover's Dilemma [FIN]
RomanceMay contain some mature convos & scenes. Menikah tidak ada dalam kamus Damayanti. Satu hal yang membuatnya menerima perjodohan dengan anak teman ibunya adalah karena bakti. Namun, keberuntungan berada di pihaknya ketika pria itu lari tunggang langg...