40. DANGER

403 61 1
                                    

And I've hurt myself by hurting you.

Sorry.

“NYOKAP lo, wanita simpanan bokap gue. So, gimana kalau lo yang jadi simpanan gue?”

PLASHH!!

Satu tamparan keras mendarat sempurna di pipi kiri Saadan. Beryl menggeram marah. Kedua tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memucat.

Beryl mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Saadan. “Jangan berani ngomong hal sehina itu!!”

Saadan menyentuh pipi kirinya yang terasa cukup nyeri, lalu tersenyum. “Lo bahkan tinggal satu atap sama dua cowok asing, kalau lo lupa.”

“Siaㅡ”

Beryl terjatuh kembali ke sofa saat Saadan menarik tangannya dan mengungkungnya di antara kedua lengan cowok itu. Beryl berusaha melepaskan kedua tangan Saadan yang bertengger di kedua sisi kepalanya.

“Minggir!”

Sekilas terlihat seniornya itu sedang menggigit pipi bagian dalam, mungkin masih nyeri akibat tamparan Beryl tadi. “Perempuan gak boleh ngomong kasar,” ujar Saadan seraya menggeleng.

Beryl berusaha melepaskan diri dari kungkungan cowok itu. Tapi, sepertinya usahanya sia-sia. “Minggir, Kak!”

“Diem.”

“Diem dan dengerin gue.”

“Gue udah kasih waktu lo satu bulan buat pecahin teka-tekinya. Tapi, lo gak manfaatin waktu itu sebaik mungkin.”

“Jawaban dari riddle itu Kak Arkananta! Bukan lo!” elak Beryl.

Saadan manggut-manggut. “Kalau lo udah tau jawaban riddle itu Arkananta, kenapa lo gak selesaiin langsung sama dia? Kenapa lo justru nunggu sampai waktu lo habis?”

Beryl terdiam. Matanya yang masih berkaca-kaca hanya menatap Saadan bingung. “Apa akan berubah kalau gue selesaiin sama kak Nanta?”

Saadan berpikir sejenak. “Seharusnya iya.”

“Kenapa?”

“Karena dia sahabat gue.”

“Sekaligus kakak lo,” lanjut cowok itu. Kening Beryl semakin mengerut.

Kakak dari mana, sih?

“Seharusnya lo bisa dengan mudah ngerti maksud dari clue itu. Itu cuma clue anak teka.”

“Berarti lo anak teka?

Saadan tertawa. “Lo lucu banget sih.”

Idihh

“Gak heran kalau mereka sampai sesayang itu sama lo.”

Beryl mengernyit. “Mereka siapa?”

Saadan menggeleng. “Sekarang gue kasih kesempatan buat lo. Apapun yang lo tanyakan, akan gue jawab. Oh ya, kecuali tentang si orang jubah item tadi.” Cowok itu melirik jam tangannya. “Sepuluh menit dari sekarang.”

Beryl mendorong pelan dada Saadan dengan telunjuknya. Jarak mereka memang tak ‘terlalu dekat,’ tapi tetap saja Beryl merasa tidak nyaman. “Minggir dulu!”

“Gue gak akan kabur.”

Bukannya marah, Saadan justru tertawa. “Gue lepasin, tapi kesempatan lo juga akan hilang.”

Celandine ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang