Part 30

16.2K 2.5K 188
                                    

Assalamualaikum dan selamat pagi ....

Maafkan aku baru bisa update, laptop baru diambil dari counter dua hari yang lalu dan part baru selesai diketik kemarin sore.

Yang rindu mana suaranya?

Keadaan Papa syukurnya baik-baik saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keadaan Papa syukurnya baik-baik saja. Menurut dokter Wira, beliau hanya kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Seluruh anggota keluarga merasa lega karena Papa akhirnya diperbolehkan pulang setelah dua hari dirawat di rumah sakit meskipun beliau harus beristirahat total selama beberapa waktu.

Abra selalu menemaniku disaat-saat kalut. Dia menggenggam tanganku, memelukku, mengusap punggung saat aku menangis dan ikut sibuk merawat Papa. Melihat kebesaran hatinya, aku semakin yakin bahwa aku sudah menikahi pria yang tepat. Dia sayang dan peduli pada orang-orang yang kusayangi.

"Thank you ..." ucapku padanya saat kami sudah berada di kamarku. Kami baru saja pulang dari rumah sakit untuk menjemput Papa, dan aku sudah kehilangan tenaga saking lelahnya. Menjaga orang sakit cukup menguras emosi. Untungnya masa cutiku belum berakhir.

Abra tersenyum. Tangannya sibuk bekerja membuka peniti hijab beserta ciput yang kukenakan. Kepalaku langsung lega begitu rambutku sudah tergerai lepas.

Kutatap wajah Abra dalam-dalam. Wajahnya juga tampak sayu, mungkin kelelahan. Tapi anehnya dia sama sekali tak mengeluh. Dia bahkan dengan sabar melayani semua sifat melankolisku dua hari ini.

"Cuci muka, setelah itu istirahat." Abra mengusap kepalaku. "Saya keluar sebentar."

Aku menghela napas panjang dan berjalan menuju kamar mandi. Berniat untuk tak berlama-lama membersihkan diri agar bisa cepat-cepat beristirahat. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tadi Abra sempat membawaku singgah di masjid dan tempat makan untuk menunaikan sholat 'isya dan mengisi perut, jadi tak masalah jika aku langsung tidur.

Satu hal lagi yang kuketahui tentang Abra, dia ternyata tipe orang yang sholat tepat waktu. Jika dia sedang tidak sibuk, maka lima belas menit sebelum azan dia sudah berangkat ke masjid. Tapi jika sedang ada pekerjaan yang mendesak, dia berangkat ke masjid saat muadzin sedang mengumandangkan azan.

Abra sedang menelpon begitu aku mendudukkan diri diatas ranjang. Keningnya berkerut-kerut, tampak begitu serius. Tapi begitu melihatku, dia langsung memaksakan senyum lebar.

"Ya ... wa'alaikumussalam."

"Siapa yang telpon?" tanyaku penasaran.

Abra meletakkan ponselnya diatas nakas. "Adel." Jawabnya.

"Ada apa?"

"Tidak apa-apa. Biasa, bertanya kabar."

Aku menatapnya tak yakin. Kata 'tidak apa-apa' sepertinya tidak cocok mendeskripsikan keningnya yang berkerut tadi. Tapi aku juga tak ingin memaksanya untuk bercerita. Besok saja aku tanya lagi. Saat ini kami sudah terlalu lelah. Kami butuh tidur.

JODOH By Axelia (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang