Lover's Dilemma - 4 - Piña Colada 1/2

5.3K 811 112
                                    

"Mbak." panggil salah seorang di timnya. Seorang perempuan muda yang baru bergabung bulan lalu kalau ia tidak salah ingat. Fresh graduate dari salah satu universitas ternama di Jakarta.

"Ya, Karin?" Damayanti memundurkan kursinya ke bagian meja panjang di sisi kanan. Tempat biasanya jika ia berbicara dengan orang, sisi berbeda dari meja kerjanya tapi masih menyambung. "Duduk, Rin. Capek banget berdiri." candanya kala melihat Karin yang berdiri dengan kaku.

Bukannya tertawa, matanya justru berair. "Lho? Kok nangis?" Damayanti mengambil tisu dan menyodorkannya pada Karin yang masih berdiri. "Duduk dulu. Kenapa? Kamu masih digangguin sama Adit dan Dias? Mereka memang suka iseng, tabokin aja kalau kelewatan." lanjutnya, coba bercanda.

Karin memilin bagian keliman roknya, "A-aku lupa kirim email ke logistik kantor pusat untuk booth yang akan dipasang di pameran hari ini, Mbak." akunya dengan sesengukan.

Selain mudah sekali pusing, kehamilan ini membuatnya mudah sekali emosi untuk hal-hal yang diharapkannya dikerjakan dengan baik oleh anggota timnya. Hal sesederhana seperti mengirim email yang sudah tinggal copy-paste. Paling banyak hanya mengganti tanggal, jenis booth yang akan digunakan seperti apa (ini pun sudah tinggal masukkan ke attachment email karena semua desain audah pasti dikerjakan oleh bagian lain) dan acaranya di mana. Karena untuk acara seperti ini, logistik divisinya tidak memiliki gudang sehingga ia harus berurusan dengan pusat yang lebih ribet dan memakan waktu.

Rasanya Damayanti ingin sekali berteriak lantaran dadanya yang penuh dengan emosi. Acara hari ini dan anak buahnya baru mengatakannya sekarang? Pagi-pagi seperti ini? Apa yang diharapkannya? Membuat booth untuk siang nanti dalam empat jam? Memangnya dia Raden Bandung Bondowoso? Tunggu, beliau malah lebih enak karena dikasih waktu semalam oleh Roro Jonggrang.

Ia menengadahkan kepalanya lalu mengembuskan napas dengan kencang. Menatap Karin saja ia tidak sanggup karena takut berteriak. "Kamu kirim email ke logistik pusat. Minta dikeluarin booth yang terakhir kita gunakan di pameran bulan lalu. CC ke Arminta juga karena ini acaranya dia. Siap-siap kena damprat sama dia di email atau telepon, because you deserve it. CC saya juga biar saya bisa teruskan ke atasan di logistik pusat. Kamu hubungi juga orang logistiknya, bilang maaf buru-buru dan kirim makanan ke sana. Telepon katering yang biasa saya pakai, nanti saya yang bayar." Damayanti mengibaskan tangannya pada Karin yang menganggukkan kepala dan meminta maaf dengan tangisan.

Bah, kalau saja tangisan bisa menyelesaikan semuanya. Ia sering kali memilih untuk tetap tenang sehingga lebih mudah berpikir saat di situasi genting. Berbicara saat terlalu bahagia dan diliputi oleh emosi adalah hal yang dihindarinya. Terlalu bahagia membuatmu luput melihat hal-hal yang seharusnya dapat dipikirkan ulang, terlalu terbawa emosi pun demikian. Keduanya bisa berakhir dengan hal buruk.

Damayanti memegangi kepalanya, ia harus memarahi supervisor Karin juga karena luput mengecek kerjaannya.

"Pagi-pagi sudah ada masalah?"

Damayanti melihat ke tempat duduk yang tadi ditempati oleh Karin. Handaru, teman seperjuangannya semenjak MT dulu sudah duduk di sana. Mereka sama-sama sudah menjadi VP, hanya berbeda divisi. Pria itu berada di Corporate Secretary.

"Pusing gue, Han. Bisa-bisanya lupa kirim email. Habis ini gue bakalan ribut sama emaknya Arminta deh."

"Mbak Sinta? Mampus gak lo, habis diteriakin sama dia nanti." Handaru bergidik. Damayanti berdecak, rekan kerjanya yang satu itu memang sangat terkenal tidak tanggung-tanggung saat menghardik orang di depan umum. Terlebih, dia masih menganggapnya anak bau kencur di antara orang-orang yang sudah berada di usia pensiun dengan jabatan setara.

"Aduh, jangan bahas itu deh. Lo ada apaan ke sini?"

"Mau ajak lo sarapan di kantin karyawan. Gue kepengin makan pangsit kuah nih." Handaru mengelus perutnya.

Bayangan kulit pangsit berwarna putih yang memeleh di mulutnya, serta kuah yang gurih membuat Damayanti meneguk ludah dengan kasar. Ok, lupakan masalah ini, sekarang gue perlu makan.

19/1/21

Lover's Dilemma [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang