Assalamualaikum dan selamat siang.
Yang nunggu Axel-Abra, ada?
Selamat membaca, jangan lupa vote dan komen yaaa!
Nyatanya, aku tak punya kesempatan untuk berbincang lagi dengan Abra hingga sore hari. Pagi tadi aku terlambat bangun dan baru menunaikan sholat subuh setelah Abra kembali dari masjid. Selesai sholat, Abra meminta izin untuk jogging sebentar sementara aku langsung menuju dapur untuk membantu Ibu. Meski masih mengantuk, tapi aku sadar diri untuk tidak bangun terlambat di rumah mertua.
Aku kebagian tugas mengelap piring dan peralatan makan bekas kenduri tadi malam dan menyimpannya ke dalam gudang penyimpanan bersama Adel. Ibu memanaskan lauk sisa tadi malam sementara Arini menyeduh teh untuk sarapan. Aku salut melihatnya yang tampak tegar meskipun dia baru saja kehilangan buah hatinya.
Kami sarapan begitu Abra pulang. Dan begitu semua pekerjaan selesai, aku mengikuti Adel 'menjenguk' tanaman di belakang rumah sambil mengobrol banyak hal. Adel mengajariku cara menanam bunga, merawatnya, bahkan memangkasnya dengan rapi. Ini adalah hal yang baru bagiku, dan aku merasa tertarik untuk mulai menanam bunga setelah kembali ke Jakarta nanti.
Selesai sholat dhuha Abra izin keluar lagi karena dijemput oleh para remaja lelaki yang kulihat tadi malam. Dia mengajakku ikut serta, tapi aku mengatakan tidak karena tubuhku masih lelah. Aku ingin bersantai di rumah saja seharian ini, mengobrol banyak hal dengan Ibu, Adel dan Arini sambil makan mangga yang dipetik langsung dari pohonnya.
Dari Ibu dan kedua adik Abra, aku mengetahui bahwa Abra memiliki usaha disini. Ia membangun sebuah usaha pencucian motor dan warung nongkrong berfasilitas wi-fi yang dikelola oleh para remaja kampung. Usaha cuci motornya selalu dipenuhi pelanggan, begitu pula dengan warung yang selalu dipadati oleh para siswa yang membutuhkan jaringan internet untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah mereka. Abra tak pernah mengambil sepeserpun keuntungan dari usahanya tersebut. Laba yang ia dapat seringkali disumbangkan ke infaq masjid atau ke anak yatim dan fakir miskin yang ada di kampung ini. Tujuannya membuka usaha tersebut murni untuk membantu para remaja di desa ini dan menambah tabungan mereka. Para remaja itulah yang terkadang berinisiatif untuk memberikan bagian Abra pada Ibu.
Untuk kesekian kalinya, aku dibuat kagum akan sosok suamiku. Betapa hidupnya ia gunakan untuk membantu orang-orang. Sementara aku? Apa yang sudah kulakukan untuk orang lain, padahal aku memiliki uang yang banyak?
Dari Abra aku belajar bahwa untuk berbuat baik tidak harus menunggu charity event, di ballroom besar dan diliput kamera. Merangkul mereka yang tidak mampu, memberikan fasilitas bagi mereka yang membutuhkan juga merupakan bagian dari berbuat baik.
Dan menjelang sore harinya, begitu selesai menunaikan sholat ashar, Abra membawaku berkeliling kampung naik motor. Kami mengunjungi rumah para saudara pihak Ibu dan mendiang Ayah yang mayoritas menerimaku dengan ramah dan tangan terbuka (kecuali budhe Ratni), berkenalan dengan para remaja yang bekerja di tempat pencucian motor dan warung kopi, juga memburu jajanan dekat SMA lama Abra. Aku memakan semuanya, tak peduli berapa kandungan MSG yang masuk ke tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...