Assalamu'alaikum dan selamat pagi...
Axel-Abra update lagi.
Yang nungguin siapa?
Terimakasih buat antusiasmenya di part kemarin yaa J
Meski vote gak sampai 2k, aku update aja deh demi para readers setia. Mwehehe
Semoga kita semua sehat, semua urusan dipermudahkan. Aamiin.
Hehe, selamat membaca. Jangan lupa vote lagi, komen lagi.
Diyanah dan putri cantiknya dibawa ke rumah sakit besar untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Beberapa keluarganya mengikuti, termasuk Dieng. Pria itu tak mengatakan sepatah katapun saat bertemu denganku tadi. Setelah mengucapkan terima kasih pada dokter dari rumah sakit tersebut, aku duduk melepas penat di bawah pohon mangga depan puskesmas sembari menunggu Abra yang tak kunjung muncul. Ingin pulang, tapi aku sudah terlanjur berjanji untuk menunggunya hingga datang.
Aku menyesap jus jeruk kemasan yang diberikan oleh salah seorang remaja lelaki yang menonton kejadian menghebohkan tadi. Jusnya dingin tapi telalu manis—mungkin terlalu banyak kandungan aspartam di dalamnya. Kemasannya cukup unik menurutku, plastik gula bening dan straw berwarna biru yang mencolok. Sungguh merakyat.
Aku mendongak begitu merasakan elusan lembut di kepalaku. Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Senyum lelahku terbit begitu melihat wajah teduh Abra yang menyilaukan karena membelakangi matahari.
"Lapar, Bu Dokter?" tanyanya sembari mengambil tempat duduk di sebelahku.
"Sangat." Aduku. Mataku langsung berbinar melihat rantang makanan berwarna pink yang dibawanya. "Apa itu?"
"Kiriman dari Ibu. Rudi yang membawanya kesini. Ibu khawatir menantunya yang cantik ini belum makan siang. Tidak sarapan juga tadi pagi kan?"
"Tidak sempat, Mas."
Abra menata makanan di bangku. Perutku bergemuruh begitu mencium aroma ayam goreng bumbu dan tumis kangkung yang memanjakan selera. Ceramahan Abra tentang pentingnya sarapan dan betapa tidak sehatnya jus kemasan yang tadi kuminum lewat begitu saja di telingaku. Sepertinya dia belum tahu, bahwa siapapun yang berada pada kondisi panik seperti tadi tidak akan ingat dengan makan. Tapi aku hanya mengangguk saja sambil mulai menyantap makananku.
"Memang lapar sekali sepertinya, sampai tidak menawari saya." Abra kembali menepuk-nepuk puncak kepalaku. Aku mengangguk lagi. Masakan Ibu memang tak ada duanya! Aku sama sekali tak menawarinya karena aku tahu tadinya dia sudah makan dengan menu yang sama.
Kurang dari setengah jam kemudian makanan yang kusantap habis tak bersisa. Abra kembali membereskan rantang sementara aku bersandar di batang pohon karena kekenyangan. Rasanya mengantuk sekali. Tubuh yang lelah, perut yang kenyang serta hembusan angin sepoi-sepoi sungguh perpaduan yang sempurna untuk tidur.
"Ayo!"
Mataku terbuka begitu Abra menarik tanganku untuk beranjak. Menolak dengan protesan dan rengekan yang hanya ditanggapi dengan tawa olehnya.
"Kita mau kemana sebenarnya? Kenapa pakai mobil segala?" akhirnya aku pasrah saat Abra mendudukkanku di kursi penumpang dan memasang seatbelt. Sombong sekali ke puskesmas bawa mobil!
Abra tak menjawab. Aku-pun tak lagi bertanya karena begitu mobil keluar dari pekarangan puskesmas, mataku terpejam karena kelelahan.
***
"Waaah, pantaaaaaiii!!" aku berteriak histeris begitu hamparan air laut terbentang di depan mata. Setelah tidur selama hampir dua jam di perjalanan, akhirnya mobil kami berhenti di sebuah daerah yang sama sekali tak kuketahui. Kata Abra, tempat ini adalah tempat untuk kami refreshing dan bersantai hingga esok.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...