Assalamualaikum dan selamat pagi...
Axelia update lagi untuk menemani hari-hari kalian,
Yang rindu acungkan tangan?
Oh yes, sebelumnya ku mau absen dulu, yang emak-emak mana suaranya?
Yang anak gadis?
Hehe...semoga sehat dan bahagia selalu, Aamiin...
Hari ini gak ada playlist, jadi aku kasi instrumen aja. Instrumen pengantar bobok favorit aku (sok-sokan aja sih, padahal aslinya walaupun gak pakai instrumen bobokku juga nyenyak. Mwehehehe)
Selamat membaca, jangan lupa vote dan komen yaaa!
***
"Eyang sudah sangat yakin kamu pasti setuju." Eyang menatapku berbinar-binar setelah aku mengutarakan kesetujuan untuk menikah dengan Abra. Kecamuk emosi dan kekhawatiran yang tadi sempat kulihat di matanya sirna sudah, digantikan dengan wajah bahagia penuh syukur. Aku tak menyangka persetujuanku ternyata memiliki pengaruh besar pada Eyang.
Aku mengangguk malu masih dengan wajah memerah. "Eyang benar. Usiaku sudah duapuluh delapan dan sebentar lagi duapuluh sembilan. Memang sudah saatnya aku menikah. Toh aku juga terlalu sibuk bekerja, jadi tak ada salahnya Eyang memilihkan calon suami yang baik untukku. Iya kan?"
Eyang tertawa puas. "Ohh...jelas! Kamu jangan khawatir tentang itu, princess. Eyang sudah kupas tuntas latar belakang Abra dan keluarganya. Semuanya baik-baik belaka. Kamu tidak akan menyesal menikah dengannya."
Aku meringis mendengar cara Eyang mempromosikan Abra. Terdengar seperti barang dagangan, tapi mau bagaimana lagi? Memang begitulah gaya Eyang berbicara. Aku jadi penasaran bagaimana cara Eyang membujuk Abra agar setuju menikah denganku. Apakah aku juga dijajakan? Aku tak mau Abra merasa terpaksa menerima pernikahan ini.
Sebuah pemikiran tiba-tiba terlintas di pikiranku. "Tapi Eyang...apa dia...maksudku Abra itu...tidak punya calon? Dia kan...lumayan ya? Kata Eyang baik, trus pekerjaan juga bagus. Seharusnya tidak susah dong untuk mencari calon istri. Mungkin dia sudah punya...emm...gadis yang disukai, mungkin?" aku bertanya ragu-ragu.
Eyang mengerutkan kening. "Gadis yang disukai?" dia menatapku dalam. Hunusan tatapan itu membuatku semakin grogi saja. "Apa itu penting? Mau ada atau tidak, jika kalian sudah terikat dengan ikatan pernikahan gadis itu memangnya bisa apa?"
Aku ternganga. Jawaban macam apa itu? Entah kenapa aku tak puas hati dengan jawaban Eyang. Apa itu artinya Abra sudah punya gadis yang disukainya dan nanti akan sengsara karena terpisah? Memikirkan suamiku nanti masih memikirkan perempuan lain rasanya membuat dadaku panas. Aku tak terima dan tak sudi menceburkan diri kedalam kesengsaraan! Lebih baik aku jadi perawan tua daripada jadi istri tapi tanpa cinta!
"Hahahaha!" gelegar tawa Eyang memaksaku keluar dari khayalan. Aku merengut tak suka melihat pria tua itu sepertinya menggampangkan masalah ini. Aku ini cucunya! Apa dia mau kehidupan pernikahanku berakhir menyedihkan karena masalah tidak elit bernama pelakor?
"Kenapa mukamu seperti mau makan orang begitu?" tanya Eyang. "Kamu jangan terlalu possessive, princess. Bisa lari calon suamimu nanti! Hahaha..."
Aku memukul geram dada Eyang. Tak keras, hanya mirip pukulan manja. Jika aku nekat memukulnya keras-keras, pria tua ini bisa-bisa masuk rumah sakit karena serangan jantung.
"Eyang!"
Eyang lagi-lagi tertawa. Aku menarik diri dari pelukannya dan beralih memeluk boneka panda yang tergeletak disampingku, memperhatikan pria tua yang tampak bahagia sekali mengerjai cucunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
EspiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...