7. SAUDARA?

792 90 1
                                        

Dunia itu luas. Sangat luas. Tetapi saat bertemu denganmu rasanya aku jadi ingin berteriak kalau dunia ini sempit. Sangat sempit.
                       


“ASSALAMUALAIKUM.”

Beryl menekan bel rumah bernuansa putih itu. Sudut matanya sesekali melirik ke arah nomor rumah, memastikan bahwa ia tidak salah rumah.

“Waalaikumussal—”

“ㅡlam.”

Ucapan asisten rumah tangga yang membuka pintu dari dalam itu mendadak hilang. Dengan masker putih di wajahnya, ia terdiam menatap Beryl. Sedetik kemudian memekik terkejut sampai maskernya jadi retak.

Beryl meringis.

“Harusnya yang kaget saya, Mbak.”

Perempuan itu menepuk jidat. “Bisa diulang, Non?” tanyanya bersiap me-reka ulang kejadian. Beryl mengerjap polos.

“Ada siapa, Mbak?”

Itu suara Tante Luna. Itu artinya Beryl tidak salah rumah. “Beryl?” Beryl tersenyum kikuk.

Luna beralih pandang. “Astagfirullah. Mbak Kim lagi ngapain?”

Senyum perempuan yang Luna panggil ‘Mbak Kim’ itu merekah, membuat Beryl dan Luna kompak meringis tanpa sadar. Masker putihnya itu sekarang jadi retak-retak. “Pakai masker, Bu. Biar shining, shimmering, sple—sple apa lanjutannya, teh?”

Glowing,” balas Beryl sekenanya.

Mbak Kim dan tante Luna mengerjap pelan, kemudian saling berpandangan.

Krik krik

Beberapa detik kemudian Luna tersenyum kikuk dan mempersilahkan Beryl masuk. “Mbak, tolong buatkan minum ya?”

Mba Kim mengangguk dan berlalu. “Splewing naon glowing?” gumamnya seraya berpikir keras.

Splewing naon?

Splendid, Mbak.”

“Nah gotcheng, Neng!” seru mbak Kim membuat Luna dan Beryl melotot. “Gotcha, mbak!” ujar mereka bersamaan. Mbakl Kim hanya tertawa pelan dan pamit ke dapur.

Tante Luna mengibaskan tangannya. “Biasa, mbak Kim memang suka begitu.”

Beryl tersenyum. “Maaf sudah mengganggu Tante sepagi ini.” Pasalnya pagi hari di akhir pekan, seorang tamu bukannya sangat mengganggu aktivitas seorang ibu di rumah?

“Tidak perlu merasa begitu. Apa ada sesuatu?”

Beryl mengangguk.

“Beryl mau tanya apa ada kertas warna merah yang tertinggal di mobil Tante kemarin?”

Luna mengerutkan kening. “Kertas?—oh iya! Jadi kertas itu milikmu?”

Beryl mengangguk.

“Sebentar, biar Tante ambilkan.” Luna beranjak dari ruang tamu ke dalam sebuah ruangan tak jauh dari sana.

“Ini Non, minumnya.”

Beryl balas tersenyum pada mbak Kim. “Terima kasih, Mbak.”

Mbak Kim kemudian pamit melanjutkan pekerjaannya. Tak lama setelah itu Luna kembali dengan secarik kertas kecil warna merah di tangannya. Luna memberikan kertas itu pada Beryl. “Kalau Tante boleh tau, itu kertas apa?” tanyanya seraya duduk di sebelah Beryl.

“Kertas post-it.

Luna tertawa. “Maksud Tante apa maksud kalimat yang tertulis di sana?” Beryl mengamati tulisan di sana sejenak, kemudian menggeleng.

Celandine ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang