34. BERBEDA

404 69 2
                                    

Bukan aku membenci takdir. Aku hanya tak suka dengan permainan tanpa akhir.
                  

                           
HAYDAR menatap skylight di depannya sangsi. Ada rasa tak yakin bila Beryl memang ada di sana. Apalagi melihat keadaan mansion yang gelap gulita. Gelap dan senyap.

Hanya ada suara hujan dari skylight di atasnya.

Sesaat cowok itu terdiam mengamati sekitar. Melihat betapa mewah mansion itu membuatnya semakin tak percaya jika ini hanya dihuni satu orang saja.

Tapi mengingat betapa sulit dan rumitnya ia untuk masuk ke sana membuatnya percaya jika ini rumah seseorang yang sedang ia cari. Seseorang yang penuh dengan misteri dan teka-teki.

Haydar merogoh saku dan meraih ponselnya. Berniat menghubungi seseorang. Namun, sekelebat bayangan seseorang di balik pilar depannya membuat ia mengurungkan niat dan berlari mengejar.

✿✿✿

Di tengah kegelapan, Beryl mulai menajamkan penglihatannya. Gadis itu menguatkan diri menatap sekitar. Hanya satu hal yang ia lihat, gelap. Sama saja dengan matanya yang ditutup kain seperti tadi. Percuma.

“Nyalain kek lampㅡmphftt”

Beryl tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena mulutnya lebih dulu dibekap cowok yang sedang memeluknya. Dibekap dengan tangan cowok itu.

“Susah banget disuruh diem,” desis cowok itu pelan.

Cowok bertubuh jangkung itu menatap sekitar dan membuka maskernya, lalu beralih menatap Beryl yang sedang ia peluk.

Ia lepaskan bekapan tangannya.

“213112,” bisiknya terdengar serius.

Seperti sebuah WiFi yang menemukan koneksinya, tiba-tiba ingatan Beryl terhubung dengan sesuatu. Itu angka yang tertulis di stickynote saat di lapangan futsal hari itu. Saat seseorang menempelkan kertas ke telapak tangannya.

“Jadi lo beneran orang yang terror gue selama ini?”

Namun bukannya menjawab, cowok itu justru mencium puncak kepala Beryl cukup lama.

Beryl menangis dalam hati. Apalagi saat cowok itu hanya terkekeh dan mengusap-usap lembut puncak kepalanya. “Gue rasa lo bukan anak cengeng lagi.”

Cowok itu mengurai pelukannya dan melepas hoodie-nya. Ia berikan hoodie tebalnya itu untuk menyelimuti tubuh mungil Beryl. Ia tau gadis itu sedang kedinginan.

“Tunggu bentar,” ucap cowok itu lalu keluar ruangan, meninggalkan Beryl sendirian.

Beryl mengeratkan hoodie di tubuhnya. “Dibilang baik, tapi jahat. Dibilang jahat, tapi dia baik,” gumam Beryl pelan.

Beryl memegang bunga mawar di tangannya erat-erat. Ada rasa tak nyaman berada di tempat gelap dan sendirian. Tidak lucu kalau tiba-tiba ada makhluk-makhluk tak kasat mata ingin pdkt dengannya.

Ih amit-amit…

Beryl memejamkan mata sejenak. Sebelah tangannya terulur hendak mencoba membuka ikatan tali di perutnya. Namun, seseorang menahannya.

“Udah gue bilang jangan macem-macem,” ketus Beryl saat dirasa kepalanya diusap dengan lembut.

“Siapa yang berani macem-macem sama lo, hm?”

Celandine ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang