Assalamualaikum dan selamat sore,
Ada yang nungguin Axel-Abra?
Hehe, maaf telat yaa. Agak hectic akhir-akhir ini.
Bantuin Axel packing-packing mau pulang kampung ke Jakarta (apa pulang kota ya?)
Oke, selamat membaca,
Jangan lupa vote, komen dan sharenya!
***
"Eyang kira kamu sudah tidur, Princess. Kenapa angkat teleponnya lama sekali?"
Aku mendesah begitu mendengar suara Eyang yang terdengar bersemangat. Kususun bantal dengan nyaman di belakang punggung. "Eyang apa kabar? Baik-baik saja?"
"Eyang baik-baik saja. Semua orang disini baik-baik saja. Oh ya, sebelum terlupa Eyang mau menyampaikan berita baik. Kakak iparmu hamil lagi. Tadi sudah diperiksa oleh dokter yang datang ke rumah, katanya usia kandungannya tujuh minggu."
Aku refleks menyunggingkan senyum dan mengucapkan hamdalah. Aku bahagia. Akhirnya setelah kesedihan karena keguguran anak pertamanya dulu, Allah kembali mempercayakan Aldrich dan Almeera untuk memiliki calon buah hati.
"Sampaikan ucapan selamat dan salamku untuk Aldrich dan Almeera, Eyang. Katakan aku akan menelpon mereka nanti."
"Ya ya, nanti Eyang sampaikan. Ah ya, kapan giliranmu memberikan Eyang cicit?"
Aku terdiam. Memberikan Eyang cicit? Entahlah, kurasa saat itu masih lama masanya. Lagipula apakah cicit dari Aldrich dan Almeera tidak cukup?
"Doakan saja secepatnya, Eyang." Aku memberikan jawaban paling aman. "Oh ya, Papa bagaimana? Sudah sembuh kan?"
"Papamu baik. Sudah sembuh, hanya saja sejak kemarin sore dia berkali-kali meminta Eyang menelponmu. Katanya tidak enak hati. Makin tua makin lebay saja dia!"
Aku tertegun mendengar penuturan Eyang. Tiba-tiba saja rasa rindu pada Papa menyeruak memenuhi hatiku. "Apa ... aku bisa bicara dengan Papa?"
Eyang terdiam sejenak sebelum ia menjawab permintaanku dengan semangat. 'Tentu saja bisa! Tunggu sebentar, Eyang akan berikan ponsel ke Papamu."
Ada jeda selama beberapa menit menjelang Eyang mendatangi Papa. Disaat-saat itu aku berpikir apa yang seharusnya kukatakan pada Papa nanti. Hubungan kami memang sudah baik-baik saja, hanya saja saat kepergianku ke Semarang beberapa hari yang lalu, interaksiku dengan Papa masih sedikit canggung.
"Princess?"
Lamunanku buyar begitu mendengar suara serak Papa di seberang telepon. Bukannya menjawab panggilan Papa, dadaku malah merasa sesak karena menahan tangis. Ya Allah, baru kusadari ternyata aku merindukan pria ini. Betapa aku berharap saat ini aku berada disana agar bisa memeluknya dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...