38. Pulang

38 0 0
                                    

"kamu lupa yang mana suami kamu?" Tanya Devan.

Sheila mengerutkan kening nya, "Hah? Shei punya suami yah? Shei masii smaa."

Devan langsung menatap Sheila tak percaya, "Kamu lupa kakak? Kamu lupa apa yang sudah kita lakuin?"

"Kakak? Kakak siapa sih?" Tanya Sheila.

Jantung Devan langsung berdebar kencang, dada nya seperti di hantam.

"Ma? Shei kenapa?" Tanya Devan kepada Vania.

Vania menggeleng, dia pun juga bingung. Perasaan tidak ada benturan di kepala Sheila.

Xabiru tersenyum geli, anak nya ini hanya pura pura. Ia tau pasti.

Sheila berusaha mendudukkan diri nya, "jangan dududk dulu," ujar Vania.

Sedangkan Devan hanya berusaha menahan air mata nya agar tak keluar.

Xabiru memukul pelan bahu Sheila, "Jangan kayak gitu ah... Suami kamu udah mau nangis ini," ujar Xabiru.

Sheila pun langsung menatap Devan kembali, terkekeh pelan.

"Mama sama papa keluar sana, biar Shei sama kak Devan," usir Sheila.

Xabiru dan Vania geleng geleng dengan sikap anak nya yang satu ini.

"Nggak usah nangis kali," ujar Sheila. Devan langsung melap air mata nya yang keluar.

"Nggak ada yang nangis!" Balas Devan tak terima.

Tiba tiba kekehan singkat Sheila berhenti, wajah nya langsung berubah serius, "Kakak gak papa kan?"

Devan tersenyum miris, "Selama nggak ada kamu, kakak nggak baik baik aja."

Sheila menghela nafas, "Kaki kakak pasti sakit kan? Pasti karena Sheila?"

Devan menggeleng, "Sakit ini gak ada apa apa nya daripada ngelihat Lorenzo yang nagsih nafas buatan untuk kamu."

Sheila menundukkan kepala nya, "Maaf."

Devan mengangkat dagu Sheila agar menatap mata nya, "Jangan menunduk kamu nggak tau seberapa kangen nya aku melihat mata mu yabg terbuka."

"Berapa lama Shei nggak sadar?" Tanya Sheila.

"Seminggu. Kamu ngapain sih tidur nya lama banget, ada yang lebih tampan dari kakak?" Tanya Devan raut kesal nya.

Sheila menggeleng, "gelap, dingin, dalam, sendiri an."

Devan mengerutkan kening nya, "Maksud kamu?"

"Itu yang Sheila temuin."

Hati Devan mencelos jika sudah seperti ini ia tau apa maksud gadis itu.

Devan menggeleng, menggenggam tangan Sheila erat.

"Kamu nggak akan bertemu dengan itu lagi, kamu nggak sendirian, ada kakak."

Sheila mengangguk, "Mau peluk..." Pinta Sheila.

Devan tersenyum, terus menggeleng, "Kakak nggak bisa berdiri."

Sheila menatap Devan Lamat, "Maksudnya?"

Devan menundukkan kepala nya, bahkan air mata nya mulai menetes.

"Kakak lumpuh."

Hati Sheila mencelos, dada nya langsung terasa sempit. Sheila jarang mihat Devan seperti ini, sungguh pemandangan yang menyedihkan.

Sheila berusaha tersenyum, "Loh? Emang kenapa kalau lumpuh? Kakak masih bisa peluk Sheila? Kan cuma kaki kakak doang yang sakit, badan kakak masih bisa jadi tempat pelukan Sheila kan?"

Akulah Takdir muTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang