Assalamualaikum dan selamat pagi...
Semoga sehat dan bahagia selalu...
Bagi yang di rumah semoga dijauhkan dari kegabutan, bagi yang kerja semoga aman dan menjaga diri baik-baik yaa...
Enjoy the forth part of Axelia, don't forget like and comment!
Ok?
***
Aku mengerutkan kening melihat sedan putih yang cukup familiar terparkir di depan mansion. Meskipun ianya tak mencolok seperti mobil-mobil mewah mengkilap koleksi Papa dan Eyang, tapi posisinya yang cukup mengganjal-tepat di depan taman-membuatku langsung menyadari kehadirannya.
Itu mobil Abra-mantan sekretaris Aldrich yang sekarang sudah naik jabatan menjadi CEO sementara di perusahaan yang didirikan kakakku itu-Lixon Group. Sejak ia mengambil alih tanggung jawab Aldrich di perusahaan, tak sekali dua kali dia menyambangi mansion ini. Entah untuk urusan apa, akupun tak tahu. Hanya saja, setiap kali dia datang Eyang sepertinya menjadi lebih muda bertahun-tahun karena terlalu banyak tertawa. Padahal coba saja lihat makhluk bernama Abra itu, tak ada selera humornya sama sekali!
Abra adalah manusia paling kaku yang pernah kukenal di dunia. Menurut Aldrich, usianya baru menginjak duapuluh tujuh tahun-setahun lebih muda dariku, tapi bagiku dia tampak seperti om-om yang hampir berusia limapuluh tahun karena wajah kakunya itu. Aku sudah mengenalnya sejak tiga tahun yang lalu tapi sepertinya tak akan pernah bisa dekat dengannya. Dia terlalu cuek dengan sekitar, bahkan tak pernah sekalipun menegurku duluan saat kami tak sengaja berpapasan.
"Assalamu--"
Aku terkaget begitu melihat sosok yang keluar dari dalam rumah. Hampir saja kunci mobil yang kupegang terlepas. Tapi ternyata keterkejutan itu bukan hanya milikku karena sosok itu ternyata juga ikut terperanjat. Matanya yang sudah menatapku membola dengan sempurna dan sebelah tangannya mengelus dada sembari mengucapkan istighfar.
"Mb...mbak Axel..." katanya.
Aku mengerutkan kening geli begitu melihat raut gugupnya. Entah kenapa pemandangan ini menurutku menarik.
"Abra? What are you doing here?" tanyaku.
Abra mengambil langkah mundur mengantisipasi gesturku yang sedikit melongok kebelakang tubuhnya. Tak ada siapa-siapa disana, tapi kenapa pria ini sepertinya sedang dikejar-kejar hantu?
Abra berdehem. "Oh, itu...saya...baru saja bertemu Tuan Besar." jawabnya. Aku lagi-lagi heran saat melihatnya yang berdiri resah.
Aku menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia masih tampak rapi dan tampan seperti biasa meskipun ketampanan itu tak berpengaruh padaku. Hei! Aku sudah terbiasa dengan para lelaki tampan.
Kemeja abu-abu Abra masih tersangkut rapi di dalam celana bahannya. Hanya saja dasi yang seharusnya melingkari lehernya sudah lenyap entah kemana. Aku tertegun begitu telisikanku sampai di wajahnya. Dia sedang menatapku dalam, seperti memikirkan sesuatu. Kemudian dia menelan ludah kesat sebelum mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Saya...saya...pamit dulu, mbak A...Axel." Dia membungkukkan tubuhnya dan berlalu dengan terburu-buru. Aku menatap tingkahnya masih dengan tatapan tak mengerti. Caranya membuka pintu mobil, caranya menghidupkan mobil dengan tergesa-gesa, sampai dia menghilang di balik pagar mansion membuatku merasa dia sepertinya sedang melarikan diri.
Atau aku yang salah mengira?
"Sudah pulang, princess?" suara Eyang yang diiringi dengan ketukan tongkat mahalnya membuatku menoleh. Kuraih tangannya dan kucium sebagai ucapan bahwa aku sudah kembali ke rumah. Kebiasaan bagus yang baru kutiru dari kakak iparku.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...