Gama: 6

308 82 43
                                    


Gama berhenti menulisi buku catatan les matematikanya saat ponselnya berbunyi untuk yang keenam kalinya. Bukan, itu bukan sebuah telpon masuk, melainkan chat beruntun dari seseorang yang belakangan agak sedikit mengganggunya kalau boleh jujur.

"Apa?" Tanya Gama ke Fathan yang sedari tadi menatapnya sedemikian rupa, FYI, mereka satu tempat les ehe.

"Tumben?" Tanya Fathan penuh selidik.

"Tumben apa?" Balas Gama dengan dahi yang berkerut.

"Hape lo rame? Matahari masih terbit di timur kan ya?" Fathan kadang bisa sedrama itu sih.

"Nggak jelas lo Bin, pantes ditolak Kak Mia." Gama and his sarcastic remark memang - memang lah.

"Eh siapa bilang?" Protes Fathan dan yang pasti langsung membuat Gama kembali menoleh kearah sahabatnya itu.

"Gue masih dipertimbangkan sih~" Lanjut Fathan sambil haha - hehe.

"That means lo ditolak." Ucap Gama sambil terkekeh pelan.

Dan tentu saja obrolan mereka setelah itu berhasil mengalihkan perhatian Fathan dari topik awal mereka. Berisiknya hape Gama. Entah manuver Gama yang terlalu mantul atau Fathan yang memang susah fokus. Yang pasti setelah itu Gama tak lagi ditanya - tanya perihal chat masuk bertubi itu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Gaaam!"

Tanpa harus mengalihkan pandangannya dari modul les bahasa Jermannya Gama sudah bisa memastikan siapa yang memanggilnya dengan semangat.

Namanya Yumi. Anak salah satu sekolah internasional yang ada di Jakarta sana yang shift lesnya seharusnya berbeda dengan Gama, tapi setelah mereka simulasi tes B1 bahasa Jerman sebulan yang lalu, tiba - tiba kelas Gama kedatangan murid yang mau pindah jadwal, and of course it's Yumi.

Tidak ada yang aneh memang, toh yang les kan bukan hanya mereka berdua, but it's kinda weird saat Yumi selalu mengajaknya ngobrol ini itu dan juga bertanya hal yang sebenarnya tidak harus dia tanyakan ke Gama. Hanya dengan mengobrol beberapa menit, Gama langsung tau kapasitas otak Yumi yang dianggapnya bagus, jadi seharusnya Yumi bisa belajar tanpa kesulitan yang berarti. Sampai, akhirnya Gama mulai mengerti apa yang sedang terjadi. The pattern is always the same. Dan dengan kemampuan analisanya yang terbilang lebih mantul dari cenayang, it's safe to assume that Yumi likes him. A lot!

"Aw~ manis banget sih udah jagain kursi buat gue~" Ucap Yumi sambil duduk di sebelah Gama setelah memindahkan tas Gama keatas meja.

Gama menghela napasnya, kemudian kembali membalik modulnya tanpa mengacuhkan Yumi yang terus mengoceh di sebelahnya. Tampaknya Gama sudah di titik bodo amat serah lo dah mau ngapain. Is not that he can't reject her or deny her in the first place, it's just. . Dia bukan Juna yang masih bisa sugar coating kata - katanya meskipun orangnya udah kesel setengah mati ataupun Fathan yang bisa pasrah - pasrah aja diganggu semigana pun sampai akhirnya orang yang ganggu nyerah sendiri. Kalau sampai Gama yang meledak, yakin deh Yumi bakal trauma berkepanjangan cuma gara - gara dikata - katain Gama doang.

"Gam. . Lo denger gue nggak sih?"

"Hmm. ."

"Gue ngomong apa coba?"

"Application letter lo buat Ludwig-Maximilians berhasil di submit." Ulang Gama datar.

"Ih pasti bakal lucu banget nggak sih, kalau nanti gue masuk FK, terus lo masuk Tekniknya RWTH Aachen." Yumi masih mengoceh tanpa tau Gama sama sekali tidak tertarik dengan percakapan sepihak itu.

"Terus. ."

Sebelum Yumi mengganggunya lebih lanjut, Gama langsung memotong dengan berkata, "Yum, gue ke toilet bentar ya, kalau Herr Rifki masuk, kasih tau gue ya?"

[✔️] Blue Orangeade [TXT LOCAL AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang