“Biarkan semua berjalan sebagaimana adanya, berlalu dengan semestinya, pun berakhir dengan seharusnya.”
ㅡ
PRIA paruh baya yang kerap disapa Arsenio atau Arsen itu berdiri kaku menatap seseorang di hadapannya. Kunci mobil dan ponsel dalam genggaman lolos terjatuh begitu saja.
Ada sedikit rasa tidak percaya dalam benaknya. Wanita yang selama enam belas tahun ini ia cari, kini berdiri di hadapannya. Wanita yang dulu hilang bersama janin mereka, hilang seakan telah ditelan bumi.
“Ha-haira?”
Haira mengangguk. “Arsen… maaf,” lirihnya.
Tanpa menunggu lagi, Arsen merengkuh erat tubuh Haira. Pasangan suami istri itu berpelukan erat menyalurkan rasa rindu mereka yang selama ini tak kunjung tersampaikan oleh waktu.
Arsen sampai tak berhenti mencium pipi dan puncak kepala istrinya. Mereka menangis. Takdir memisahkan mereka begitu lama, memisahkan seluruh keluarga kecil mereka.
Kenapa takdir bisa sekejam itu?
Bayangkan saja, berpisah dengan orang-orang yang kita cintaiㅡyang orang lain claim telah tiada dan kita masih percaya bahwa mereka masih ada. Mereka tak pernah pergi. Dan dengan penuh keyakinan, kita akan terus menunggu mereka.
Bayangkan…
Semenjak selamat dari insiden kecelakaan kapal enam belas tahun yang lalu, Arsen tak berhenti mencari istri dan kedua anaknya. Selama ini ia bisa menerima semuanya dengan tegar karena ada seorang putra yang bersamanya.
Putra pertama mereka, Arkananta.
Sedangkan Haira, wanita itu juga selamat dari insiden. Tapi ia kehilangan ingatannya. Itu sebabnya Haira tak pernah memberi penjelasan apapun saat Beryl bertanya tentang ayahnya.
Selama ini ia sengaja memilih bekerja di luar kota karena diam-diam ia juga menjalani terapi pemulihan ingatan. Ia merasa sangat beruntung, karena putra keduanya dirawat oleh wanita sebaik Luna. Begitu pula dengan putri ketiganya.
Ia sangat beruntung. Dan kemarin, sebuah keajaiban ia ingat semuanya. Semua ingatannya telah kembali.
Semuanya.
Luna, Haris, Abian, dan Mbak Kim tertegun melihat pemandangan itu. Mereka ikut merasakan haru dalam suasana itu. Pasti sulit menjadi Haira atau Arsen, ataupun anak-anak mereka.
Berpisah sangat lama meski masih dalam ikatan pernikahan yang sah. Luna ikut memeluk Haris, suaminya. Dan Mbak Kim yang jones tanpa sadar jadi memeluk lengan Abian.
Bisa-bisanya…
Semua hal itu tak berlangsung lama. Saat mereka mendengar suara gaduh dari salah satu ruangan di lantai dua rumah Saadan. Pasti ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di sana.
✿✿✿
Beryl melangkah mundur perlahan. Air mata sudah tak bisa keluar dari kedua mata indahnya. Hatinya sakit. Terlalu sakit hingga ia sudah tak bisa merasakan apa-apa. Mati rasa mendera hatinya.
Sudah cukup ia berada di antara lingkaran pengkhianatan. Ia ingin lari sejauh-jauhnya dan menghilang dari dunia.
“B-ber?”
Semua hendak mendekatinya, tapi tangan Beryl lebih dulu terangkat memberi isyarat menahan mereka. Semua bukti tadi menunjukkan kalau mereka juga yang membawanya ke penculikan ini.
Beryl tersenyum miris. “Thanks buat kejutannya.”
“Gue suka.”
“Gue pasti udah banyak banget salah sama kalian,” lirihnya memecah keheningan.
“Ber, kita bisa jelasin.”
Beryl menatap Haydar dan Arkananta sendu. “Kalau kalian memang kakak kandung gue, kalian ke mana aja selama ini?”
“Kalau gue salah, kenapa kalian gak langsung tegur gue?” tanya Beryl menatap Salim, Kuker, dan Amara bergantian.
Beryl menatap satu demi satu orang di sana. Ia ingat kalau salah satu dari mereka adalah seseorang yang sekarang pasti sedang bahagia dalam hatinya.
Beryl beralih menatap Aruna. Cukup lama mereka hanya diam saling menatap, tanpa sekecap kata keluar dari keduanya. Beryl hanya berharap, laki-laki itu tak ikut campur dalam masalah ini.
“Berㅡ” ucapan Aruna terpotong.
Laki-laki itu merogoh ponsel di sakunya. Ada sebuah panggilan masuk dari sana, sebuah nomor tak dikenal. Aruna kembali menatap Beryl lalu memutus panggilan secara sepihak.
Keheningan kembali pecah karena ponsel Aruna kembali berdering. Di saat yang bersamaan layar proyektor yang tadinya hanya putih kini justru menampilkan layar ponsel Aruna yang sedang mendapat pesan baru dari nomor yang sama.
Semua orang saling berpandangan. Siapa orang yang berani meretas ponsel Aruna?
Aruna membuka pesan itu.
Urusan tante Luna, tante Haira, om Arsen, udah gue beresin. Tinggal urusan Beryl. Lo tenang aja. Gue akan beresin semuanya.
Aruna mengernyit. Ia tak tau apa maksud pesan itu. Dengan kesal ia lempar ponsel itu kasar.
“Berㅡ”
“Kak.”
Cukup lama Beryl dan Aruna hanya diam saling menatap. Beryl ingat satu bulan ini lelaki itu sudah banyak menolongnya. Seseorang yang juga selalu ada di sisinya, yang sudah membantunya belajar.
Tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Ngilu menjalar sampai ulu hatinya. Beryl jadi merasa bersalah karena sudah terlanjur menaruh hati. Itu pasti akan merusak pertemanan mereka.
Aruna hanya menganggapnya adik. Aruna tidak bersalah, ia yang salah mengartikan semuanya.
“Maaf.”
Aruna masih terdiam. Membiarkan Beryl menyelesaikan dulu semua yang ingin gadis itu katakan.
“Selama ini, aku salah mengartikan kebaikannya Kak Aruna.” Beryl terkekeh pelan. Terlihat menyedihkan, bukan?
“Aku udah berharap terlalu jauh.”
Mengingat jawaban Aruna tadi membuat tatapannya semakin meredup. “Makasih buat semua waktunya.”
“Ber… ”
Beryl menggeleng dan menoleh ke arah Saadan. “Dan Kak Saadan.”
“Thanks buat semua kebrengsekan lo. Thanks buat semua tawaran kurang ajar lo. Thanks juga buat tamparannya.”
Semua beralih menatap Saadan tajam. Jadi cowok itu bisa melakukan hal serendah itu pada Beryl? Saadan benar-benar cari mati.
Tidak tanggung-tanggung, Haydar sudah melayangkan bogeman mentahnya pada cowok itu. Karena terbawa emosi, mereka sampai tidak menyadari bila Beryl sudah tak lagi di sana.
Mereka baru sadar saat terdengar suara benturan keras dari luar ruangan.
“BERYL!?”
Beryl hanya ingat semua orang memanggil namanya. Sebulir air matanya menetes dari matanya, lalu semuanya menjadi gelap.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Celandine ✓
Teen Fiction[Riddle × Teenfiction] Sejak hari terjadinya 'insiden kecil' di kantin saat itu, Beryl mendapat banyak teror aneh. Kertas clue yang selalu muncul tiba-tiba, bahkan di tempat yang tak terduga. Beberapa kali benda-benda aneh juga dikirim padanya. 'Pe...