Dahyun menghela nafasnya pelan. Lalu berlahan menatap Sana lagi.
"Tidurlah Eonnie. Ini sudah tengah malam" perintah masuk ke dalam telinga milik Sana. Jelas mengagetkan gadis Jepang itu. Karena kalimat itu bukanlah hal yang ingin Ia dengar dari Dahyun.
"Dahyun?"
Sang pemilik nama tersenyum. Berlahan mendekati lalu mengusap lembut pipi gadis yang lebih tua darinya itu. Rasa lembut menerpa kulit tangan. Cukup dengan menyentuh sedikit saja seperti ini sudah Dahyun syukuri.
"Tidurlah. Eonnie butuh istirahat. Aku tidak ingin Eonnie sakit" Dahyun menurunkan tangannya. Dia tak sanggup membuat skinship terlalu lama pada Sana.
Langkah kembali dilakukan Dahyun. Dia harus pergi secepatnya. Tapi sialnya tangan kembali ditahan.
"Aku sedang menunggu Jeongyeon. Jadi aku tak bisa tidur. Aku boleh ikut denganmu ke dapur?"
Sebelah tangan refleks terkepal. Kalimat itu terlalu menyakitkan.
Menunggu Jeongyeon katanya?
Sungguh kalimat yang bisa dengan mudah mengiris hati.Dahyun menarik tangannya agar terlepas dari Sana. Lalu menatap gadis itu kilas.
"Lakukan yang ingin Eonnie lakukan" Dahyun berucap datar lalu berjalan lebih dulu. Sana terlihat senang. Dengan gembira Ia mengikuti dongsaengnya itu.
"Aku akan membuatkanmu seperti biasa" Sana menahan Dahyun yang terlihat mulai sibuk mengambil gelas.
"Biar ak-"
"Duduklah" Sana memotong ucapan. Bahkan terlihat menarik Dahyun dan menempatkan gadis Kim itu untuk duduk di salah satu kursi meja makan. Sana menunduk sedikit. Menyamakan tinggi mereka. "Diam disini. Biar aku yang buat kan"
Dahyun memejamkan mata ketika Sana berbalik ke pantry dan mulai sibuk. Tangannya juga kembali terkepal. Helaan nafas cukup berat pun Ia keluarkan.
"Rasanya sudah lama aku tidak membuatkan minuman kesukaanmu ini. Aku masih ingat kau susah sekali tidur jika tak meminumnya" Sana berucap. "Kau benar-benar menggemaskan. Kebiasaanmu ini seperti anak kecil. Kau tau itu?" kekehan kecil Sana terdengar. "Aku rasanya beruntung memilik adik semenggemaskan dirimu Dahyun-a" Sana berbalik sebentar menatap Dahyun dengan senyuman yang terbentuk.
Dahyun tak menjawab. Matanya hanya lekat menatap punggung milik Sana kini. Bibir bawah di gigit menahan deraian air mata yang ingin keluar. Hingga tak sadar darah mulai keluar dari bibir miliknya itu.
Bagaimana bisa hatinya di permainkan semudah ini oleh gadis itu?
Ini terlalu menyakitkan."Dahyun?" suara teguran dengan intonasi cukup tinggi mengagetkan Dahyun. Dia tadi sedikit menghayal.
"E-eoh?" Dahyun terkejut kala mendapati Sana sudah berdiri di depannya. Menatapnya heran.
"waegure? Apa ada masalah sampai kau menghayal begitu?"
"A-Ani Eonnie" Dahyun menggeleng lalu bangun dari duduknya. "Dan terima kasih untuk minumannya. Aku mau ke kamarku dulu"
"Dahyun!" Sana jelas menahan.
Yang ditahan membuat kontak mata.
"Bibirmu..bibirmu berdarah Dahyun" Sana terlihat khawatir. Dia baru menyadari hal itu karena mereka memang tak menghidupkan lampu. Hanya berandalkan cahaya bulan yang cukup terang.
Dahyun juga kaget. Reflek menyentuh bibirnya dengan telunjuknya lalu melihatnya. Darah terlihat di ujung jari.
"Bi-Biar ku obati" Sana berucap dengan gemetar. Dahyun dibuat bingung olehnya. Itu tidak mungkin jika Sana terlihat kalut dan khawatir berlebihan hanya karena luka kecil dibibirnya.