Jangankan bisa mengerti orang lain, mengerti diri sendiri saja masih sering kesulitan.
“LO kenapa lagi, sih?”“Kusut amat kayak kanebo kering.”
Beryl menatap Kuker datar. “Bukannya kanebo kering itu kaku?”
Kuker tertawa renyah.
“Gara-gara ini?”
Kuker menunjuk selembar kertas di atas meja mereka, gadis dengan kerudung segi empat warna baby blue itu menggelengkan kepala beberapa kali. “Nilai gue bahkan lebih rendah dari lo, Ber.”
Beryl berdecak pelan dan menarik kertas hasil ulangan fisikanya lalu memasukkan ke dalam tas. “Gue mana pernah peduli sama itu?”
Kuker manggut-manggut. Iya juga. Gadis itu merangkul bahu Beryl dan Amara kemudian menarik mereka keluar kelas. “Mari ngantin.”
Kuker melirik Beryl kesal. “Lo banyakan mikir apa sih sampe sakit dua hari? Baru aja hari selasa masuk, eh kemarin gak masuk lagi. Untung tugas kelompok biologi kemarin udah selesai.”
Beryl menggaruk alisnya yang tak gatal, ucapan Kuker ada benarnya juga. Untung saja dua hari yang lalu, tepatnya saat ia mendapat terror boneka berdarah, ia sempat mengerjakan tugas kelompok bersama Amara, Kuker, dan Salim di sekolah. Itu sebabnya hari itu ia pulang sore.
“Oh iya, Ber. Emangnya lo gak ada niatan buka hati buat fisika? Lo gak mau lanjut jadi dokter?”
Beryl menatap kedua sahabat yang tengah menatapnya penasaran, kemudian berganti menatap Kuker. “Lo tau kenapa gue belum bisa buka hati buat fisika?”
“Kenapa?”
Beryl tersenyum. “Karena hati gue cuma terbuka buat satu orang.”
Kuker berdecak kesal, sesekali tatapan gadis itu tertuju pada para senior yang berpapasan dengan mereka.
Dasar bucinnya cogan...
Tatapan Kuker pun kembali tertuju pada Beryl. “Gini nih dampak kelamaan jadi bucinnya doi yang pura-pura gak peka. Jadi sedih denger curahan hatinya.”
Dasar gak tahu diri.
“Besok-besok buat sinetron catatan hati seorang bucin dari doi yang pura-pura tidak peka.”
“Itu judul sinetron apa list tunggakan kas lo?”
Kuker dan Beryl akhirnya sama-sama tergelak. Berbeda dengan Amara yang sedari tadi hanya diam menyimak, gadis itu hanya geleng-geleng kepala heran.
Emang cuma dia yang waras...
“Duduk di sini aja.” Mereka memilih duduk di bangku kantin yang kebetulan sedang kosong.
“Biar gue yang pesenin. Kalian pesen apa?”
“Gue kayak biasa aja,” ujar Amara seperti biasa, kalem.
Kuker beralih menatap menatap Beryl. Gadis itu sedang menenggelamkan wajah ke lipatan lengannya di atas meja. “Lo gimana, Ber?”
Beryl menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk kemudian berganti menunjukkan jari jempolnya saja.
“Itu jempol sama telunjuk maksudnya apa coba,” cibir Kuker sebelum berlalu untuk antre membeli, meskipun begitu ia tau maksud sahabatnya yang satu itu.
Di balik lipatan tangannya Beryl terkekeh pelan. Sampai tiba-tiba ia teringat sesuatu. Beryl mengangkat muka dan memandang Amara ragu.
“Mar, lo pernah denger ada kasus teror di sekolah ini?” tanya Beryl pelan, mengantisipasi bila ada siswa di kantin yang mendengar.
Amara menoleh. “Teror berantai?”
Beryl menggeleng. “Enggak, gak pake rantai.”
Amara menghela napas. Untung yang Beryl ajak bicara Amara, bukan Kuker. Kalau sama Kuker pasti udah diajak gelud duluan.
Amara meletakkan ponselnya ke atas meja. “Pelaku terror gak pernah jauh dari targetnya.”
Sejenak Beryl terdiam. Mungkin ini bisa jadi kesempatannya menyelidiki Amara. Barang kali ia berbakat menjadi detektif. “Seandainya gue yang jadi target, siapa pihak pertama yang harus gue curigai?”
“Orang-orang terdekat lo dan orang-orang yang coba dekat dengan lo.”
Beryl mengernyit. “Orang-orang yang coba deketin gue? Orang asing?”
Amara mengangguk.
“Itu artinya gue boleh curiga sama alien?” canda Beryl seraya tertawa pelan. Sedangkan Amara yang duduk di hadapannya hanya menghela napas.
“Orang terdekat itu... termasuk sahabat?”
Amara mengangguk.
“Lo boleh curiga sama gue.”
Beryl menatap Amara bingung. Jadi perkataan Amara menyiratkan kemungkinan yang mana?
“Kuker?”
Kali ini Amara tidak menunjukkan respon mengangguk ataupun menggeleng, justru gadis itu tersenyum tipis.
“Lo harus peka sama sekitar lo.”
Beryl terdiam.
Maksud lo apa, Mar?
To be continued...
Best Regards,
alfyixx
KAMU SEDANG MEMBACA
Celandine ✓
Roman pour Adolescents[Riddle × Teenfiction] Sejak hari terjadinya 'insiden kecil' di kantin saat itu, Beryl mendapat banyak teror aneh. Kertas clue yang selalu muncul tiba-tiba, bahkan di tempat yang tak terduga. Beberapa kali benda-benda aneh juga dikirim padanya. 'Pe...