Lover's Dilemma - 7 - Vodka Martini 2/2

4.4K 797 114
                                    

Wira berjongkok di sebelahnya. "Bisa berdiri?" Tanyanya lembut. Jarang-jarang ia mendengar nada seperti ini dari pria itu jika bukan karena sakit. Dan kapan ia mendengarnya seperti ini? Oh, saat ia dicampakkan di altar dulu.

Tidak semenyedihkan itu sebenarnya, hanya saja reaksi orang-orang terdekatnya membuat hatinya remuk redam.

"Nanti dulu, Bang. Masih lemes." Damayanti menyandarkan tubuhnya di bilik berwarna abu-abu.

"Mau aku gendong aja?" Wira sudah menyelipkan tangannya di bawah lekukan lutut Damayanti yang langsung ditepisnya.

"Jangan gila, deh. Dilihat orang nanti. Sebentar aja. Oh, boleh minta tolong ambilin botol minumku? Mulutku asam banget, mau kumur-kumur." Wira langsung pergi tanpa memberikan jawaban.

Ia memejamkan mata, menahan keinginan muntah yang berujung tidak keluar apa-apa, bahkan sekedar air pun tidak. Damayanti kembali membuka mata saat langkah terburu-buru terdengar lagi.

"Ini minum kamu. Aku bawa botol kecil yang kamu pegang tadi." Wira menyerahkan botol minumnya yang langsung digunakan untuk berkumur-kumur lebih dari tiga kali. "Ini botol apa?" Damayanti menoleh saat pria itu bertanya dengan botol kecil yang berada di dekat hidungnya.

"Essential oil, buat ngurangin mual."

"Ngaruh?"

Damayanti menggedikkan bahunya, "Lumayan."

"Gak dikasih obat sama dokternya? Rhea dulu minum obat mual." ujar Wira seraya menyodorkan botol kecil yang dipegangnya.

"Belum sempat ke dokter lagi setelah kemarin flek." jawabnya. Jika diingat-ingat, itu kejadian dua minggu yang lalu saat mualnya tidak separah sekarang. Sebutan morning sickness sangat tidak cocok untuknya karena mual terjadi setiap saat.

Damayanti memperhatikan reaksi pria itu untuk mengalihkan rasa mualnya, mata yang dibingkai bulu mata lentik itu membelalak. Baru kali ini ia memperhatikan mata Prawira yang berwarna hitam pekat.

Jika dilihat-lihat, hidung pria itu juga mirip dengan jenis hidung yang sempat dibacanya di salah satu artikel. Damayanti menggali ingatannya, mencari-cari jenis hidung yang dimaksud. Ah! The duchess nose! A straight-edged nose, jenis hidung yang dinamai sesuai dengan pemiliknya. Duchess of Cambridge dan jenis hidung yang digadang-gadang sangat sempurna oleh ahli bedah plastik. Jangan tanya kenapa ia membaca artikel ini dulu.

"Dam? Kamu dengar aku bilang apa gak sih?" Tanya Wira, ada nada kesal yang tertangkap di telinganya dan ekspresi pria itu yang jelas-jelas sangat khawatir. "Ha? Apa Bang?" tanyanya karena benar-benar tidak mendengar apa yang pria itu ucapkan.

Wira mengembuskan napas dengan perlahan. Damayanti menahan dirinya untuk tersenyum melihat pria itu mencoba bersabar padahal kadar emosinya sama meledak-ledaknya dengan Farras sampai terkadang ia heran apa benar Rhea adiknya, bukannya Farras.

"Kamu pulang aja bagaimana? Bawa mobil? Aku masih ada rapat dengan Pak Ridwan, jadi kamu bisa diantar oleh Rudi saja." sarannya.

Damayanti mengenal kedua nama yang disebutkan oleh Wira. Ridwan adalah direksi yang membawahi grupnya sedangkan Rudi adalah supir yang diberikan kantor untuk eselon dua ke atas. Semenyenangkan apa pun saran Wira terdengar di telinganya, ia harus menggelengkan kepala. "Aku juga ada rapat, Bang. Belum bisa pulang."

Alis tebal sebelah kiri pria itu terangkat tinggi-tinggi untuk menyuarakan protesnya tanpa berbicara. "Aku kan juga harus kerja, Bang." Damayanti mencoba memeberikan pembelaan.

"Dan kamu bisa kerja memangnya kalau ada di toilet terus-terusan?"

"Sudah gak terlalu mual, aku bisa balik ke meja."

Wira berdecak, "Jangan dipaksa kerjanya, istirahat sebentar. Aku tadi minta OB buat beli roti dan cemilan, kamu makan yang bisa. Perut harus diisi, Dam."

"Bang, nikah gih biar ada yang dibawelin." rutuknya. Ia paling tidak suka diberitahu apa yang harus dilakukan karena Damayanti tahu batasan tubuhnya sendiri. Ia tahu kapan harus berhenti dan beristirahat. Dan sekarang belum saatnya. Lagi pula, mana bisa ia meninggalkan anak buahnya yang sudah seperti anak ayam kehilangan induk jika ia pulang?

Yak, karena aku mulai ada kesibukan di dunia nyata dan ngejar versi cetak Lover's Dilemma, Sequential Love dan Cooperative Love di bulan Juni/Juli nanti maka mulai dari next chapter bertarget ya.

Chapter 8 (1/2 & 2/2 - jadi langsung 2 chapter upnya nanti) setelah chapter 1-7 masing2 100 komen. Sila spam.

Maaciw yang baca, kasih bintang n komen.

5/2/21

5/2/21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lover's Dilemma [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang