I want you to know that I'm never leaving
'Cause I'm Mrs. Snow, 'til death we'll be freezing
Yeah, you are my home, my home for all seasons
So come on, let's go***
Pak Harry bergeming di depan pintu kamar Anna. Tidak diketuk. Tangan kanannya lalu memegang pintu kamar Anna, wajahnya tertunduk ke bawah. Sementara Anna sendiri menangis terduduk disisi lain pintunya. Pak Harry yakin Anna sedang menangis. Ingin sekali ia memeluknya. Namun ia urungkan niat itu. Akhirnya setelah menghelas nafas besar, ia menuju kamarnya sendiri.
Pak Harry belum menyerah. Belum ada kata-kata mundur yang terlintas di kepalanya. Pak Harry sangat yakin Anna hanya butuh waktu untuk sekarang. Dan Pak Harry akan memberikannya waktu untuk saat ini.
Sebenarnya di dalam benak Pak Harry, ia tidak ingin melamar Anna malam itu. Ini salahnya. Anna pasti sangat kaget. Pak Harry juga harus memaklumi perilaku Anna kemarin. Karena bagaimana pun, Anna masih remaja. Orang yang dipacarinya itu masih remaja. Belum dewasa. Pikiran Anna tidak bisa dipaksakan untuk jadi dewasa dengan sekejap mata. Karena pernikahan bukanlah hal untuk main-main. Semua harus dipersiapkan baik fisik maupun mental. Baik Pak Harry maupun Anna. Pak Harry sadar akan itu dan sudah menerima sejak pertama kali hatinya bergetar saat melihat Anna.
Anna butuh bimbingan untuk saat ini dan Pak Harry bersedia seribu kali untuk membimbing Anna.
Sementara Pak Harry sedang mengacak rambutnya di ruang televisi tempat ia dan Anna biasa cuddling dan mengobrol, Anna masih terus menangis di pintu.
Sebenarnya terbesit perasaan menyesal karena telat membuat scene di Bandung kemarin. Namun bagaimana pun juga, tentu saja Anna kaget. Sangat kaget. Semua terjadi begitu cepat dan Anna akhirnya menekan tombol pause. Anna butuh waktu untuk berpikir.
"Nak, udah mendingan?" tanya Mama Anna saat sedang video call seperti biasa. Diwajah Mamanya tampak raut khawatir.
Anna menghela nafas lalu mengangguk.
Seorang anak dan ibunya pasti mempunyai ikatan batin. Itu yang dirasakan oleh Mama Anna. Beliau langsung menelpon Anna keesokan paginya karena hatinya tidak tenang. Setelah menangis pagi subuh tadi, Anna akhirnya tertidur sebentar dan terbangun lagi karena suara telfon dari HPnya.
"Ada apa VC pagi-pagi Ma? Di Iran bukannya sekarang jam," Anna terdiam sebentar karena menghitung di kepalanya. "5 subuh?"
Mamanya tertawa. "Iya, Na, Mama mau sekalian nunggu adzan subuh. Lagian masa Mama gak boleh nelfon anak Mama satu-satunya sih? Kamu gak kangen apa sama Mama dan Papa?"
Anna tertawa renyah. "Kangen dong Ma. Mama kok ngomong gitu sih? Jangan-jangan Mama lagi nih ya gak kangen sama Anna. Senang kan Mama udah di Iran sekarang berpisah sama Anna yang di Indonesia? Yakan yakan yakaaaaan?" Anna menuduh Mamanya dengan nada bercanda. Sontak Mama Anna langsung tertawa geli mendengar perkataan anaknya itu.
"Tuh tahu kamu, Na." jawab Mamanya bercanda.
Anna mendengus berat lalu memutarkan matanya sendiri. Mama Anna melihatnya hanya bisa menggeleng-geleng. "Huuu."
"Bercanda sayang. Pasti dong Mama sama Papa sedih harus berpisah dari kamu, Nak."
Anna lalu tersadar mendengar Papanya disebut. "Papa masih tidur ya Ma? Kebooo."
Mamanya tertawa. "Hush, tapi iya Nak. Kemarin Papa kamu itu kerja sampai tengah malam. Padahal Mama udah wanti-wanti untuk istirahat aja, takut ngedrop karena kerja terus. Mau Mama bangunin, tapi nanti aja deh kalau udah adzan. Pules banget Papa kamu tidurnya, kecapaian pasti. Lagian untungnya sekarang hari libur. Bisa lah Papa kamu tidur seharian." Mamanya mengarahkan HPnya ke Papa Anna yang tertidur di dalam selimut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anna & Harry
RomanceHubungan antara murid, 17 tahun, dan guru, 38 tahun, dimulai ketika mereka tinggal di apartemen yang sama dan lantai yang sama. Akankah hubungan itu berlanjut? Atau harus terhenti mengingat usia dan status kedudukan mereka yang jauh berbeda?