Assalamualaikum dan selamat siang...
Axelia update lagi...
Yang nggak sabar mana suaranya?
Yang sabar?
Enjoy yaaa... jangan lupa vote and comment, okay? Berbuat baiklah di bulan puasa ini meski hanya dengan memencet bintang. Hehe...#kidding guys
***
Aku membersit hidung dengan tisu yang disodorkan Chyntia. Saat ini kami berada di kafe lantai dasar rumah sakit sembari mencoba menikmati secangkir cokelat panas untuk menenangkan hati. Kutatap tanganku yang tadi digenggam oleh Mama, dan rasa sedih bercampur haru lagi-lagi menyeruak menguasai hatiku. Aku tak menyangka tangan ini akhirnya juga merasakan sentuhan seorang ibu.
Aku yakin aku sudah mengikhlaskan masa kecilku. Tapi kini, setelah menatap wajah Mama untuk pertama kalinya, aku sadar...bahwa bagaimanapun aku berusaha untuk baik-baik saja, hatiku tetap tak bisa menampik kerinduan yang melanda. Bagaimanapun egoisnya dia dari cerita Papa dan Aldrich, aku tetap tak bisa membencinya karena meninggalkanku.
Aku ternyata merindukannya...sangat!
"Mama...sakit apa?" tanyaku pada Chyntia dengan suara serak. Aku tak peduli dengan kantung mataku yang entah sudah sebesar apa karena terus menangis dari tadi.
Chyntia seperti bingung harus menjawab apa. Gadis itu mengusap bibir cangkirnya seolah melepaskan beban pikiran, kemudian mendesah lemah. "Banyak..." katanya pelan.
"Ceritakan padaku..." aku meminta dengan yakin.
Chyntia menatapku lama. Manik birunya tampak berkaca-kaca. "мать...menderita kanker payudara, awalnya stadium dua. Saat beliau datang ke rumah sakit dan berniat menjalani pengobatan, dokter memvonisnya terjangkit virus HIV. Virus itu berkembang menjadi AIDS setelah beberapa tahun dan menyerang kekebalan tubuhnya tanpa ampun. Kankernya terus berkembang hingga kini sudah masuk stadium akhir. Dokter sudah menyerah melihat kondisi beliau yang semakin hari semakin menurun, begitu juga aku. Dan jika ada permintaan terakhir beliau yang ingin diwujudkannya sebelum menutup mata, aku pasti akan berusaha mengabulkannya."
Aku meremas tangan dengan gelisah. HIV...AIDS...itu adalah penyakit yang jelas belum ada obatnya. Ditambah dengan kanker payudara stadium akhir... aku tertunduk lemas begitu sadar bahwa hanya keajaiban dari Allah saja yang membuat umur Mama bisa lebih panjang.
"Maafkan aku, Axel. Ibumu terjangkit virus HIV dari ayahku. Aku tak tahu ayahku mengidap penyakit itu, dan aku juga tak tahu mereka menikah. Aku tinggal di Tiksi bersama nenekku semenjak ibu kandungku meninggal dunia. Ayahku sejak dulu memang pecandu obat-obatan, tapi aku tak menyangka...aku tak menyangka..."
Tangis Chyntia pecah. Beberapa pengunjung kafe menatap kami dan berbisik, tapi kemudian kembali sibuk dengan obrolan mereka karena tak terlalu tertarik dengan urusan kami. Well, ini bukan Indonesia dimana masyarakatnya punya antusiasme yang terlalu tinggi terhadap urusan orang lain. Rusia adalah negara maju yang pola hidupnya hampir mirip dengan negara Amerika dan Eropa. Mereka tak suka bertele-tele dan sibuk ambil pusing dengan sekitar.
Aku tak tahu harus melakukan apa. Kugenggam tangan Chyntia untuk memberikannya kekuatan. Dibalik kisahnya dan masa lalu ayahnya yang kelam, aku sangat salut Chyntia bisa tumbuh menjadi gadis yang baik hati seperti ini. Padahal hubungannya dengan Mamaku hanya sebatas ibu tiri, tapi ia rela bersusah-susah merawat dan bahkan menghubungi anak-anak Mama yang keras kepala.
"Darimana biaya pengobatan Mama selama ini?" tanyaku lagi.
Chyntia mengusap air matanya. "Ayahku bunuh diri karena bangkrut dan sakit-sakitan. Aku tak memiliki apapun karena sisa-sisa aset ayah dipergunakan untuk melunasi hutang, tapi untungnya Ibu kandungku mewarisi kebun anggur dan istal kuda yang sangat luas padaku. Ibuku anak tunggal, dan tak ada ahli keluarga lain yang akan memprotes tindakanku. Aku menjaminkannya di bank untuk biaya pengobatan. Kau tahu...akan sangat menyayangi мать. Tidak, aku pikir kami saling menyayangi. Kata мать, aku mengingatkannya pada anak perempuannya yang ia tinggalkan dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...