Part 15 - Grogi

3.8K 190 5
                                    

Yeah it's all alright

I guess it's all alright

I got nothing left inside my chest

But it's all alright

***

"Sudah siap memesan Pak, Mbak?" tanya pelayan kedai yang memegang buku catatan kecil lengkap dengan pulpennya sambil menatap Pak Harry dan Anna.

"Ah iya. Saya paket satu."

"Paket satu," ulang pelayannya sambil menulis kembali pesanan Pak Harry. "Mbaknya?"

"Disamakan saja, Mas."

Pelayan itu kembali menulis pesanan di buku catatan kecilnya. "Baik. Jadi paket satunya dua ya?"

Pak Harry dan Anna sama-sama mengangguk.

"Ditunggu sekitar 10 sampai 15 menit ya Pak, Mbak. Kalau ada pesanan lagi, bisa langsung ke kasir. Untuk pembayarannya, kami disini menggunakan pembayaran metode cashless yaitu bisa melalui gopay, ovo, maupun melalui ATM. Pembayarannya dilakukan setelah selesai makan."

"Oke Mas." kata Pak Harry.

"Baik. Pak, Mbak."

Pelayan itu kembali ke arah meja kasir dan mengulangi pesanan Pak Harry dan Anna kepada rekannya yang bertugas di dapur. Terlihat, rekannya itu langsung memasak makanan sesuai pesanan Pak Harry dan Anna.

"Canggih ya Pak. Sekarang sudah cashless." kata Anna memecah kesunyian antara Pak Harry dan Anna.

"Ya memang. Sudah semakin maju. Lama-lama melihat menu sudah tidak pakai buku menu lagi, tapi pakai aplikasi." Pak Harry mencoba melucu.

"Ah, sudah ada restoran yang seperti itu Pak!" seru Anna.

Pak Harry tampak terkejut. "Oh iya? Resto apa? Saya kok baru tahu ya."

"Burger Brother Pak. Kemarin saya sama yang lain baru makan di situ. Bapak kudet deh." cerocos Anna asal. Baru dia menyadari bahwa lagi-lagi dia meledek Pak Harry dengan omongannya. Anna merutuk dalam hati mengapa omongannya tidak bisa disaring.

Takut-takut Anna menatap pujaan hatinya tersebut.

Yang ditatap malah tertawa lebar.

"Nanti saya coba makan di sana." kata Pak Harry setelah selesai tertawa.

Anna ingin memanfaatkan momen ini untuk mengorek tentang status Pak Harry. Apakah dia sudah mempunyai pacar atau belum, siapakah wanita itu, dan lainnya. Anna harus bisa mengetahui hal-hal tersebut.

"Coba aja Pak. Oh iya kemarin saya melihat ada diskon untuk couple. Bisa ajak teman Bapak yang waktu itu aja."

Anna lalu mengulang kalimatnya di dalam otaknya. Dia merasa terlalu agresif bekata seperti itu kepada Pak Harry.

Kening Pak Harry berkerut. "Siapa... oh! Erlin maksud kamu?"

"Siapa Pak?"

"Erlin, wanita yang waktu itu kamu lihat bersama saya di Kafe kan?"

Anna mengangguk.

Pak Harry tertawa. "Ya ampun. Erlin itu sepupu dari Ibu saya. Kebetulan dia dan suaminya sedang berkunjung ke Jakarta untuk urusan pekerjaan. Sewaktu itu suaminya sedang kerja dan minta dibelikan rendang untuk makan siang. Jadi saya dan Erlin beli di Kafe itu." Pak Harry menjelaskan.

Seketika Anna langsung lega mendengar penjelasan dari Pak Harry. Namun tentu saja, Anna tidak menunjukkannya. Hanya sekedar menggangguk saja.

"Terima kasih infonya, by the way." Pak Harry tersenyum yang membuat hati Anna menjadi sejuk. Anna seperti terhipnotis oleh senyumannya. 

Pak Harry menatapnya bingung. "An? An!"

Panggilan Pak Harry menyadarkan Anna. "Eh, eh?"

"Apa kepala kamu kena benda tumpul tadi pas kamu terjatuh di kantin?" tanya Pak Harry khawatir.

"Ha? Engga. Kenapa Bapak bertanya begitu?"

"Kamu bengong."

Pipi Anna merona merah. "Ah iya? Gak sadar saya."

Anna malu setengah mati. Untung saja, pesanan makanan mereka diantar oleh pelayan kedai ke meja mereka.

"Silahkan. Selamat menikmati."

Mereka makan dalam diam. Hanya ada suara obrolan dari meja sebelah serta lantunan musik pop yang terdengar dari speaker kedai. Anna terlalu malu untuk mengangkat kepala dan menatap wajah Pak Harry.

"An." panggil Pak Harry memecah kesunyian.

Anna mendongak. "Ya, Pak?"

"Enak makanannya?"

"Lumayan Pak."

"Jika enak, kok dari tadi makannya gak habis-habis?"

Memang, Anna dari tadi memakan makanan sedikit-sedikit. Itu yang dilakukan Anna jika dirinya sedang grogi dan deg-degan. Hingga Pak Harry bertanya, makanannya masih bisa dibilang utuh sementara milik Pak Harry tinggal sedikit. 

Anna hanya membalasnya dengan tertawa. Langsung Anna memakan makanannya dengan sangat cepat.

"Pelan-pelan An. Nanti bisa tersedak loh."

Namun telat. Begitu Pak Harry berkata seperti itu, Anna sudah tersedak. Anna terbatuk-batuk, berusaha membersihkan tenggorokannya dari kumpulan makanan yang dimakannya tanpa jeda. 

Pak Harry berdiri dan buru-buru menyerahkan segelas air putih. Di tepuknya punggung Anna, hingga Anna berhenti batuk-batuk.

"Ehm, terima kasih Pak."

Pak Harry kembali menuju kursinya. "Ya ampun An. Kamu lagi grogi ya?"

Anna kembali meminum untuk menghilangkan warna pipinya yang Anna yakin sekarang berubah warna merah. Selesai minum dan setelah ia yakin pipinya sudah kembali ke warna normal, Anna menjawab. "Ha? Grogi kenapa? Enggak ah."

Pak Harry tertawa kecil lalu menyuapkan suapan terakhir ke mulut sendiri. "Menurut pengalaman saya, kalau wanita sedang grogi ya akan tersedak."

"Ih Pak. Tersedak itu gara-gara makan terlalu cepat ya!" kelak Anna tidak terima. Dan takut ketahuan juga.

Pak Harry hanya mengangguk kecil. "Ya sudah. Pelan-pelan dihabiskan ya."

Selesai makan dan membayar, Pak Harry dan Anna masuk menuju mobilnya untuk pulang ke apartemen. Selama diperjalanan, Pak Harry dan Anna hanya mengobrol seperlunya saja. Sebagian besar Anna yang memulai karena Pak Harry nyaris tidak pernah bertanya kepadanya.

Karena dirasa sudah tidak ada yang ingin ditanyakan lagi, Anna kembali terdiam.

Lalu saat lampu merah, Pak Harry menatap Anna. Tangannya secara lambat menyentuh rambut Anna. Jantung Anna berdetak seribu kali lebih cepat dari biasanya. 

Anna memejamkan mata.

Namun tidak terjadi apa-apa.

Anna kembali membuka matanya dan melirik Pak Harry yang kini menatap lurus ke arah jalan.

"Tadi ada daun di rambut kamu." ujarnya sambil terus menatap lurus ke jalanan.

Anna mau mati saja.

***

Hello,

Aku merasa part kali ini cuma sedikit. Gak apa-apa ya?

Hehehe

Sampai bertemu lagi!

x0x0,

Ariana

Anna & HarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang