10. SAKIT

711 89 4
                                    

Sekali lagi, caramu tertawa membuatku lupa dunia.
                


“EMANGNYA gak ada orang yang lo curigai di sana?” tanya Haydar. Cowok itu geram sendiri pada tamu di rumahnya ini, Beryl. Sedangkan kakak dan ibunya lebih fokus pada tulisan di kertas-kertas misterius milik Beryl itu.

Beryl menggeleng.

“Gak ada orang yang gerak-geriknya mencurigakan.” Cowok yang juga berniat membantu Beryl menyelesaikan clue-cluenya itu berdecak.

Luna menoleh menatap Beryl. ”Beryl, apa kamu sudah memberitahu keluargamu?” Air muka Beryl seketika berubah. Gadis itu menggeleng lesu. Membuat Aruna, Haydar, dan Luna terdiam saling berpandangan.

“Ada apa?” 

Lagi-lagi Beryl hanya menggeleng. Bedanya sekarang sebuah ulasan senyum tipis tampak di bibirnya.

Merasa atmosfer berubah menjadi canggung, Luna mencoba mencari cara mencaikan suasana. “Oh iya tunggu sebentar.” Wanita itu melenggang pergi menuju dapur. Tak lama ia kembali dengan membawa satu piring berisi macam-macam cupcakes.

”Tante habis bikin cupcakes.” Luna mengulurkannya pada Beryl dan Aruna.

“Ayo ambil.”

Beryl mengambil satu.

Luna mendelik ke arah Aruna yang tak kunjung mengambil. “Kak... ” Aruna menghela napas dan mengambil satu cupcake secara acak.

Saat tangan Haydar terulur hendak mengambil cupcake. Namun, Luna sudah lebih dulu menepis tangan cowok itu. “Sudah cuci tangan belum?”

“Belum,” balas Haydar polos lalu mengambil kue dan langsung melahapnya tanpa rasa bersalah.

“Haydar!”

Haydar hanya tersenyum. Sedetik kemudian raut mukanya berubah menjadi sangat aneh. “Kok asin?” Beryl dan Aruna mengerutkan kening. Kue mereka rasanya manis, terlampau jauh dari kata asin.

“Masa sih?”

Luna mengambil sepotong kue dan menggigitnya sedikit. “Enggak, kok. Ini manis.”

Tanpa sepengetahuan Beryl, Haydar mengedipkan sebelah matanya pada Luna dan Aruna. Luna mulai mengerti. “Oh Bunda ingat, itu pasti cupcake yang gak sengaja ketumpahan garam tadi.”

Luna tertawa. Wanita itu mengedipkan sebelah matanya pada Aruna, memberi kode agar anak sulungnya itu ikut tertawa. Dengan malas Aruna menuruti kode Luna. Cowok itu ikut tertawa, meskipun terdengar sangat datar.

Melihat Luna, Haydar, dan Aruna tertawa membuat Beryl mau tak mau juga ikut tertawa. Dalam tawanya sejenak Beryl terpaku melihat seseorang di sebelahnya. Aruna sedang berpura-pura tertawa, ekspresi laki-laki itu terlihat sangat lucu. Beryl tak bisa menahan senyumnya, gadis berkawat gigi tersenyum lebar. Mereka berempat tertawa, meskipun tidak tahu apa yang sedang ditertawakan.

***

“Selamat pagi, Nak.”

Seorang wanita paruh baya saat Beryl menginjakkan kaki di dapur rumahnya. Beryl tersenyum tipis, balik menyapa seseorang yang telah berjasa memasakkannya makanan sejak ia kecil. Gadis bersurai sebahu dengan handuk di bahunya itu mengerjapkan mata. Sejak bangun tidur tadi kepalanya terasa pening.

“Nak Beryl sakit? Biar Bibi bantu ke kamar lagi, ya?” Beryl mengangguk dan segera dibantu Bi Amy kembali ke kamarnya.

Beryl kembali masuk ke dalam selimutnya, tidak tahu kenapa ia merasa jadi sangat kedinginan. “Bibi ambilkan sarapan dan obat penurun panas dulu.” Namun, sesaat setelah Bi Amy mengatakan itu tiba-tiba Beryl memejamkan matanya.

Celandine ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang