Assalamualaikum dan selamat malam!
Sudah terlalu lama rasanya aku gak update Axelia. Yang rindu mana suaranya?
Mau update dari tadi siang sebenarnya, tapi karena hujan dan dingin, aku pending jadi malam ini. Hehehe...
Jam berapa kalian baca part ini?
Kemarin yang katanya udah nyiapin baju buat kondangan, ayok hari ini kita kondangan rame-rame! Kalian semua diundang!
Wkwkwk
Selamat membaca dan semoga bermanfaat!
Jangan lupa like, vote dan komen yaaa...
***
Para tamu masih ramai memadati ballroom meski jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Makanan dan minuman terus berdatangan, dan instrument musik masih dimainkan. Aku bernapas lega karena acara salam-salaman dan foto-foto dengan barisan para undangan sudah berakhir sehingga aku dapat beristirahat meluruskan punggung sejenak.
Papa dan Eyang sudah menghilang di kerumunan untuk berbaur dengan para tamu yang sebagian merupakan kolega bisnis mereka, begitu pula halnya dengan Aldrich. Almeera duduk bersama kedua Eyang putri, para sepupu dan keluarga Abra di sebuah meja besar, saling bercengkrama dan bertukar cerita.
Aku tersenyum melihat gerombolan pegawai Primehealth Hospital yang duduk di bagian belakang ballroom. Suster Mina, Luna, para dokter dan perawat berkumpul bersama. Mereka tampak begitu seru menggosipkan sesuatu sambil sesekali menunjuk kearah pelaminan. Meja mereka dipenuhi piring yang sudah kosong dan gelas-gelas yang masih berisi setengah. Semuanya memakai pakaian terbaik.
"Kenapa wajahnya begitu?" Aku menoleh begitu mendengar pertanyaan Abra yang baru saja kembali entah dari mana. Keningnya tampak sedikit berkilat karena keringat dan dia menatapku khawatir.
"Capek?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk tanpa berpikir dua kali. Meski sudah terbiasa memakai heels belasan senti, tapi gaun dan aksesoris kepala yang berat ini cukup membuat tubuhku kesakitan. Aku sudah tak sabar untuk melepas semua atribut yang melekat di tubuhku ini, kemudian mandi air hangat, sholat 'isya, lalu tidur hingga pagi.
Abra menghembuskan napas gusar. "Ayo." katanya seraya mengulurkan tangan kanannya.
Aku menatap wajah dan telapak tangan Abra bergantian. "Ayo kemana? Bukannya acara belum selesai?"
"Kita naik ke kamar. Nanti saya minta izin Eyang dan Papa untuk membawa Mbak beristirahat. Sepertinya acaranya masih lama dan saya tidak mau Mbak kelelahan lalu berakhir dengan pingsan jilid 2."
Aku mendelik. Itu sebenarnya perhatian atau sindiran? Kata orang, perempuan yang suka mengungkit-ungkit sesuatu, tapi kenapa kasusku berbeda? Terhitung sudah dua kali dia mengungkit-ungkit adegan pingsanku sejak tadi siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...