Maybe this time tomorrow
I'll discover this ain't really real
'Cause it struck me like lightning
Like a bolt out of the blue***
Malam itu, Anna terbangun karena merasa tenggorokannya kering. Diambilnya segelas air mineral yang berada di dapur lalu langsung diteguknya hingga habis. Bukan hanya tenggorokan kering yang membuatnya terbangun. Namun sejak tadi perasaan Anna ada yang tidak enak. Entah apa. Jantungnya terus saja berdegub kencang . Anna merasa ada sesuatu yang tidak beres yang sedang terjadi.
Bukan, bukan tentang Pak Harry. Anna akan merasakan kupu-kupu diperutnya jika ini tentang dia. Tapi yang Anna rasakan adalah perasaan kalut, yang sejak bangun tidur tadi terus dirasanya.
Ingin sekali dia menelpon Mama Papanya. Tapi niat itu diurungkan mengingat sekarang sudah jam 12 malam dan di Malaysia sekitar jam 1 pagi. Anna takut akan menganggu mereka karena ia tahu Papanya sedang bekerja dengan keras.
Akhirnya diputuskannya untuk menganggu Desi.
Saat Anna ingin menekan tombol call di HPnya, tiba-tiba ada panggilan masuk dari Papanya. Buru-buru Anna menekan tombol terima di HPnya.
"Halo, Pa? Ada apa telpon malam gini?" tanya Anna berusaha tenang. Tapi intonasi suaranya tidak bisa dibohongi.
Dari sana, Papanya juga mengikuti Anna. Papanya berusaha tenang dan tidak menangis. "Halo, Anna? Kok langsung diangkat, Nak? Belum tidur?" tanya balik Papanya dengan suara bergetar dan berusaha mencairkan suasana agar Anna tidak khawatir.
"Pa," Anna menghela nafas kasar. "Pasti ada sesuatu kan telpon malam-malam gini? Gak kaya biasanya loh."
"Na, tenang dulu ya."
"Pa, kenapa sih?"
Anna bisa mendengar dari arah sebrang bahwa Papanya sedang berada di rumah sakit. Ini terbukti dari latar belakang suara, ada suara suster dan dokter yang sedang berbincang, serta suara dari mesin rumah sakit. Anna bisa mengetahuinya karena dulu ia pernah di rawat selesai operasi usus buntu dan ia juga pernah menemani Desi yang sakit typus.
"Anna, tenang dulu ya. Dengerin Papa. Ini enggak apa-apa kok. Papa cuma ingin kasih tahu biar Anna ikut mendoakan."
"Iya Pa," Anna menangis tidak tahu kenapa. "Perasaan Anna dari tadi gak enak. Kenapa?"
"Mama kamu ada dirumah sakit sekarang."
Seakan dunia tiba-tiba runtuh. Anna menangis kencang, padahal ia belum tahu mengapa Mamanya bisa ada dirumah sakit. Penyakit overthinking Anna kembali muncul disaat yang tidak tepat. Ia memikirkan segala kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi kepada Mamanya.
"Ke...kenapa Pa?" Anna menanyakan kepada Papanya sambil menangis sesengrukan.
"Anna, tenang dulu Nak. Tenang. Mama gak apa-apa kok." Papanya berkata selembut mungkin agar Anna tidak panik.
Tangis Anna makin mejadi-jadi. "Pa! Mama kenapa? Jangan tutup-tutupin dari Anna. Anna mau tahu Pa."
"Kamu tahu kan Mama ada hipotensi? Penyakit darah rendah?"
Anna mengangguk. "Iya Pa."
"Sejak sore, Mama ngerasa pusing kaya kekurangan darah biasa. Memang akhir-akhir ini Papa sibuk sekali untuk menghadiri rapat dan Mama selalu menemani Papa. Mama selalu menjaga Papa agar Papa gak kurang tidur, makan, dan kesehatan Papa dipantau terus. Rupanya karena sibuk mengurus Papa, Mama lupa mengurus dirinya sendiri. Jadilah Mama yang kurang makan, kurang istirahat, kurang minum, padahal semua itu krusial sekali untuk penyakit Mama," Papa Anna berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya. "Mama kekurangan vitamin B12 dan folat serta dehidrasi. Jadinya, mama ngerasa pusing hari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anna & Harry
RomanceHubungan antara murid, 17 tahun, dan guru, 38 tahun, dimulai ketika mereka tinggal di apartemen yang sama dan lantai yang sama. Akankah hubungan itu berlanjut? Atau harus terhenti mengingat usia dan status kedudukan mereka yang jauh berbeda?