Assalamualaikum dan selamat siang semuanya...
Maaf ya, aku kelamaan gak update dan buat kalian semua menunggu-nunggu.
Thanks buat yang udah perhatian nanya di ig and WA, Alhamdulillah aku baik-baik saja, begitu pula hendaknya kalian semua. Aamiin.
Enjoy this part yaa, jangan lupa vote dan komen!!
***
Jika ada orang yang melihatku saat ini, mereka pasti akan mengataiku orang tolol karena terus tersenyum-senyum sendiri sejak tadi. Aku tak bisa menahan perasaan senang hanya dengan melihat pemandangan seorang pria yang sibuk menata alat shalat kami ke dalam lemari. Punggung lebar dan kokoh itu bergerak kesana kemari sembari bibirnya menggumamkan ayat-ayat suci yang dihapalnya lewat speaker ponsel. Kebiasaannya setiap pagi.
Sementara aku berbaring diatas ranjang dengan kaos tebal dan celana panjang kebesaran miliknya. Memilih bermalas-malasan setelah meminta bantuan pria yang berstatus suamiku itu untuk menyimpan mukena ke dalam lemari. Jarak antara ranjang dan lemari tidak sampai tiga meter, tapi tubuhku yang pegal-pegal dan masih sakit di beberapa bagian membuatku malas untuk sekedar bergerak.
"Lapar?" entah sejak kapan, Abra sudah naik keatas tempat tidur. Aku menarik selimut untuk beringsut masuk ke pelukannya. Udara pagi ini cukup dingin, tapi ciuman yang disematkan Abra mampu membuatku cukup hangat. Suamiku ini, sejak diresmikannya hubungan antar-bibir diantara kami tadi malam, entah sudah berapa kali dia menjamahku disana. Dengan penuh semangat pula, seolah dia baru saja mendapatkan kesenangan baru.
"Lapar, tapi ngantuk juga." Aku makin merapatkan diri padanya. Suasana kamar yang remang-remang ditambah suasana yang masih gelap diluar jendela membuat mataku memberat.
Abra tertawa dan sedetik kemudian dia menarik hidungku cukup keras. "Tidak baik tidur lagi setelah subuh, Tuan Putri." katanya. "ayo keluar! Tidak mau melihat matahari terbit? Kita bisa sekalian pesan sarapan dan minta diantarkan ke teras belakang."
Aku menjerit protes begitu Abra langsung mengangkat tubuhku yang terbalut selimut tanpa izin. Aku mencintai ranjang ini! aku tidak mau sarapan di teras belakang! Aku mau disini saja! Tolong turunkan aku!!
Aku menghela napas lega begitu Abra menurunkanku di depan pintu. Tapi ternyata dia tak membiarkanku kembali ke kamar, hanya memasangkan jilbab untuk menutupi rambut lembabku, lalu mendorong bahuku agar keluar dari cottage. Ini pemaksaan!
Suasana masih gelap, dan tentu saja tak ada siapapun berada disini selain kami berdua. Pemandangan laut yang terhampar di depan mata sama sekali tak membuatku tertarik. Gurat-gurat sinar matahari tak tampak akan timbul, malah awan tebal yang menggantung seolah-olah akan turun hujan sebentar lagi. Sunrise apanya kalau seperti ini?
"Disini saja ya, Sayang? Bahaya kalau kita terus-terusan di dalam kamar." Aku mendelik begitu mendengar ucapan polos Abra yang menarikku untuk ikut berdiri di pagar balkon. "Saya mau ajak kamu ke pantai mumpung airnya masih surut, tapi sepertinya cuaca tidak mendukung. Lagipula kasihan kamu pasti kelelahan." katanya lagi.
Ya ampun, Mas! Mendukung bagaimana sedangkan sebentar lagi turun hujan? Aku protes dalam hati.
Aku bergidik begitu merasakan angin yang bertiup cukup kencang. Abra memelukku dari belakang sembari merapatkan selimut. Dia mulai menyenandungkan doa-doa paginya sementara otakku kembali mengulang kilasan percintaan kami tadi malam. Setelah semua hal yang kami lakukan, aku bisa merasakan tak ada lagi pembatas antara diriku dan Abra. Suamiku itu mendadak menjadi manusia paling jujur sedunia terutama saat mengungkapkan apa yang ia inginkan. Berdasarkan hasil penilaianku sejak tadi malam, Abraham Mikail jelas bukanlah pria berpikiran suci dan terhormat saat berhadapan denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
EspiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...