EXTRA PART #5

341 50 2
                                    

Warning kekerasan!

H A P P Y   R E A D I N G

! ! !

SAADAN memutar kursi belajarnya. Tatapannya menyorot tajam ke arah seseorang yang sedang duduk di tempat tidurnya.

“Apa lo bilang?”

Salim berdecak.

“Bang, bukannya itu satu-satunya cara balas dendam ke perempuan yang paling mudah? Dengan senang hati gue akan bantu rencanain semuanya.”

Saadan mengernyit tak suka. “Cara mudah?”

Salim mengangguk.

“Dengan begitu, lo gak cuma hancurin satu orang. Tapi lo akan hancurin semua orang sekaligus. Dan lo bisa dengan mudah ambil Beryl dari kak Aruna. Kalau bisa semudah itu, why not?”

“Lim.”

“Seiblis-iblisnya gue, gue gak akan pernah lakuin hal sekotor itu.”

Salim menyugar rambut tebalnya. “Bukannya lo suka sama Beryl? Apa lo gak mau supaya dia bisa jadi milik lo seutuhnya?”

Hening.

Salim terkekeh sinis. “Udah deh, Bang. Jangan muna. Gue tau lo cowok normal. Kalo lo mau lakuin ‘itu,’ ya udah lakuin aja. Gue janji setelah itu gue gak akan pernah sakiti dia. Kita akhiri balas dendam ini sampe di sini, gue bisa jamin itu.”

Lagi-lagi Saadan diam tak menjawab.

Paham kan apa yang Salim maksud? Ya, Salim ingin agar Saadan merenggut ‘kehormatan’ Beryl secara paksa.

Well, sekarang kita tau siapa iblis yang sebenarnya.

Ya, iblis sebenarnya.

“Selama ini lo udah kerja keras buat perusahaannya Papa. Buat apa juga sekolah? Lo udah jauh di atas kata pinter, Bang.”

“Lagian bentar lagi lo juga lulus SMA, kan? Lo lupa apa yang Om Marcel bilang minggu lalu? Dia minta supaya lulus sekolah, lo harus segera nikah, kan? Kalo lo maunya sama Beryl, ya udah lakuin aja. Gue akan bantu urus semuanya.”

“Atau lo mau gue yang lakuin itㅡ”

Ctarrr!!!

Saadan melempar gelas di dekatnya hingga membentur lantai dan pecah. “Jaga mulut lo, Lim!”

“Beryl gak cuma target kita, tapi dia juga adiknya Arkananta. Apa lo lupa gimana baiknya Nanta ke lo selama ini? Dan dengan bodohnya lo mau ‘rusak’ Beryl cuma karena ego lo itu? Gila lo, ha?!”

Salim tersenyum.

“Iya, gue udah gila!”

Saadan mengacak rambut frustasi. Bagaimana lagi cara agar adiknya yang berotak setan ini bisa mengerti??

“Lim. Dengan gue ngelakuin itu, sama aja gue udah bikin Mama kecewa. Sama aja gue udah ngehina Mama.”

“Gue gak akan sebodoh itu buat rusak masa depan seseorang. Apalagi masa depan seseorang yang gue sayang.”

Salim tertawa. Akhirnya Saadan mau mengakui perasaannya. “Bang, gue tau kalo lo emang sayang sama Beryl. Gue yakin kok kalo lo bisa lakuin ‘itu’ tanpa sakiti dia. Gue yakin kalo lo bisa buat diaㅡ”

Bugh!

Salim terpental ke atas ranjang. Hidung mancungnya mengeluarkan darah. Pukulan Saadan padanya tidak main-main.

Rahang tegas Saadan mengeras. Kedua tangan kekarnya kini sudah mencengkram leher Salim. Namun bukannya takut, Salim justru kembali tertawa. Cowok itu kembali membuka suara. “Gue yakin Beryl akan suka.”

Bugh!

“Beryl bukan cewek rendahan kayak gitu!”

Di tengah rasa nyeri yang mendera perutnya, Salim terbahak. Baru kali ini Saadan sampai semarah itu padanya. Terlebih kakaknya itu marah hanya karena seorang gadis polos yang sejak awal mereka benci.

Salim menumpu kepala bagian belakangnya dengan dua lengannya. Menatap abangnya yang berdiri di depannya. “Bang Dan.”

“Gue tanya sekali lagi. Lo sayang kan sama Beryl? Lo mau kan Beryl jadi punya lo? Dan lo gak mau kan kalo dia ada di antara orang-orang yang mau sakiti dia? Lo gak rela, kan?”

Hening.

“Bang, itu satu-satunya cara yang bisa hancurin sekaligus buat dia jadi milik lo. Lo mau sia-siain kesempatan itu?”

“Gini, kita akan bawa dia masuk ke jebakan di rumah ini dan lo yang akan lakuin ‘itu.’ Setelahnya, kita bisa bawa dia pulang ke Singapore. Kita bisa sembunyiin dia di sana.”

Saadan menghela napas pelan, mencoba meredam amarahnya. Mungkin kalau ada pisau di tangannya, bisa dipastikan sudah robek bibir tipis Salim yang kurang ajar itu. Tapi bagaimanapun juga ia ingat posisinya, ia seorang kakakㅡyang sialnya dapat adik se-setan Salim.

“Lim.”

“Lo mikir gak sih gimana hancurnya hidup Beryl kalau gue sampe ngelakuin itu?”

“Ya. Beryl pasti akan minta pertanggungjawaban lo. Setelah itu, dia milik lo. Simple, kan?”

“Sebelum gue tanggung jawab, Kak Aruna udah lebih dulu bunuh gue.”

Salim tertawa.

“Iya juga.”

“Tapi itu kan anak biologis lo.”

“‘Hasil’ lo berdua. Gak ada campur tangan kak Aruna.”

Saadan mengepalkan kedua tangannya. Dalam sepersekian detik pecahan gelas di lantai kini sudah ada dalam genggamannya. Sedangkan sebelah tangannya lagi mencengkram leher adiknya.

“Jaga mulut lo, Lim,” desis Saadan sambil menyeringai.

Sebelah tangannya mulai menyayatkan pecahan kaca dari mata kaki Salim lalu menarik ke arah atas hingga berhenti di lutut Salim. Kemudian Saadan beralih menyayat kaki Salim yang satunya lagi.

Darah?

Sudah tergenang di mana-mana.

Salim mengerang pelan. Terlebih cengkraman Saadan di lehernya juga tak main-main. “Jangan gores kulit gue!”

Saadan tersenyum sekilas. Adiknya ini sangat mencintai diri sendiri, terutama fisik. Anak itu pasti akan sangat tersiksa kalau tau ada lecet di tubuhnya itu. Dengan kasar Saadan melempar pecahan gelas di tangannya ke sudut ruangan.

“Lim.”

“Sayang ke seseorang bukan berarti gue harus miliki orang itu. Apapun yang terjadi, gue gak akan ngelakuin hal kotor itu.”

Salim tersenyum sinis dan melepas cengkraman tangan Saadan di lehernya dengan kasar lalu bangun dari duduknya. “Well, gue rasa kita udah gak satu tujuan lagi. Lo bisa ambil keputusan lo sendiri, begitu pun gue.”

“Dan, ya.”

“Lo gak bisa hentiin gue, Bang.”

Salim tersenyum sinis sebelum akhirnya benar-benar pergi dari kamar Saadan.

Detik itu juga Saadan sadar. Salim terlalu berbahaya untuk ia ajak bekerja sama. Rencana gila balas dendamnya bersama adiknya adalah hal yang salah. Sejak awal memang sudah salah.

Semuanya salah.

✿✿✿

Celandine ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang