Assalamualaikum...
Selamat pagi, selamat berpuasa, selamat beraktifitas.
Kaget Axel update lagi hari ini? Mwhehehe...
Iya iya, tau kok! Tapi entah kenapa beberapa hari ini ide lagi lancar jaya Alhamdulillah.
Selamat membaca!
***
"Ayo kita ke Rusia!"
Ucapan Aldrich pagi itu membuat semua mata menoleh. Aku terbelalak, sementara Papa dan Eyang sampai menjatuhkan garpu saking terkejutnya.
Ajakan itu sungguh tak disangka-sangka. Aku bahkan sudah melupakan niat untuk mengunjungi Mama sejak kejadian yang menimpa Almeera. Kupikir kesedihan yang menggelayuti Aldrich membuatnya enggan untuk bepergian jauh, meninggalkan Almeera—
"Tapi setelah Almeera benar-benar sembuh. Aku tak ingin berangkat sendiri tanpa istriku."
Oke, baiklah! Tentu saja Almeera ikut. Aku lupa kalau si budak cinta bernama Aldrich Rahagi Adyastha itu tak bisa berjauhan dengan istrinya! Mereka satu paket, tak bisa dipisahkan.
Waktu berjalan. Dan begitulah, kami bertiga berangkat ke Rusia dua minggu kemudian bertepatan dengan kepulangan Eyang, Papa dan kedua orangtua Almeera ke Indonesia. Sepanjang perjalanan, kami saling diam. Aldrich membaca majalah, Almeera tertidur berbantalkan bahu suaminya, sementara aku...aku sibuk berkelana dengan pikiranku sendiri.
Terlalu banyak hal terjadi belakangan ini dan aku bisa merasakan fisik dan batinku mulai kelelahan. Perjodohanku dengan Abra, pesan-pesan lebay yang dikirim Roy menggunakan nomor baru, dan yang paling menyita pikiranku adalah Mama.
Sejujurnya, aku tak pernah tahu seperti apa wajah, sifat, maupun postur tubuh wanita yang kupanggil Mama itu. Kedua orangtuaku bercerai saat aku masih sangat kecil, dan sejak itu Mama tak pernah lagi menginjakkan kaki di rumah maupun menunjukkan diri di depan kami—anak-anaknya. Aku tak ingin bersu'udzhon, tapi tak bisa dipungkiri dulu aku pernah begitu membenci wanita itu karena menelantarkanku dan Aldrich. Dari cerita yang kudengar dari Aldrich dan Papa, dia meninggalkan kami karena tak puas dengan segala yang disediakan Papa untuknya. Papa belum mampu memberikan semua barang mewah yang Mama inginkan, tapi beliau meminta agar Mama duduk di rumah mengurusi kami bertiga. Bagi seorang model yang tak pernah direpotkan dengan hal-hal seperti mengurus anak, kami bertiga ternyata sangat menjadi beban.
Pikiranku melayang ke suatu sore yang sunyi di sudut perpustakaan mansion beberapa bulan yang lalu. Aku membaca buku fiqh munakahaat yang sempat ditinggalkan Almeera. Buku tersebut benar-benar bagus dan berisi, ditulis dengan tulisan yang sangat apik sehingga menghipnotisku untuk terus membaca.
Entah di halaman berapa tepatnya, aku dibuat tertegun saat membaca sebuah alinea disana. Sang penulis mengutip sebuah hadist Rasulullah SAW yang cukup fenomenal dalam bidang munakahaat diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan banyak perawi lain yang berbunyi : 'Diperlihatkan neraka kepadaku, dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita karena kekufuran mereka.' Para Sahabat bertanya, 'Apakah penyebab kekufuran itu disebabkan oleh kufurnya mereka kepada Allah, wahai Rasulullah?' Rasul menjawab, '(Tidak!), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek dari diri suaminya, maka dia mengatakan, 'aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu sekalipun!'
Saat itu, pikiranku langsung tertuju pada apa yang dilakukan Mama pada Papa. Aku tak mau menjadi anak durhaka, tapi aku benar-benar penasaran, apakah yang dilakukan Mama dulu bisa dikategorikan sebagai kufur akan kebaikan suami? Ingin rasanya aku mencari pembenaran dan pembelaan, bahwa saat itu Mama dalam keadaan tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualeKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...