Lover's Dilemma - 21 - Poinsettia 2/2

3.5K 626 502
                                    

Wira tidak menjawab, masih terdiam menatap langit-langit, hinga sepuluh detik kemudian bersuara tetapi tidak menjawab pertanyaannya. "Dam, kamu yang bakalan berangkat ke Bali buat pameran KCU sana?"

"Iya. Sudah janjian dengan orang sana. Sudah dipesankan tiket dan hotel juga. Kenapa?"

Wira mengangguk-anggukkan kepalanya, "Sudah minta surat dari dokter buat terbang? Kandungannya ok buat diajak naik pesawat?"

Damayanti menyipitkan matanya pada Wira, jika ada yang meragukan keprofesionalannya dalam bekerja meski tengah hamil, seharusnya itu bukan Wira. "Kehamilan aku gak bakalan ganggu kinerjaku di sana, Bang. Mual-mual sudah gak separah sebelumnya, terakhir cek ke dokter juga kondisi sehat. Nanti sebelum berangkat baru minta surat lagi sekalian cek." ucapya setelah ia bertolak pinggang.

"Yakin ikut? Karena kita bakalan ketemu beberapa merchant, lho. Untuk makan malam dan hadir di beberapa acara mereka juga."

"Yakin." ucapnya mantap kemudian otaknya baru memproses ucapan Wira dengan seksama, "Eh, kita?"

"Iya, kita. Aku juga ikut karena diminta Bapak buat gantiin beliau yang gak bisa datang ke undangan merchant. Dan kamu juga diundang, coba tanya sama cabang deh. Undangannya dikirim ke cabang." Damayanti lemas mendengar ucapan Wira. Ada apa sih dengan takdir yang tidak pernah menyetujui rencananya? Padahal, ia sudah membuat beberapa rencana akan bersantai di hotel atau pergi menikmati kuliner mumpung berada di sana. Atau menghabiskan waktu di pantai. Bersantai di pinggir pantai dengan segelas mocktail di tangannya. Matahari yang menyapa kulit serta bau laut yang menggelitik hidungnya. Rencananya sudah amat sempurna untuk direalisasikan.

Lagi-lagi Wira tertawa karena melihat wajah nelangsanya. "Sebentar aja datangnya. Kalau kamu mau extent nanti aku bilang ke Ben supaya setujuin." Usulan yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Damayanti. Walaupun terdengar menggiurkan, ia tidak mau memanfaatkan kedekatannya dengan Wira untuk hal-hal seperti ini. "Gak deh. Jangan bilang apa pun ke Ben. Aku izin sendiri aja. Balik dari sana hari senin. Kita berangkat hari kamis kan?"

"Iya, kamis. Aku baru bisa flight malam. Kamu jam berapa flight-nya?"

Damayanti membuka ponselnya, mengecek jadwal penerbangan yang dikirimkan oleh travel agent padanya melalui email. "Sore. Aku ada meeting juga kayaknya makanya ambil sore." Ia kembali mengantongi ponselnya setelah selesai mengecek.

Wira berpikir sepuluh detik melemparkan pendapatnya, "Kamu flight malam gimana? Biar bareng sama aku." Kembali Damayanti menolaknya mentah-mentah. "Ogah. Aku mau bersantai sebelum diperbudak oleh pekerjaan di Bali."

Wira tertawa sehingga suaranya yang dalam memesuki gendang telinga Damayanti. Membuatnya merasakan sesuatu menggelitik perutnya. "Aku gak segila kerja itu. Aku juga bisa bersenang-senang. Terakhir kita bermain never have I ever, remember?" Wira memberikan kedipan dengan senyum menggoda. Sedangkan Damayanti merengut saat mengingat permainan terkutuk itu. "Bang, kita sudah setuju untuk gak membahas hal ini." Setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh Wira, dan pernah dilakukannya membuat Damayanti harus meminum bergelas-gelas alkohol.

"Aku setuju untuk gak membahas apa yang terjadi setelahnya. Tapi, bukan permainan itu. Itu salah satu argumenku bahwa aku juga bisa bersenang-senang, bukan hanya bekerja." Katanya sambil menggedikkan bahu. "Tapi, Dam, lambat laun kita harus membahas hal itu." lanjutnya, hilang sudah tatapan usil yang dilemparkannya sedari tadi. Kali ini tatapannya berubah menjadi serius

Damayanti dengan cepat memasang wajah lelah sebelum pria itu melanjutkan niatannya. Ia tidak ingin membahas apa pun yang berkaitan dengan malam itu atau melihat perubahan di hubungan mereka yang sudah terjalin puluhan tahun. "Bang, aku capek. Mau tidur." ujarnya. Wira tidak dapat melanjutkan pembahasannya lagi karena Damayanti sudah mengambil pakaian dan memasuki kamar mandi.

Ia bersyukur saat keluar tidak mendapati pria itu di mana pun dalam ruangan ini. Kakinya dipaksa berjalan menuju ranjang. Damayanti berbaring menghadap langit-langit. Potongan kenangan yang membuat keadaannya seperti sekarang seperti berdatangan satu persatu, menggenapi kepingan lainnya bak puzzle yang kini tersusun rapi di kepala Damayanti.

5/6/21

Syalalalalalalala~~~~ ada apa malam itu~~~

Syalalalalalalala~~~~ ada apa malam itu~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lover's Dilemma [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang