Every life have their own struggle
* * *
Sebelas tahun lalu...
"Jadi Dokter Raka dan Haiva itu tunangan?" tanya Runa sambil mengedip-ngedipkan matanya.
Saat itu mereka baru saja keluar dari ruang rawat seorang pasien. Raka baru saja mengajaknya menjenguk seseorang, yang ternyata adalah mantan teman kuliahnya dulu, yang sudah lama tidak bertemu. Saat bertemu lagi kali itu, Haiva justru sebagai pasien. Dan baru saja ia mendengar gosip asik bahwa Haiva dan Raka bertunangan. Pantas saja dokter anak asal Solo yang ngomongnya ceplas-ceplos macam Suroboyoan ini mengajaknya menjenguk. Ternyata untuk menghibur tunangannya.
"Makanya kalau punya telinga, dipakai yang benar. Jangan cuma dijadikan asesori," jawab Raka. Nada bicaranya sih tidak marah-marah, tapi saking dinginnya jadi terkesan jutek. "Kami belum sejauh itu."
"Sejauh apa?" tanya Runa tidak mengerti.
"Kedua orangtua kami berusaha menjodohkan kami. Tapi kami belum memutuskan apa-apa."
"Oh? Baru calon tunangan?" gumam Runa sambil mengangguk-angguk. "Tapi kalau udah ada restu dari orangtua, biasanya lancar. Semoga Dokter Raka dan Haiva juga lancar-lancar."
Raka menatap apoteker klinis yang ceria itu. Ia tahu, keputusannya untuk mengajak perempuan itu menjenguk Haiva bukan keputusan yang salah. Keceriaan perempuan itu menular. Seperti juga sekarang, saat perempuan itu tersenyum menyemangati hubungannya dengan Haiva, ada rasa hangat yang menjalar di dadanya.
"Kamu sendiri, katanya lagi dekat dengan Dokter Bram?" tanya Raka iseng.
Untuk sepersekian detik, raut hangat gadis itu membeku. Tapi kemudian gadis itu tersenyum kembali.
"Aduh! Beda kasta, Dok. Nggak mungkin saya sama dr. Bram," jawab Runa santai. "Dokter diem-diem gini ternyata mantau gosip tentang saya ya? Hati-hati lho, kalau terlalu perhatian sama saya, nanti Dokter Raka bisa naksir."
Perempuan itu kemudian ngeloyor pergi sambil cekikikan karena sudah berhasil mengejek Raka.
* * *
Langkah Runa berhenti mendadak ketika ia membuka pintu ruang rawat dan mendapati pemandangan yang tidak diduganya. Temannya, Haiva, yang diakui Raka sebagai calon tunangannya, kini terlihat sedang berciuman dengan lelaki lain di dalam sana. Dan yang membuat Runa lebih canggung lagi adalah karena ia menyaksikan adegan tersebut saat ia berkunjung bersama Raka.
Pria setinggi 178 cm itu dengan tenang menutup kembali pintu ruang rawat tersebut ketika Runa masih salah tingkah melihat adegan ciuman di seberang sana. Kemudian lelaki itu berbalik dan melangkah pergi.
"Jangan lama-lama berdiri di situ. Dikira mau ngintip," tegur Raka. Membuat Runa akhirnya mundur dan pergi mengikuti Raka.
"Sabar ya, Dok," kata Runa sambil menjajari langkah lelaki itu.
Pasti Raka patah hati karena melihat calon tunangannya malah berciuman dengan lelaki lain kan. Itu mengapa Runa berusaha menghiburnya.
"Saya lapar, mau makan malam. Mau menemani saya?" tanya Raka tiba-tiba.
Dan karena merasa kasihan dengan lelaki itu, Runa pun menyetujui ajakan tersebut. Merekapun makan malam di sebuah warung sate di dekat rumah sakit.
"Meski orang tua kami menjodohkan kami, saya tahu bahwa sejak awal Haiva nggak ada perasaan apa-apa sama saya," kata Raka. Ia meminum es teh manis sambil menunggu pesanan satenya datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKTU YANG SALAH
RomanceWORK SERIES #2 Tidak ada yang salah dengan rasa cinta. Tapi jika ia hadir di waktu yang salah, apakah ia masih bisa disebut cinta? ((Cerita ini merupakan salah satu dari beberapa cerita para penulis Karos Publisher tentang aplikasi kencan online: Ma...