Assalamualaikum dan selamat sore.
Yang nungguin Axel-Abra, ada?
Btw, part kemarin pada ngehujat Ayu ya? Padahal dia salah apaa? Hayok cerita sini!
Selamat membaca! Jangan lupa vote dan komen!
Warning : Part ini mengandung ******! Harap persiapkan hati sebelum membaca!
***
Keesokan harinya, aku tinggal di rumah dengan Arini dan Adel. Pagi-pagi sekali, Abra mengantarkan Ibu yang katanya mau rewang ke rumah saudara di kampung sebelah sementara Ridwan sudah kembali bertugas. Sebenarnya Ibu tak ingin meninggalkan Arini di rumah, tapi aku mengatakan beliau tak perlu khawatir karena aku dan Adel akan menjaga Arini dengan baik.
Seperti biasa, tak ada hal spesial yang bisa kulakukan di rumah ini. Setelah membereskan kamar ala kadarnya, aku menelusuri koleksi buku milik Abra. Membaca lebih kurang satu jam, kemudian keluar untuk bertemu Adel begitu kebosanan melanda. Seperti biasa, Adel sedang sibuk dengan bunga-bunga di taman saat aku menghampirinya sementara Arini memperhatikan dari gazebo. Arini tersenyum melihat kedatanganku.
"Bagaimana keadaanmu, Rin?" aku bertanya. Arini baru saja keguguran. Selain kondisi psikis, kondisi tubuhnya juga harus diperhatikan.
"Alhamdulillah lebih baik, Mbak."
"Ya baiklah! Masa nggak? Dipaksa minum obat herbal sama Ibu. Tau sendiri Mbak Arin itu bencinya sama yang pahit-pahit kayak apa!"
Aku terkekeh. Orang desa ternyata memiliki treatment pasca melahirkan yang rumit. Mulai dari urut, jamu-jamu pahit, hingga menungku menggunakan bara api. Bagi dokter sepertiku yang terbiasa menggunakan obat-obatan kimia, hal seperti ini cukup menarik untuk dipelajari.
"Apa disini ada dokter kandungan, Rin?"
"Ndak ada Mbak. Gimana mau punya dokter kandungan, wong rumah sakit juga ndak ada. Ada sih puskesmas di dekat simpang tiga sana, cuma yang bekerja disitu cuma dokter umum sama dokter gigi. Dokter giginya juga ndak tugas tiap hari, cuma tiga hari seminggu karena tempat tinggalnya juga ndak disini."
Aku mengangguk-angguk. Aku sudah tahu puskesmas desa ini karena kemarin sudah ditunjukkan oleh Abra. Tapi mendengar tenaga medis yang terbatas membuatku meringis sendiri.
"Trus kalau ada yang mau lahiran bagaimana?"
Kali ini Adel yang menjawab. "Ada dukun beranak di desa ini, Mbak. Atau biasanya dokter Kasmi dan para perawat di puskesmas juga menangani kalau ada orang lahiran."
"Kalau ada situasi darurat?"
"Ya bawa ke kota. Satu-satunya rumah sakit besar yang fasilitasnya memadai disini cuma rumah sakit tempat Mbak Arin dirawat kemarin." Adel menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...