Jangan menggenggam, aku takut nyaman.
ㅡ
“KAK.”
“Gue rasa lo lagi sembunyiin sesuatu dari kita.”
Aruna mengurungkan niatnya membuka pintu kamar dan membalik badan. “Lo juga sembunyikan sesuatu dari kita, kan?”
Haydar terdiam, tak menjawab pertanyaan Aruna. “Gue gak tau lo ada di pihak yang mana. Tapi, gue harap lo gak ada di pihak yang salah, Kak,” ucapnya lagi seraya tersenyum tipis.
Aruna tersenyum.
“Hati-hati,” ujarnya sambil menepuk punggung Haydar dan berlalu pergi meninggalkan adiknya bersama tanda tanya.
***
“Woi lari dong, jangan jalan di tempat,” teriak Gusti yang berlari dengan Salim menyalip Kuker, Beryl, dan Amara.
“Jalan di tempat, bapa kau!” desis Kuker tak terima. Mentang-mentang laki-laki larinya lebih cepat bukan berarti perempuan larinya juga lambat.
“Itu lari apa ngesot, Neng?” Gusti tertawa. Sedangkan Salim hanya geleng-geleng.
“Ber, lo kenapa? Gak ada semangat banget.”
Beryl memelankan laju larinya dan mulai berjalan santai, begitu pula Amara dan Kuker. Ketiganya berjalan beriringan. Diam-diam menikmati sejuknya udara pagi.
“Semalem gue mimpi.”
“Mimpi apa?”
Beryl terdiam. Semalam ia memimpikan sesuatu yang aneh, lagi. Mimpi yang pernah ia dapat sepuluh tahun yang lalu. Dua anak laki-laki dan dua anak perempuan yang sedang berlarian bersama. Beryl menghela napas. Ada baiknya kalau dia tidak menceritakan mimpinya. “Cuma mimpi buruk aja sih.”
“Ber, lo sakit?”
Amara menyentuh kening Beryl. Sangat dingin. Karena penasaran, Kuker juga melakukan hal serupa. “Badan lo dingin banget. Lo pucet banget sumpah.”
“Dek, kenapa?”
“Kok gak lari sama yang lain?”
Ketiganya menoleh. Ada dua orang senior di belakang mereka. Kebetulan dua senior itu juga termasuk panitia kegiatan. “Kamu sakit ya?” tanya senior perempuan pada Beryl.
“Kamu istirahat dulu aja, gak usah ikut lari,” tambah sang senior laki-laki.
“Aku gak pa-pa, Kak.”
Senior perempuan itu memberikan beberapa permen ke telapak tangan Beryl. “Ini permen jahe, makan aja biar badan kamu hangat.” Beryl menerimanya dan berterima kasih.
“Kami duluan, Kak.”
Beryl kembali berlari dengan kedua tangan yang bergandengan dengan Amara dan Kuker. Mereka tertawa. Persahabatan yang manis. Siapapun akan tersenyum melihatnya.
“Manis ya,” ujar senior laki-laki tadi tanpa sadar.
Si senior perempuan mengangguk. Namun sedetik kemudian tersadar. “Apanya?”
“Orangnya.”
“Tipe kita sama ternyata,” lanjut senior itu tanpa mengalihkan padangan dari ketiga anak manis yang berlari di depan mereka.
“Mau kena bogem lo!?”
“Gue cuma bilang satu tipe, bukan mau gue rebut! Suudzon amat!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Celandine ✓
Ficção Adolescente[Riddle × Teenfiction] Sejak hari terjadinya 'insiden kecil' di kantin saat itu, Beryl mendapat banyak teror aneh. Kertas clue yang selalu muncul tiba-tiba, bahkan di tempat yang tak terduga. Beberapa kali benda-benda aneh juga dikirim padanya. 'Pe...