Juna; Ayu: 3

673 137 24
                                    


"Yu, nanti pulang sekolah langsung pulang ya Nak." Ayu menoleh dari piring sarapannya ke si Bunda yang duduk di hadapannya.

"Ada apa Bun? Tumben?" Dahi Ayu berkerut. Tumben - tumbennya Bunda yang biasanya woles jadi rada - rada konservatif dengan jam pulang Ayu. It's not like Ayu suka keluyuran, tapi biasanya Bunda nggak pernah ngurusin dia pulang jam berapa.

Alih - alih menjawab Ayu, Bunda memilih untuk melanjutkan sarapannya dan meninggalkan putri tunggalnya itu dengan segala pertanyaan di kepalanya.

"Ayu jalan, Bun. Assalammualaikum." Pamit Ayu sambil menyalami Bundanya dan keluar dari rumah untuk bergabung dengan lautan manusia di jalanan sana.

"Walaikumsalam. ." Balas Bunda sambil menatap punggung Ayu yang menjauh dari pandangannya.

"Maafin Bunda, Yu."

Ucap Bunda lirih kemudian menelpon nomor yang tadi sedari tadi malam berusaha menghubunginya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ayu tiba di sekolah bersamaan dengan Juna dan Bayu yang baru saja memarkir motor mereka di parkiran.

"Pagi Yuuu~" Sapa Bayu dengan senyumnya. Sejak Ayu mulai lebih banyak mengobrol dengan Juna, teman - temannya otomatis juga ikut ngobrol dengan Ayu. Terutama Gama. Dan prasangka Ayu terhadap Juna dan teman - temannya sedikit demi sedikit mulai berubah. Dulu, mereka berlima itu tampaknya tidak tergapai. Seakan - akan mereka hanya mau bergaul sesama mereka saja. Bukannya tidak membaur dengan seisi kelas. Hanya saja ketika mereka sudah berlima, mereka seakan punya dunia sendiri yang siapa pun tidak akan mengerti atau diizinkan masuk.

Ayu pun sebenarnya nggak ada niat sama sekali untuk mendekatkan diri dengan mereka berlima atau bahkan seluruh manusia yang ada di sekolah itu. Bagi Ayu, asal ia bisa bertahan dan melewati masa sekolah kemudian pergi tanpa beban apapun, itu sudah cukup.

Namun agaknya, Tuhan berkata lain. Usaha Ayu sepertinya nggak akan semudah itu karena seseorang yang belakangan membuat jantungnya berdetak lebih cepat disaat seharusnya ia tidak berhak merasakan perasaan itu.

"Lo jadi temen jangan nikung napa sih Boy!"

Arjuna Yudhistira.

"Dijadiin makanya, jangan ditemenin mulu!" Cibir Bayu ke Juna yang sudah siap ngegeplak temannya itu.

"Yu, jangan mau sama si Juna! Cemen dia mah!" Cecar Bayu.

Jujur, Ayu risih dengan kelakuan teman - teman Juna yang seakan - akan tidak melihat tembok batas yang sengaja Ayu bangun dari dulu, tapi di satu sisi Ayu mulai terbiasa dengan kegaduhan yang mereka buat.

"Yang bilang gue mau sama dia siapa?" Balas Ayu sekenanya.

"Anjir! Savage Mbul! Yang tabah lo Mbul!" Bayu tertawa terpingkal - pingkal sambil menepuk bahu Juna.

Kapan terakhir kali Ayu bercanda sebebas ini tanpa takut mulut savage-nya melukai perasaan orang lain? Entah lah.

"Becandaan Bayu nggak usah lo dengerin Ay." Ucap Juna saat mereka berdua sudah duduk di meja Ayu. Masih ingat kan kalau jam Bahasa Inggris mereka harus semeja?

"Santai Jun." Balas Ayu sambil mengeluarkan buku pelajaran pertama mereka.

"Ay. . Gue boleh nanya nggak?"

[✔️] Blue Orangeade [TXT LOCAL AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang