Gama berhenti menekan keyboad PC-nya saat ia mendengar pintu kamarnya diketuk beberapa kali.
"Ma?" Ucap Gama pada wanita paruh baya yang masih cantik untuk seumurannya itu.
"Boleh Mama masuk?" Yup, itu mamanya Gama.
Gama menganggukkan kepalanya, memberi isyarat kalau ibunya itu boleh masuk ke dalam.
"Gam." Panggil Mamanya Gama sambil duduk di kasur anaknya itu.
Alih - alih menjawab, Gama memilih untuk menunggu Mama menyelesaikan perkataannya.
"Masih keras hati ko ke Jerman?"
Gama menganggukkan kepalanya. Sampai saat ini Mama memang masih belum memberi restunya pada Gama. Tapi, Gama tetap nekat karena ia sudah mengantongi ijin dari Papa.
"Iya, Ma." Jawab Gama seperti kemarin - kemarin.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kenapa harus sejauh itu? Di Indonesia kan masih banyak kampus bagus? Anak Mama cuma tinggal ko aja Gam. Kalo ko pergi, Mama sama siapa?"
"Sama Papa."
"Gamaliel. ."
"Ma, aku pergi kuliah cuma. Aku pasti pulang lah. Aku masih Gamaliel Nasution. Masih anak Mama Papa." Jelas Gama sambil menggenggam tangan Mama.
"Haaaaah. . . Nggak ko, nggak Gilbert sama aja kepala batunya!"
Gama tersenyum simpul mendengar omelan ibunya yang sedang berjalan keluar dari kamarnya. It feels nice saat mereka bisa membicarakan Gilbert tanpa harus bermuram durja. Karena Gilbert memang sepantas itu diingat tanpa air mata. Seperi yang ia minta.
Gilbert si jenaka yang berbanding 360 derajat dengan Gama itu selalu berkata, ia sudah cukup bahagia saat orang - orang memikirkannya ketika mereka tertawa.
Gama meraih sebuah pigura di dekat komputernya. Di dalam sana ada foto keluarganya yang diambil saat Gilbert lulus SMA. Dibalik pigura itu tersimpan rapi sebuah kertas yang selalu Gama baca ketika ia butuh sesuatu untuk menyemangatinya. Hari itu Gama mengeluarkan kertas itu dan membacanya untuk entah untuk keberapa ratus kalinya.
Gama tersenyum membaca baris pertama surat itu.
Dear Mr. Nasution
We are pleased to inform you that you have been accepted. . .
Kalau saja Gilbert masih ada Jerman pasti akan menjadi rumah kedua Gama dengan Gilbert yang menyambutnya disana.
"Bang, aku ke Jerman duluan ya."
. . . . . . . . .
"Gam. ." Sapa Ayu saat Gama sedang duduk di pinggir lapangan basket. Sementara Juna, Bayu dan Fathan sedang 3 on 3 di lapangan sana melawan anak kelas sebelas lumayan akrab dengan Bayu.