Tidurnya terasa sangat nyenyak hingga hari ini terbangun pukul sepuluh pagi ini. Biasanya, ia tidak pernah bangun siang biarpun sedang libur. Matanya otomatis terbuka di pagi hari, begitu pun tubuhnya yang langsung beranjak dari ranjang. Namun, hal pertama yang disadarinya pagi ini adalah kekosongan di ranjangnya. Tidak ada tangan yang memeluknya atau tubuh hangat yang berada di belakangnya. Tiba-tiba saja ruangan ini terasa terlalu besar dan kosong.
Jemarinya menelusuri sprei yang terasa dingin. Membuktikan sudah seberapa lama pria itu pergi. Ia menghela napas panjang dan merasa bodoh karena perasaan kosong yang memeluknya sekarang bukan hal baru yang dirasakannya. Setidaknya ia dulu sering merasakannya. Tetapi sekarang rasanya sedikit berbeda. Ada bagian kosong yang tidak dapat dijelaskan atau dijamahnya. Perasaan itu menggenyahkan perasaan buruk yang muncul semalam. Tidak berarti membuat perasaannya lebih baik, memang.
Damayanti berusaha mengabaikan perasaan itu dengan melakukan kegiatannya di pagi hari seperti biasa. Well, mungkin bisa dimulai dengan brunch. Perutnya berbunyi dengan nyaring, menyadarkannya akan rasa lapar. Ia ingat baru makan sedikit semalam sebelum mengacaukan semuanya sehingga lupa mengisi perutnya sendiri hingga sekarang. Matanya tertumbuk pada piring dengan bungkusan warna cokelat di atasnya, membuat langkahnya memutar ke arah meja bukannya ke dapur.
Have some sandwich THEN the egg salad.
xx
Tertulis di selembar kertas post it berwarna kuning dengan tulisan tangan yang sangat buruk. Dari makanan dan tulisan tangan pria itu, yang paling menarik perhatiannya adalah bagian xx. Ia mengerang karena overthingking-nya semakin menjadi-jadi.
Itu hanya tanda xx, ada atau tidaknya di sana bukan perkara besar. Ia mengunyah sandwich dengan isi ham, salada dan tomat. Campuran saus sambal dan tomat langsung terasa begitu ia menggigit sandwich. Rasa lapar mengalahkan overthinking-nya kali ini, hanyad alam sekejap sandwich itu sudah habis dan kini ia siap mengganyang egg salad dengan garpu di dalam mulutnya. Ia melangkah ke sofa duduk di sana setelah menyalakan teve. Berniat menikmati makanan itu sambil menonton berita atau apa pun yang dapat ditontonnya.
Sampai hari itu berakhir yang ada di kepalanya hanyalah perasaan kosong yang memakan habis seluruh ruang pikirannya.
**
Ia baru saja pulang dari dinas Bali dengan tubuh dan pikiran yang sama lelahnya.
Damayanti pasrah ketika tangannya dipegangi dari kedua sisi. Tangan kirinya ada Nadira, sedangkan di kanannya ada Farras. Sudah semenjak dari bandara tadi, mereka bertiga tidak berhenti menghubunginya. Menanyakan kapan akan tiba di Jakarta dan tiap lima menit sekali memastikan Damayanti sudah berada di jalan. Yang paling terpenting, Wira tidak akan mengantarnya lebih jauh dari lobi apartemen.
Rhea sudah duduk di sofanya dengan kedua tangan terlipat di dada, kakinya menyilang dan kalau ini kartun, sudah pasti ada api membara di sekelilingnya. Melihat antusias para sahabatnya, sudah pasti ia tidak akan dilepaskan meski pun ia berkata lelah dan perlu istirahat.
"Anak-anak di mana? Gue bawain pia cokelat buat mereka." ibu jarinya menunjuk koper yang berada di belakang tubuhnya. Ia terpaksa duduk di puff chair yang sudah ditempatkan di depan sofa, menggantikan coffee table-nya yang sudah bergeser ke ujung ruangan. Ia merasa seperti pesakitan yang sedang menunggu vonis sekarang.
"Jangan bahas hal gak penting." ketus Rhea yang membuat Nadira ikutan menimpali dengan cepat. "Anak-anak di unitnya Anu, ada Bibinya Kata juga buat bantuin jaga. Jadi, kita punya banyak waktu di sini." Damayanti mengesah, ia sepertinya tidak memiliki jalan keluar dari ini.
"Gimana lo sama Bang Wira bisa punya hubungan?" Farras langsung bertanya tepat ke sasaran, tanpa berbasa-basi.
"Gak ada yang punya hubungan." dan Rhea mendengkus kencang mendengar jawabannya. "I swear, gak ada yang punya hubungan." ia mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya, membentuk tanda V.
"Lho, kata Rhea..." Farras menunjuk ke arahnya dan Rhea bergantian, menggantungkan kalimatnya untuk dilengkapi oleh Damayanti. "Iya, memang Bang Wira bilang suka. Cuma itu aja, gak ada yang lebih."
"No, no no. You can't leave us hanging, we need the detail." kata Farras cepat. Rhea kini mulai melihatnya, meski pun hanya lirikan. Setidaknya itu pertanda baik.
"Bang Wira bilang suka, gue bilang ujungnya mau apa memangnya? Gue tahu, Ibu kepengin Bang Wira nikah dan gue sama sekali gak mau nikah." ujarnya pelan.
"Terus Bang Wira bilang apa?" Rhea kali ini membuka suara, meskipun kadar judesnya masih 80%. Penurunan 20% merupakan perkembangan.
"Dia bilang kalau nikah belum dia pikirin, dia mau lihat sekarang dulu."
"Dan lo jawab?" Pancing Farras.
"Gue gak kasih jawaban apa-apa. Sejujurnya, gue bingung mau jawab apa. Gue gak mau aneh kalau nolak, tapi gue juga gak mau kasih harapan ke Ibu buat hal yang udah pasti gak akan gue lakukan." ia membasahi bibirnya yang kering. Membiarkan otaknya berhenti bekerja, karena ia tahu tidak perlu menyaring ucapannya pada tiga sahabatnya itu. Membiarkan kecemasan yang digenggamnya erat-erat selama di Bali terlepas begitu saja.
"Tapi, yang lo mau apa, Dam?" Nadira bersuara dengan lembut.
Damayanti melipat bibirnya ke dalam sebelum menjawab dengan suara pelan, "Gue...gue gak tahu." ia membuang napas perlahan. "Gue selalu bilang ke diri gue kalau sendiri gak seburuk yang orang-orang pikirkan, tapi ada masanya gue ngerasa perlu dan butuh seseorang buat meluk gue." ia terkekeh dengan pilu. "Bahkan sekedar kehadiran seseorang aja buat semuanya terasa lebih mudah buat dijalani."
"Apa alasan lo mau punya anak karena itu?" Rhea yang terkadang memiliki pemikiran tajam membuatnya termenung sesaat sebelum menganggukkan kepala. "Gue iri ngelihat interaksi Aksa, Kata dan Hime sama kalian. Gue cuma berpikir kalau gue punya anak juga, bakalan ada yang cinta sama gue tanpa syarat apa pun."
7/8/21
I'm not crying, you are crying.
Jangan lupa tinggalin jejak dan pencet bintang supaya cepat apdet ya man teman.
Akan update setelah:
Sequential Love part 26 500 komen
Lover's Dilemma part 26 500 komen
Cooperative Love part 16 500 komenOiya kalau ada tipo, boleh bantu aku dengan komen di paragrafnya ya. Terima kasih!
Ig @akudadodado
Twitter @akudadodado
FB akudadodado
KAMU SEDANG MEMBACA
Lover's Dilemma [FIN]
Roman d'amourMay contain some mature convos & scenes. Menikah tidak ada dalam kamus Damayanti. Satu hal yang membuatnya menerima perjodohan dengan anak teman ibunya adalah karena bakti. Namun, keberuntungan berada di pihaknya ketika pria itu lari tunggang langg...