"Farras's special, Sparkling Campari Orange!" Farras datang membawa empat gelas tinggi berwarna oranye dan merah setelah sibuk meracik minuman untuk mereka di meja makannya.
Kegiatan ini dulu rutin mereka lakukan sebelum mereka menikah, hamil memiliki anak lalu monday cocktail harus berganti haluan menjadi monday mocktail. Lebih ramah terhadap ibu hamil, menyusui dan anak-anak. Lalu lambat laun kegiatan rutin itu menghilang dan baru kembali beberapa bulan terakhir saat mereka sadar kalau kegiatan mereka yang dalam hitungan jam ini menjadi penghilang penat dan setres setelah satu minggu menghadapi dunia dan segala masalahnya.
"Lo bawa Campri dari rumah?" Rhe mengambil satu gelas dan langsung menyisipnya.
Damayanti meneguk liurnya sendiri membayangkan cairan berwarna oranye yang menyapa tenggorokannya. Oh, jangan lupakan Campari yang terasa asam dan pahit sebagai campurannya. Pahit, manis dan dingin yang terlihat jelas dari embun-embun di sekitar gelas.
"Enggak lah, gue kan sudah lama balikin botol-botol gue ke she shed. Tadi gue ke sana bentar sebelum ke sini." Farras ikut menyesap minumannya, "Segar!"
Nadira yang sudah tidak menyusui anaknya pun juga ikut menegak cairan oranye itu. Damayanti hanya bisa menghela napas dengan nelangsa menatap gelasnya yang tidak dapat disentuh.
"Lo kenapa gak minum?" Nadira yang biasa lebih banyak memperhatikan sekitarnya bertanya padanya.
"Gue minum yang gak beralkohol aja, bisa gak?" tanyanya ragu-ragu. Tidak tahu harus membuka pembicaraan ini bagaimana dan harus menampilkan ekspresi seperti apa.
"Kenapa? Lo masih pusing? Biasanya sakit juga lo main tabrak aja." Farras mengambil gelas miliknya dan menenggak isinya dengan cepat. Mengikuti gelas milik wanita itu yang sudah kosong lebih dulu.
"Dokter bilang gue gak boleh minum alkohol dulu sembilan bulan ke depan."
Ketiga pasang mata itu menatapnya tanpa mengatakan sepatah kata pun, tampak benar mereka sedang mencerna maksud dari perkataannya hingga Nadira, yang memang lebih pintar dari dua orang lainnya berteriak dengan lantang. "LO HAMIL?!!!!"
Rhea menjatuhkan gelasnya hingga seluruh minumannya membasahi karpet sedangkan dagu Farras terbuka lebar seakan engselnya lepas.
"Bentar-bentar, otak gue belum nyampe." Rhea memegangi kepalanya dan tampak panik sendiri.
"Rhe, karpet gue basah dan kena noda minuman lo." ujarnya di tengah kekalutan mereka bertiga.
"Your rug can be damned, Dam." balasnya dengan sengit. Tampak sekali tidak peduli pada nasib karpetnya.
"Let me fix you some drink." Farras yang masih memerlukan waktu untuk memproses informasi kembali ke meja makan dan membuatkan minuman untuknya.
"Sudah berapa bulan, Dam?" Tanya Nadira yang sudah mengembalikan ketenangannya lebih cepat.
"Dua minggu." jawabnya.
"Ini yang dari lo sebulan di Amerika itu? Bank sperma?" kali ini giliran Rhea yang bertanya. Damayanti menganggukkan kepalanya, "Iya."
"Bentar deh. Bukannya lo ke sana dua bulan yang lalu?" Farras menghitung dengan jarinya, masih bisa-bisanya dia bertanya padahal kedua tangannya sedang meracik sesuatu.
"Iya, percobaan pertama gak selalu berhasil memang. Jadi, gue ke rekanannya untuk Intra Urine Insemination lagi. Lo pikir ini kayak cabe yang sekali makan langsung berasa pedas?" Damayanti memutar bola matanya.
Farras datang dengan gelas baru di tangan kanan lalu mengangsurkan padanya,"Sparkling Blood Orange Mocktail. Gue lihat lo punya jus blood orange di kulkas dan ini yang paling gampang buatnya, tinggal campur vanila dan madu."
"Sudah kasih tahu bokap nyokap lo, Dam?" Pertanyaan Rhea membuatnya mengesah. Boro-boro memberitahukan mereka, rencananya saja ditolak mentah-mentah dulu.
"Belum. Gue masih bingung mau omongin apa." ujarnya lemah.
14/1/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover's Dilemma [FIN]
RomanceMay contain some mature convos & scenes. Menikah tidak ada dalam kamus Damayanti. Satu hal yang membuatnya menerima perjodohan dengan anak teman ibunya adalah karena bakti. Namun, keberuntungan berada di pihaknya ketika pria itu lari tunggang langg...