47. balik?

47 1 0
                                    

Sheila terbaring lemah diatas brangkar rumah sakit. Perlahan matanya terbuka. Menyesuaikan cahaya yang menusuk mata nya.
Vania yang menyadari kesadaran Sheila sontak langsung mendekat ke brangkar Sheila.

"Sayang? Gimana keadaan kamu?" tanya Vania untuk memastikan.

Sheila menggeleng lemah. Berusaha tersenyum. "Sheila nggak papa, ma. Bayi Sheila gimana? "

Vania tersenyum lega. Membawa tangan nya ke atas perut Sheila sembari mengelus nya. "Cucu mama nggak papa kok."

Tak lama wajah Vania berubah menjadi sedih. Menahan air mata yang hendak terjatuh.

"Udah mama bilangin sama kamu, kalau nggak kuat pulang sayang. Bukan kayak gini, kalau begini... Hiks... Kamu dan bayi nya bisa terancam."

Mata Sheila ikut berkaca kaca karena Vania. Sheila jelas tidak bisa melihat seseorang yang menangis dihadapan nya. Jika pun ada ia akan ikut menangis.

"Mama jangan kayak gini dong, Sheila ikutan nangis nih," ujar Sheila sembari mengusap air mata Vania.

Vania terkekekh pelan. Ia mengangguk. Lalu mengusap air mata yang mengalir.

Setelah itu ia langsung menghapus air mata yang keluar dari mata Sheila.

"Kamu juga."

Sheila tersenyum. Kemudian menatap sekitar yang hanya ada sang ibu.

"Mama sendiri an? " Tanya Sheila.
Vania ikut menatap sekitar. Mengangguk.

"Yang lain pada izin makan. Kalau papa mu ada urusan penting bisnis nya. Rela nggak rela dia harus ninggalin kita sebentar."

"Kak Devan?"

Satu nama yang membuat Vania terdiam. Anak nya ini jelas jelas sangat menyayangi Devan. Namun, orang itu tak berada bersama nya.

"Kamu mau makan nggak? Biar mama Minta sama suster—"

"Ma..." lirih Sheila.

Vania terdiam. Menatap wajah anak nya yang kembali berkaca kaca.

"Kak Devan nggak kesini? Dia nggak mau liat anak nya? Dia nggak sayang sama Shei lagi ma?"

Sheila berusaha untuk mendudukkan badan nya yang terasa sangat berat.

"Jangan duduk, kamu baru aja bangun, sayang." Tahan Vania.

Sheila menggeleng. Ia berusaha untuk duduk walau pusing langsung menyerang kepala nya. Sungguh menyiksa jika harus begini.

"Ma..."

Vania mengangguk pasrah. "Suami kamu belum jenguk kamu. Devan cuma belum tau kalau kamu ngandung, kalau dia tau pasti dia langsung ngacir kesini. Nggak usah sedih sayang, Devan cinta sama kamu. Kamu tenang aja nanti si Arka bakal nyari Devan kok."

Sheila terisak. Air mata nya semakin mengalir deras. Sakit di dada nya tak kunjung hilang. Rasa kesepian menyeruak. Ia memukul dada nya yang terasa sesak.

Vania ikut menangis. Vania langsung duduk di atas brangkar Sheila dan memeluk tubuh Sheola erat. Mengelus punggung Sheila penuh kasih sayang.

"Sabar, sayang. Devan pasti bakal balik kok," tenang Vania.

Di dalam dekapan Vania, Sheila menggeleng. "Kak Devan nggak mau balik ma, Shei udah coba telepon kak Devan.." tangis Sheila.

Vania menghela nafas. "Kalau Devan nggak sayang sama kamu,mama cariin yang lebih baik dari Devan. So, don't crying honey."

Disela sela itu Sheila menggeleng. Tak ada yang lebih baik daripada Devan. Hanya Devan...

***

Akulah Takdir muTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang