"Ihhhh, anaknya dikasih makan apa sih Bund, kok pinter-pinter amat?" puji ibunya Jenny, sambil mencubit-cubit pelan pipi Rumaisha.
Pagi itu Aruna sedang duduk di taman sekolah bersama kedua putra-putrinya, Risyad dan Rumaisha, setelah mengambil laporan hasil belajar keduanya semester ini. Dan seperti kata ibunya Jenny, kedua anak Aruna itu menunjukkan hasil belajar yang baik. Risyad mendapatkan peringkat pertama. Sementara Rumaisha, meski tidak ada sistem peringkat di jenjang TK, tapi laporan perkembangannya selama TK sangat memuaskan.
"Makan nasi juga kok, Mama Jenny," jawab Runa sambil terkekeh santai.
"Yang kayak gini nih yang bikin iri," kata ibunya Anita. "Kayak emak-emak yang kalau ditanya Kulit wajah kamu kinclong amat, pakai skin care apa sih? Trus malah dijawab, Cuma pakai air wudhu aja kok. Emang dikira saya nggak wudhu lima kali sehari apa? Tapi muka saya tetep aja ga kinclong."
Ibu-ibu yang sedang berkumpul di taman itu ikut tertawa dengan protes ibunya Anita. Kadang perempuan itu memang terlalu blak-blakan saat bicara, tapi bukan berarti julid atau jahat.
"Di rumah pasti makanannya bergizi tinggi semua ya Bund? Salmon? Daging? Gitu-gitu ya Bund? Ayahnya kan dokter anak ya, pasti concern juga sama asupan gizi anak-anak kan?" tanya ibunya Yuni kali ini.
"Si Risyad malah kurang suka protein, Bu. Sukanya sayur dan tempe goreng," jawab Runa sambil tersenyum.
Pada kenyataannya, baik Risyad maupun Rumaisha bukan tipe anak yang doyan makan. Makanya badannya nggak montok dan menggemaskan, bahkan cenderung kurus. Runa benar-benar harus memutar otak supaya asupan gizi anak-anaknya tetap terjaga dan seimbang meski mereka tidak suka makan. Minimal, supaya anak-anaknya tidak sampai terdiagnosa kurang gizi.
"Si Mario padahal doyan makan lho. Saya kasih susu, salmon, minyak ikan, daging, semua makanan bergizi. Saya panggilin guru les privat juga. Tapi tetep aja nggak dapet rangking," keluh ibunya Mario.
"Ya kan bukan karena makanan doang, Mam," jawab ibunya Jenny, "Risyad dan Rumaisha kan bapaknya dokter gitu lho! Lulusan salah satu universitas terbaik di Indonesia lagi. Lulusan doktor juga dari Belanda kan. Emang bibitnya udah bibit unggul. Jadi nggak perlu makanan mahal atau guru les, emang udah pinter berkat gen bapaknya."
"Pasti nggak pernah pusing nyuruh-nyuruh anak belajar ya Bund?"
Runa hanya tertawa saja. Lalu memperhatikan Risyad yang berlarian di halaman sekolah. Belum tahu mereka, gimana susahnya nyuruh Risyad duduk tenang belajar.
"Bunda Risyad nih beruntung banget emang ya. Suaminya dokter, ganteng, idola ibu-ibu. Anak-anaknya juga lucu-lucu dan pinter-pinter. Apa sih rahasianya?"
"Alhamdulillah ya Bund. Cuma wudhu aja kok," jawab Runa dengan cengiran iseng.
"Yah nyebelin!" gerutu Mama Anita. Membuat ibu-ibu yang lain terkekeh senang melihat Mama Anita sewot.
Tiba-tiba ponsel Runa bergetar. Ia mengambilnya dan menemukan pesan baru dari suaminya. Ia menoleh ke halaman parkir dan menemukan mobil suaminya sudah terparkir di sana. Hari ini, karena tidak ada jadwal praktik atau operasi, Raka memang menyediakan waktunya untuk keluarga. Tadi selagi Runa mengambil laporan hasil belajar Risyad dan Rumaisha, suaminya pamit sebentar untuk isi bensin. Dan kini baru kembali.
Setelahnya, Runa berpamitan dengan ibu-ibu yang lain, memanggil Risyad untuk berhenti lari-larian dan menggandeng Rumaisha untuk menemui ayahnya.
"Icad dapet rangking satu dong, Yah!" pekik Risyad serta-merta ketika memasuki mobil dan duduk di samping kursi pengemudi.
"Alhamdulillah! Anak pinter!" puji Raka, dengan senyum lebar menghiasi wajah tampannya.
Runa masuk ke kursi di balik pengemudi, disambut dengan senyum suaminya. Wajah matang dan tampan ini yang biasa menghipnotis para ibu-ibu muda yang memeriksakan anaknya, pikir Runa.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU YANG SALAH
RomanceWORK SERIES #2 Tidak ada yang salah dengan rasa cinta. Tapi jika ia hadir di waktu yang salah, apakah ia masih bisa disebut cinta? ((Cerita ini merupakan salah satu dari beberapa cerita para penulis Karos Publisher tentang aplikasi kencan online: Ma...