Part 44

12.5K 2.1K 95
                                    

Assalamualaikum dan Selamat siang...

Semoga semua sehat selalu dan lancar urusannya, aamiin.

Abra-Axel update lagi, harap vote dan komen yaa, thank you :)

***

Aku baru saja selesai mengemasi beberapa barang untuk dibawa pulang ke Jakarta keesokan harinya saat Adel menjemputku di kamar. Aku dan Abra sudah kembali ke rumah Ibu kemarin sore. Kata Adel, Ibu dan Arini meracik rujak dan mengajakku untuk makan bersama. Aku langsung mengiyakan dengan senang hati.

Kami duduk di gazebo depan rumah sambil memperhatikan orang-orang lewat. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore dan sinar matahari sudah tak terlalu terik. Sesekali Ibu menyapa orang-orang yang dikenalnya, lalu Arini dan Adel akan menjelaskan padaku siapa orang tersebut dan dimana tempat tinggalnya.

"Kayaknya baru kemarin Mbak Axel jadi artis kampung ini, hari ini rumah kita udah jadi toko buah aja ya, Bu?" Adel mencocol jambu air dengan sambal rujak dan memasukkannya ke dalam mulut. Ia langsung mengangguk-angguk begitu rasa asam-pedas dan segar terasa di lidahnya.

"Iya, udah bisa dijual lagi ini." Arini menimpali.

Ibu tertawa. "Ya berkat Mbak kalian ini. Mantu ibu terkenal."

"Lah, kenapa Axel? Memang rezekinya kali, Bu." Aku menyangkal.

"Eeeeiii," Adel berseru. "Memang berkat Mbak Axel kali! Si Reno sama teman-temannya itu nggak sedermawan itu ngantar makanan dan buah setiap hari. Mereka itu kepincut sama Mbak. Wong mereka sendiri yang bilang ke Adel kemarin! Mbak Axel keren, katanya."

Masa iya?

"Wah, jadi rekor Adel sebagai kembang desa udah terpecahkan ya, Bu?" Arini melirik Adel penuh goda.

"Alah, rekor gitu aja diributin Mbak Arin ini." Adel menjawab malas. "Wong yang lebih kasihan itu Mas Abra."

Eh? Kenapa pula harus kasihan pada Abra? Apa hubungannya?

"Emang Mas Abra kenapa?"

"Mbak nggak lihat kemarin pas bocah-bocah gemblung itu nyambut kepulangan Mbak Axel sama Mas Abra dengan hadiah macam-macam? Yang makananlah, buah-buahanlah ... kan Mas Abra yang jadi cacing kepanasan sampai nyuruh ngantar semua makanan yang mereka antar ke rumah tetangga. Panas hati karena cemburu tuh kayaknya, sampai minum air seteko. Adel lihatnya khawatir perutnya jadi kembung."

Abra cemburu? Ke anak-anak remaja itu? Yang benar saja!

Aku mengenal Reno, Yudha, dan kawan-kawannya. Mereka adalah pekerja di tempat pencucian motor merangkap kafe milik Abra. Abra sendiri yang mengenalkanku pada mereka sore dulu-saat dia membawaku jalan-jalan kesana. Dan menurutku mereka anak-anak yang ramah dan baik meskipun agak terlalu terang-terangan dalam memuji. Aku kembali teringat kejadian kemarin, saat aku dan Abra baru saja tiba di rumah. Kami disambut oleh mereka yang membawakan begitu banyak buah tangan. Tapi sepertinya kemarin Abra tidak marah-marah. Dia hanya mengatakan bahwa mereka ternyata sangat dermawan sehingga membawakan kami makanan dan buah sebanyak itu.

Jadi dia seperti itu kalau cemburu? Betapa tidak pekanya aku!

Hatiku langsung berbunga-bunga. Aku menunduk untuk menyembunyikan senyuman di bibir. Bukankah kata orang-orang cemburu adalah tanda cinta?

Tapi kenapa dia harus cemburu? Aku sudah menyerahkan diriku padanya hingga dia sudah memiliki semua yang kupunya. Aku juga mencintainya hingga rasanya tak mungkin bagiku untuk berpaling ke lain hati. I mean, mencintai itu tetap harus pakai logika. Dan sebagai perempuan berpikiran waras aku jelas tak akan mau menukar seorang Abraham Mikail dengan pria manapun diluar sana.

JODOH By Axelia (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang