01 . The Beginning

5.7K 599 117
                                    

[Indonesia, August 29th 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Indonesia, August 29th 2020.]

Sialan, satu kata yang terus terucap dari mulut seorang gadis berumur lima belas tahun itu.

"Sialan! Sial!" murkanya.

Gadis yang sedari tadi terus mengutarakan kata sial itu panggil saja, Lyvia. Seseorang yang wajah asianya autentik, dengan mata bulat yang kini memerah dan sedikit sembab.

Keadaannya jauh dari kata baik. Pipi kirinya tampak memerah, seperti seseorang yang habis terkena tamparan. Rambut hitam legam dengan poni tipis di tengah jidatnya juga tak beraturan. Bulir air terlihat menggenang di pelupuk matanya.

Tes
Tes
Tes

Bukan.

Jika kalian pikir itu adalah air matanya. Kalian salah besar, itu bukan air matanya. Bunyi tes tes itu adalah bunyi rintikan hujan yang sebentar lagi akan menjadi lebih deras.

"Hah ...."

Udara tipis keluar dari mulut yang membuka setengah, dia menghembuskan napasnya kasar. Bibirnya kemudian tertarik sedikit, bukan senyuman tulus tetapi lebih tampak seperti senyum miris.

Sepertinya dunia sedang berpihak, pikirnya sekelebat. Hujan yang sebentar lagi turun semakin deras adalah buktinya. Dia, Olyvia Saputri melipat kedua kakinya dan menaruh lipatan tangan di atasnya. Punggungnya meringkuk dan isakan yang keluar dari mulutnya mulai terdengar.

"Hiks hiks hiks."

Cairan bening tak lagi sanggup ditahan di pelupuk mata. Jatuh bersamaan dengan tetesan air hujan yang terkesan membantu menyembunyikannya.

"Lo jahat!" lirihnya sendirian.

Di tengah ringkukan punggunya, dia mendongak. Netranya yang setengah tertutup itu perlahan tertutup penuh sebelum akhirnya mulutnya kembali menghembuskan napas. "Bodoh kamu, Lyv..."

Merasa bahwa lingkungan rumah cukup sepi, Lyvia memilih untuk melanjutkan kegiatannya. Ia berbaring terlentang, menikmati derasnya hujan yang menimpa wajah dan seluruh tubuhnya.

Tapi tak apa.

Dia sudah terbiasa.

Menangis sendirian,

bersama rintikan hujan yang setia menemaninya.

[ . . . ]

Hujan berlangsung lebih dari kata cukup untuk membantu Lyvia melepaskan rasa sedihnya. Sampai di mana rintikan itu tak lagi terasa di wajahnya, serta mata yang tampak lebih sembab dari sebelumnya, ia bangkit dan berjalan masuk ke dalam rumah. Dengan aksi pertama yang harus selalu ia lakukan, mengecek kondisi wajahnya di pantulan kaca jendela dan menghapus segala jejak ketidakberuntungannya di hari-hari tertentu.

Tisu basah adalah penolong setia yang harus selalu ada di tasnya, guna membuat wajahnya sedikit tampak segar. Jemarinya bergerak pelan, merapikan rambut serta poninya yang basah kuyup, dan kakinya mulai melangkah masuk.

"Mah, aku pulang!" teriak Olyvia bersemangat.

Mamanya datang dengan senyum cantik yang menghiasi wajah, lalu tak lama setelah itu ia memekik, "Astaga, Lyv!"

Wanita dewasa yang ayu parasnya itu terkejut saat melihat kondisi putri semata wayangnya. Putrinya tampak sedikit ... kacau? Bukan sedikit, sangat lebih tepatnya.

"Kamu kenapa basah gini, sih? Pasti habis main hujan, kan?"

Olyvia memaksakan senyumnya dan menjawab, "Iya, aku bosen udah lama enggak main hujan, Mah."

"Wajah kamu kenapa? Matamu juga nih, pipi kamu juga kenapa merah begini? Kamu ... habis berantem sama Rayn?" tanya Mamanya bertubi-tubi. Wanita cantik itu tentu merasa sangat curiga. Putrinya kembali dengan kondisi yang tak seperti biasanya. Insting keibuannya saat ini sedang berada di mode aktif.

Astaga, Mama kenapa tebakannya selalu bener, sih? Olyvia membatin heran.

"Enggak, Mah," jawabnya sembari menggelengkan kepala.

"Terus kenapa?"

Olyvia menggigit bibir dalamnya. "Hm. Aku tadi abis nonton drama sama adiknya Rayn, terus adegannya sedih banget makanya aku sama Rayna sampe nangis gini, hehe," jawabnya.

Maaf, Ma. Aku harus bohong biar Mama gak khawatir, batin Olyvia.

"Really? Terus pipi kamu yang merah gitu kenapa?"

"I-itu, itu ...."

"What?"

"A-aku tadi abis main truth or dare sama Rayn, karena kalah aku jadinya kena hukuman. Hukumannya dikasih tamparan gitu, hehe. Pelan aja dan gak sakit kok, Mah." Olyvia merasa semakin tak enak, berbohong adalah perbuatan yang amat tak disukai oleh sang mama.

"Oh." Mamanya bergumam panjang sebelum akhirnya memilih untuk mempercayai putrinya. "Kalo gitu cepet ganti baju sana, tuh liat kamu kedinginan. Jangan sampe kamu sakit gara-gara main hujan loh, ya. Nanti kalo sampai sakit, Mama gak bolehin kamu main hujan lagi!"

"Hihi. Oke-oke siap, Ma!" kata Olyvia, tangan kanannya bergerak memperagakan tanda hormat. Saat hendak menaiki tangga menuju kemarnya, dia menoleh sebentar dan berkata, "Mah, aku minta tolong buatin coklat hangat, ya?"

"Dark chocolate?" tanya Mama Olyvia.

Gadis itu mengangguk pelan dan segera melanjutkan perjalanannya menuju ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah itu, Olyvia pun berganti pakaian dan langsung merebahkan tubuhnya yang teramat lelah di ranjang.

"Hari ini benar-benar hari yang cukup panjang," gumamnya.

"Hari ini benar-benar hari yang cukup panjang," gumamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang