Ia menghela napas panjang. Mengakui ia iri pada ketiga sahabatnya adalah hal yang salah, tetapi ia justru merasa lega telah melakukannya. “Lame excuse and it’s so wrong, I know. Punya anak hanya karena kepengin ada orang yang cinta sama gue. Tapi, dari semua kebahagiaan kalian dengan anak-anak, bikin gue berharap memiliki kebahagiaan yang sama.”
“Jadi…itu bukan anak Bang Wira kan? Beneran hasil donor sperma?” ia menatap Rhea yang bertanya dengan hati-hati, tetapi tatapannya menusuk. “Gue hanya mau memastikan gak ada kebohongan lagi. Bang Wira sudah bilang kalau yang lo kandung bukan anaknya.”
Damayanti mengangguk, “Bukan anak Bang Wira dan hasil donor sperma.” Jawabnya. Ia menunggu respon atau apa pun dari mereka bertiga, namun hanya hening yang mengisi udara.
“Gue tiba-tiba kagum sama Bang Wira.” celetuk Farras yang membuat mereka bertiga menaikkan alis. “Kalau dia berhubungan sama ibu yang lagi hamil anak dari orang lain, in this case donor sperma, itu berarti dia menerima lo sepenuhnya dan sudah berpikir ke depan.”
Ucapan Farras membuatnya mengubah posisi duduk dengan tidak nyaman dan membuat Nadira mengangkat kedua tangannya. “Sebentar-sebentar, gue tahu lo takut dengan masa depan. Gue tahu lo alergi dengan hubungan, tetapi nyoba dengan pria yang bahkan gak masalah lo gantungin, menurut gue bukan hal buruk.”
“Plus, I bet he is good in bed. Good man with dirty mind really hard to find these days.” Farras menaik turunkan alisnya, menggoda Damayanti tetapi justru membuat Rhea ingin muntah.
“Kenapa sih gak mau pacaran dulu sama Bang Wira?” Nadira mengajukan pertanyaan dengan wajah khawatir, “Bukan karena gue kan, Dam?” wanita itu masih kekeh mencari tahu alasannya meskipun sudah dikatakan sebelumnya melalui sambungan telepon malam itu.
Damayanti kembali menggeleng, “Pacaran sama orang yang lebih dewasa cara berpikirnya itu nyebelin. Gue sudah bersiap bawa senapan, eh dianya angkat bendera.” Candanya dengan melirik Farras yang membuat dua sahabatnya terpingkal-pingkal.
“Sumpah gue jadi inget Farras waktu sama Javas. Dia mukanya sudah merah murka, sedangkan Javas lempeng dan sigap minta maaf. Ini orang …” Rhea menunjuk Faras di mukanya, “cuma bisa megap-megap kayak ikan sewaktu dipaksa keluar air buat lampiasin emosi.”
Sehabis tawa yang lain reda, Farras kembali bersuara, “Punya teman saat hamil itu hal yang baik lho, Dam-dam. Pregnancy is hard. Perubahan emosi lo kayak rollercoaster dan juga perubahan tubuh lo di luar kendali. Intinya gak semuanya bisa lo kendalikan saat hamil. Terutama pipis.” Damayanti menatap dua sahabat lainnya yang tampak paham pada apa yang diucapkan oleh Farras. “Bersin aja bisa bikin lo kencing, Dam. Tiap hachim akan berakhir dengan celana dalam yang basah, biarpun cuma sedikit. Ini kayaknya semacam peringatan Tuhan kalau nanti setelah punya anak semua hal bakalan di luar kendali lo.” Lanjut Farras dengan tawa.
Ia tersenyum, sempat membaca hal-hal tersebut di waktu senggangnya saat mempersiapkan diri dengan pilihannya hamil. Beberapa hal membuatnya sempat berpikir untuk membatalkan rencananya, tetapi mendengar dari sahabatnya yang justru menjadikannya bahan bercandaan membuatnya merasa tidak buruk juga. Namun, kini kepalanya dipenuhi dengan beban lainnya. Wira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover's Dilemma [FIN]
RomanceMay contain some mature convos & scenes. Menikah tidak ada dalam kamus Damayanti. Satu hal yang membuatnya menerima perjodohan dengan anak teman ibunya adalah karena bakti. Namun, keberuntungan berada di pihaknya ketika pria itu lari tunggang langg...