Assalamualaikum dan selamat sore,
Maaf atas keterlambatan update-nya :D
Selamat membaca ya, jangan lupa vote dan komen!
Rumah Ibu mertuaku adalah hunian yang nyaman. Halaman depannya luas dan banyak ditumbuhi bunga-bungaan dan rerumputan tebal yang terpangkas rapi. Beberapa pohon juga tumbuh memberikan suasana rindang dan sejuk.
Bangunan rumahnya sendiri dicat dengan warna kuning gading. Tak terlalu besar, tapi menonjolkan perpaduan antara konsep tradisional dan modern dengan begitu mencolok. Ruang tamunya minimalis dengan seperangkat lemari kaca untuk menyimpan aksesoris dan begitu banyak piala penghargaan, ruang keluarga yang bisa dikatakan mencakup ruang baca karena terdapat begitu banyak buku tersusun di rak besar di sudut ruangan, dapur kecil dengan pantry di bagian belakang, dua buah kamar mungil berpintu coklat yang bersebelahan dan sebuah kamar yang lebih besar dekat dapur.
Kupikir aku dan Abra akan menempati salah satu dari tiga kamar tersebut, tapi ternyata tidak. Abra membawaku keluar dari rumah utama menuju bagian belakang. Meski tubuh dan batinku kelelahan, aku tetap tak mampu menahan rasa takjub begitu melihat pemandangan taman belakang rumah ini. Aneka bunga berwarna-warni memanjakan mata, ada juga pohon mangga yang sedang berbuah disana, tepat disebelah gazebo yang tampak adem dengan sandaran bantal yang nyaman. Sebuah air mancur mini di sudut taman menimbulkan gemericik air yang samar, menenangkan.
Tapi ternyata rasa tertarikku tak berakhir sampai disana. Kamar kami—yang tepatnya adalah sebuah bangunan kayu kokoh berlantai dua yang terletak di sudut taman lebih menakjubkan menurutku. Aku terus bergumam terkesima begitu pintu coklat itu dibuka oleh Abra.
Satu set sofa besar berwarna putih menyambut kedatangan kami dengan bantal-bantal berwarna-warni tersusun diatasnya. Ada juga sebuah meja kerja di dekat jendela—bersebelahan dengan rak buku besar menjulang di salah satu sisi dinding. Sebuah pintu kecil yang kukira adalah pintu kamar mandi tampak tersembunyi di samping rak.
Abra membawaku naik ke lantai dua, dan aku hampir tak bisa menahan pekikan bahagia. Kamar ini benar-benar keren. Meski ukurannya tak seberapa, tapi aku yakin aku akan betah berada disini seharian—tidak, semingguan.
Dindingnya tidak dicat, seperti halnya lemari kecil di sudut ruangan dan lantai kayu yang ditutupi karpet tebal. Sepasang kursi dan meja multifungsi disusun menghadap sebuah ranjang berseprei putih yang tampak empuk dan nyaman. Aku menggigit bibir begitu melihat Abra menyibak tirai-tirai besar di keempat sisi ranjang tersebut dan mengikatnya asal.
Ini ... nyaman sekali! Apakah ini surga? Karena jika iya, aku mau tinggal disini saja selamanya!
"Apa ini kamar kita?" aku meletakkan tas diatas meja. Sejak kami tiba beberapa jam yang lalu, aku dan Abra sama sekali belum berkesempatan untuk beristirahat karena begitu banyaknya tamu yang datang.
"Ya. kenapa? Apa Mbak tidak suka? Maaf, saya—"
"It's amazing! I love it." potongku langsung. Apa dia bercanda? Bagaimana mungkin dia berpikir aku tidak menyukai kamar ini? Dari balkon lantai dua ini saja, aku bisa melihat pemandangan taman cantik dibawah sana. Matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat membuat warna-warna dedaunan begitu memukau. Hijau keemasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
EspiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...