41. SYARAT

414 60 5
                                    

You've got a place in my heart.

I surrender.

KUKER menatap gunting di tangan Amara sangsi. Gunting itu mereka temukan di balik sebuah lukisan yang paling besar.

“Lo yakin ini bisa berhasil, Mar?”

Amara tersenyum tipis. “Setidaknya, cuma ini yang bisa kita lakuin buat bantu dia.”

✿✿✿

Saadan tersenyum tipis. Mata elangnya tak sedetik pun lepas pandang dari gadis bersurai sebahu di depannya. Tiba-tiba cowok itu tertawa.

Beryl mengerjap pelan. Hidup dan matinya sedang dipertaruhkan. Tapi sang calon pelaku justru sedang tertawa? Apa maksudnya?

“Jangan mikir kejauhan.”

Beryl mengernyit. Jika bukan untuk melukainya, lantas untuk apa pisau yang ada di tangan cowok itu?

Belum sempat mendapatkan jawaban, tiba-tiba Saadan melemparkan pisau di tangannya. Beryl melongokkan kepala ke arah belakang cowok itu, mengikuti arah bergeraknya pisau.

Ternyata pisau itu tepat mengenai tali penggantung dream catcher hingga putus dan berakhir dengan menancap pada lukisan di atas televisi.

Namun, ada sesuatu yang aneh.

Setelah semua rangkaian peristiwa itu terjadi, tiba-tiba dinding tempat Beryl menyandarkan punggung bergerak. Berputar layaknya yang terjadi dalam salah satu film keluarga legendaris di tahun baru.

Home Alone.

“A-AAAAA… ”

Dan keduanya menghilang.

✿✿✿

Luna terus-menerus menatap ponselnya cemas. Sejak tadi kedua putranya tak ada yang bisa dihubungi. “Aruna sama Haydar gak angkat telfonnya.”

“Mungkin mereka lagi ngurus sesuatu Bu di sana.” Mbak Kim mencoba menenangkan.

“Mereka gak akan kenapa-kenapa, Lun,” ujar Haris yang sedang fokus menyetir.

Untuk kesekian kalinya, Luna kembali mendekatkan ponsel ke telinga. Wanita itu menelfon seseorang. Bedanya, kali ini seseorang yang ia telfon adalah orang yang berbeda. Bukan lagi Aruna atau Haydar. “Haira, kamu di mana?”

“Aku udah di jalan mau ke sana, Lun. Tapi ini ada sedikit masalah.”

“Masalah? Masalah apa?”

“Gak pa-pa, Lun. Kita bisa tanganin.

Luna mengernyit. “Kamu sama siapa? Gak sendirian, kan?”

“Aku sama temanku, Lun.”

Luna mengurungkan niat untuk membuka suara lagi saat suara Haira di seberang sana memanggilnya. Luna terdiam menunggu. Harap-harap cemas mengenai keadaan temannya di seberang sana. “Gimana, Ra?”

Celandine ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang