Assalamu'alaikum dan selamat pagi,
Maaf yaa, rencana update pagi kemarin atau malam tadi terpaksa ditunda karena kemarin sore tiba-tiba asam lambung naik. Muntah sampai dua kali, dan alhasil sama emak dilarang main hape apalagi main laptop :D
Part ini didedikasikan untuk kalian pecinta Axel-Abra!
Selamat membaca, jangan lupa vote, komen dan share!
***
Kami berhenti di depan sebuah masjid yang cukup besar. Aku semakin panik begitu melihat kerumunan yang cukup ramai disana. Beberapa suara terdengar berdebat, tapi aku tak mendengar suara Abra atau melihat sosoknya sama sekali. Dimana dia? Dimana suamiku?
"Dia bukan salah satu pengurus disini! Jangan mentang-mentang bapaknya dulu orang terpandang disini dia jadi bersikap seenaknya! Saya ndak terima!"
Aku melihat seorang pria bergamis hitam dan berpeci putih sedang berdebat dengan seorang bapak paruh baya sambil menunjuk-nunjuk sesuatu. Wajahnya merah padam, sepertinya karena amarah. Dia langsung melengos begitu tatapan matanya bertemu denganku.
Aku meneliti penampilannya dari atas ke bawah. Heran melihat raut penuh amarahnya yang bertentangan dengan gamis Tunisia yang dipakainya. Pakaian indah seperti itu tak cocok sama sekali disandingkan dengan amarah. Lagipula ini kan, masjid. Rumah Allah yang mulia. Kenapa membuat keributan di tempat suci ini?
Meski perkiraanku belum tentu benar, tapi sepertinya pria itulah yang bernama Dieng yang dikatakan Adel tadi.
"Itu Mas Abra, Mbak." Adel menunjuk.
Aku mengikuti Adel yang sudah setengah berlari menuju seorang pria berkoko putih yang sedang berbicara dengan seorang bapak paruh baya di teras masjid. Cukup jauh dari posisi kami. Itu Abra, suamiku!
"Mas!"
Seolah mengerti bahwa dirinyalah yang dipanggil, Abra menoleh. Aku melihat keterkejutan di matanya begitu melihatku, tapi aku tak peduli. Aku ingin memastikan dirinya baik-baik saja.
"Kamu baik-baik saja, kan?" aku menangkup wajah Abra dengan kedua tanganku dan menelisik setiap inchi kulitnya. Kekhawatiranku perlahan sirna begitu melihat wajah tampannya baik-baik saja, tak terdapat luka ataupun lebam sama sekali. Aku sudah khawatir setengah mati begitu melihat ekspresi Adel tadi, tapi syukurlah semuanya tidak seperti bayanganku.
"Kamu benar-benar membuatku ketakutan. Tidak bisakah kamu membuat hidupku tenang sehari saja?" Aku memeluknya penuh kelegaan. Berusaha mengurai satu persatu rasa khawatir di dadaku sehingga perasaanku membaik. Ya Allah, syukurlah dia baik-baik saja. Aku tak tahu bagaimana jadinya aku kalau sampai terjadi apa-apa padanya!
Lalu, aku merasakan punggungku diusap. "Maafkan saya karena membuatmu khawatir, tapi saya baik-baik saja."
Aku mendongak dan menyelami kedua bola mata Abra dalam-dalam. Ada kegusaran yang samar disana, juga kelegaan dan kebahagiaan yang nyata. Apa yang membuatnya bahagia? Apakah dia senang dengan perkelahian ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH By Axelia (SELESAI)
SpiritualKonsep pernikahan yang diimpikan Axelia adalah hidup yang Islami, penuh kasih sayang dan canda tawa. Gadis berusia duapuluh delapan tahun itu menginginkan seorang pendamping yang bisa mengimbangi sifat gila dan plin-plannya. Tapi, saat Eyang Bramast...