Salam subuh. Assalamualaikum semuanya...
Apa kabar pagi ini?
Axel update lagi nih, yang rindu mana manaaa??
Hehehe...selamat membaca...
Jangan lupa vote dan komen yaa!
Part ini aku mau nargetin vote dan komen ah, pokoknya kalau vote dan komennya belum melebihi part sebelumnya, aku gak mau update lagi!
Maksa? Gak papa!
Jadi harap ramaikan yesss...wkwkwk...
***
Aku tiba di Jakarta pukul dua pagi dan langsung jatuh sakit begitu sampai di mansion. Suhu badan naik, kepala pusing, dan semua sendiku rasanya ingin copot semua. Tubuhku akhirnya menyerah setelah dipaksa bergerak non-stop selama sebulan tanpa benar-benar beristirahat.
Mansion benar-benar heboh. Kedua pria tua yang overprotective itu (baca : Papa dan Eyang)-seperti biasa setiap kali aku sakit-mulai saling menyalahkan dan mendebat satu sama lain di depan ranjangku. Aku yang masih belum memiliki semangat untuk ikut berdebat hanya duduk sambil menyandarkan kepala menonton pertengkaran mereka.
"Alhamdulillah kamu sudah lebih baik." ujar Papa setelah memeriksa keadaanku. Aku mendesah jengah, memang aku sudah lebih baik, mereka saja yang terlalu lebay memaksaku tetap tinggal diatas ranjang!
"Sudah lebih baik apanya? Kamu yakin hasil tes darahnya baik-baik saja? Kenapa wajah princess masih pucat begini?" Eyang membantah. Pria tua itu duduk di ranjang sembari memegangi tanganku seolah aku adalah pasien dengan penyakit serius. Tolonglah!
Jadi ceritanya, begitu mengetahui aku drop, Papa langsung mengambil sampel darahku dan mengujinya di laboratorium. Berlebihan? Memang! Tapi aksi tes-tes darah ini memang sudah menjadi sebuah tradisi dalam keluarga setiap kali kami sakit. Jika aku, Eyang, atau Aldrich sakit, maka Papa-lah yang bertugas untuk mengecek darah. Tapi setiap kali Papa sakit, akulah yang bertindak menjadi dokternya.
"Orang yang baru habis sakit memang biasanya pucat, Pa!" Papa membela diri.
"Aku tidak begitu!" Eyang lagi-lagi berteriak tak mau kalah.
"Iya! Itu karena Papa tak benar-benar sakit! Pasien macam apa yang masih bisa haha-hihi menelpon kesana kemari diatas brankar rumah sakit? Sakit Papa itu jelas dibuat-buat, cari perhatian dari Aldrih dan Axel, iya kan?"
"Kamu...kamu..." Eyang menunjuk-nunjuk Papa dengan wajah merah padam. Wajah khawatir yang ditunjukkannya padaku tadi sudah hilang berganti dengan raut kesal bukan main. Uh oh...perdebatan mereka sepertinya masih akan berlangsung lama! Aku memijit kepala yang mulai pening.
Aku heran kenapa beberapa tahun ini Eyang dan Papa senang sekali bertengkar. Ah, sebenarnya Eyang yang suka sekali memancing adu mulut dengan Papa. Papa yang pendiam dan biasanya sabar pun akhirnya mulai ikut membalas balik setiap kali Eyang mengomel. Bagaimana tidak? Tuan Bramastya Adyastha yang pemaksa itu seringkali menyalahkan Papa tentang banyak hal, terutama tentang kesehatanku dan Aldrich, cucu kesayangannya.
Aku sering bertanya-tanya, apakah perdebatan itu murni karena wujud rasa khawatir Eyang pada kami ataukah karena dia hanya sedang ingin menyalurkan kesenangannya? Aku sangat tahu, Tuan Bramastya itu adalah orang paling usil sedunia. Mulutnya juga terkadang suka ceplas-ceplos tak tahu tempat. Nyerocos panjang mengalahkan kereta api.
"Orang kelelahan biasanya akan langsung pulih setelah satu atau dua hari. Tapi ini...sudah empat hari princess masih saja duduk diatas tempat tidur. Obat murah jenis apa yang kamu recoki ke tubuh cucuku, hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
EspiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...