Assalamu'alaikum dan selamat pagi,
Semoga di hari senin yang berbahagia ini, kita semua diberi kesehatan dan rezeki yang baik. Aamiin!
Thank you buat vote 1,7 di part kemarin wahai tim gercep Axel-Abra! :D
Semangat ya, yang puasa semoga barokah dan yang nggak puasa, jangan lupa sarapan!
Selamat membaca, jangan lupa vote dan komen!
"Siapapun, tolong bawa laki-laki ini jauh dari sini! Dan tolong langsung tutup tirainya, Murni!" Aku menunjuk Dieng yang menatapku dengan mata menyala-nyala untuk terakhir kalinya. Pria itu akhirnya kehilangan taringnya begitu keputusan diambil.
Proses persalinan Diyanah dimulai begitu pintu dan jendela tertutup rapat. Hanya ada aku, Mak Tarwiyah, Murni dan dua orang perawat lain yang menangani Diyanah. Kami berbagi tugas. Aku memasang sarung tangan lateks dan mengambil posisi di ujung brankar, mengintip sekilas ke bawah selimut untuk mengecek situasi. Masih cukup terkendali, tapi sayangnya kondisi sang Ibu cukup memprihatinkan. Wajah dan piyama Diyanah bersimbah peluh. Bibirnya juga mulai berdarah karena terus digigiti sejak tadi.
God!
Allah pasti menolong! Batinku dalam hati. Aku pernah menangani kasus yang lebih parah dari ini saat menjadi relawan di Fort McKay pasca gempa dahsyat lima tahun yang lalu. Seorang Ibu hamil yang terpaksa harus melahirkan di tenda darurat yang minim peralatan medis. Kondisinya cukup memprihatinkan. Kaki yang membengkak parah karena terkilir, kelelahan tertimbun reruntuhan bangunan selama dua hari, serta kekurangan cairan. Akses menuju kota saat itu masih ditutup dan kemungkinan untuk dibawa ke rumah sakit sangat kecil karena selain jalanan yang masih diperbaiki, rumah sakit besar yang ada disana juga sudah penuh dikarenakan banyaknya pasien yang membutuhkan penanganan serius pasca gempa. Tapi persalinan tetap terpaksa dilakukan karena ketubannya hampir kering dan dikhawatirkan si bayi akan lemas karena terlalu lama berada dalam kandungan. Meski setelah melahirkan si Ibu harus tertidur selama satu minggu, tapi aku bersyukur dia dan bayinya selamat. Saat itu aku belum mengenal Tuhanku dan Dia sebaik itu menuntun jalan. Lalu sekarang, saat aku benar-benar berharap dan meminta bukankah Dia juga pasti akan mengabulkan?
"Mak ... saya ... sudah ndak kuat!!!"
"Jangan bicara gitu, nduk. Kamu pasti selamat!" Mak Tarwiyah menenangkan Diyanah. Wanita yang tampaknya seumuran dengan Eyangku itu mengusap kening Diyanah yang basah.
"Mak, kalau ... kalau misalnya nyawa ... nyawa saya—"
"Jangan bicara macam-macam, Dyah!!" aku memotong. Geram melihat Diyanah yang sepertinya tak punya semangat juang. Apa dia tak ingin melihat anaknya yang sudah susah payah dikandungnya selama sembilan bulan? Setelah semua muntah, pusing serta tak nyaman tidur dijalaninya dengan tabah, lalu sekarang dia ingin menyerah? Yang benar saja!
"Daripada kamu berbicara melantur tidak jelas seperti itu, lebih baik berdzikir, ingat Allah. Berdoa supaya kamu dan anakmu baik-baik saja. Meski berada di jurang maut sekalipun, kamu harus berusaha untuk tetap hidup demi anakmu! Kamu mau anakmu tinggal seorang diri di dunia ini? Tidak khawatir dengan masa depannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
EspiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...