Assalamualaikum dan selamat siang...
Axel balik lagi nih, hehe... semoga kita semua selalu sehat dan baik-baik saja dimana saja kita berada.
Muqaddimah gak usah panjang-panjang yaa, jadi selamat membacaaa....
***
Pria tua bernama Bramastya Adyastha yang berusia hampir delapan puluhan itu bukanlah tipe kakek-kakek lemah tak berdaya seperti yang berada dalam bayangan kalian. Jika sekarang ada istilah anak milenial, maka Tuan Bramastya adalah aki-aki milenial. Usianya boleh dikatakan sudah masuk dalam zona siaga satu, tapi semangat hidupnya mengalahkan anak muda umur tujuh belasan.
Beliau tak pernah mengeluhkan hidup, tapi lumayan sering mengeluhkan pinggangnya yang akhir-akhir ini mudah encok. Maklumlah faktor usia. Beliau juga tak pernah mengeluhkan betapa melelahkannya semua pekerjaannya yang menumpuk di kantor, paling hanya mengeluhkan kolesterol dan asam urat yang membuatnya harus menjaga pola makan. Di usianya yang sekarang, beliau masih kuat mengelilingi negara-negara yang ada di dunia untuk mengontrol usaha raksasanya ataupun melebarkan sayap bisnisnya.
Penampilannya selalu rapi dan tubuhnya beraroma parfum mahal, tanpa ada bau-bau balsam seperti para kakek pada umumnya. Rambut-rambut yang seharusnya berwarna putih yang menaungi kepalanya tersisir rapi, sudah tersemir dengan inai untuk memberikan kesan awet muda. Manik matanya yang segelap malam anehnya bisa berfungsi ganda, terkadang menyorot tegas dan terkadang berbinar penuh jenaka. Dia membawa tongkat hitam mengkilat bergagang kepala burung elang yang harganya ratusan juta bukan untuk menopang langkahnya yang lemah, tapi untuk menunjukkan pada orang-orang bahwa dia adalah pria yang berkuasa.
Cih, Pak Tua yang sombong! Apa perlu dia mengumumkan ke seluruh dunia kalau dia itu orang kaya? Sepertinya Aldrich benar, Tuan Bramastya Adyastha lebih cocok jadi ketua mafia daripada pengusaha!
Aku pernah berdebat dengannya tentang hal ini. Aku mengatakan bahwa tidak baik pamer kekayaan karena banyak orang yang kesusahan diluar sana, tapi selayaknya orang yang sudah hidup lama, Pak Tua itu selalu punya jawaban untuk membuatku terdiam.
"Hanya kalian dan beberapa gelintir orang saja yang tahu kalau tongkat ini mahal. Kapan Eyang pernah pamer? Tanpa pamer pun orang-orang sudah tahu kalau Eyangmu ini kaya raya. Memang benar, banyak orang yang hidup susah diluar sana karena begitulah Allah menakdirkan kehidupan. Semuanya berpasang-pasangan. Tua dan muda, sehat dan sakit, kaya dan miskin. Tapi Eyang berpenampilan seperti ini juga karena tuntutan pekerjaan, Princess. Pakaian juga ada sisi psikologisnya. Pakaian yang bagus mampu membantu untuk membuat orang-orang lebih yakin dengan kita. Kalau Eyangmu ini dokter yang kerjaannya cuma keluar masuk ruang operasi seperti Papamu, Eyang pasti pakai kaos oblong saja pergi bekerja. Toh rumah sakit itu juga Eyang yang punya! Nah, setelah itu...kita bekerja untuk apa?" tanya Eyang waktu itu.
"Biar jadi kaya!" aku masih sangat ingat dengan jawabanku.
Eyang menggeleng. "Kalau dulu memang untuk memperkaya diri supaya anak cucu tak kelaparan, tapi sekarang...setelah berada di usia ini, tujuan utama bekerja sudah ganti haluan menjadi membantu orang. Beramal! Sebenarnya tak perlu menunggu tua untuk beramal, hanya saja Eyangmu ini terlambat sadar." Dia terkekeh.
Hhh...apa susahnya mengaku kalau dia memang menyukai barang mahal?! Sudahlah...aku tak berminat lagi meneruskan obrolan itu terlebih setelah melihat berapa nominal yang dikeluarkan Eyang sekali beramal. Primaganda Group-perusahaan Eyang mengeluarkan uang triliunan rupiah untuk charity dan asosiasi setiap tahunnya.
"Hm...kepiting di tempat ini memang tak pernah mengecewakan..."
Aku terlempar dari lamunan begitu mendengar suara Eyang yang penuh hasrat itu. Pak Tua itu sedang asyik menjilat-jilat jemarinya yang berlumuran kuah kepiting sementara Papa sibuk mengeluarkan obat-obatan dari dalam saku jasnya. Sepertinya Papa sudah mempersiapkan obat itu sejak dari rumah sakit tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...